“Atlanta, karena aku sudah menarikmu dalam kekacauan, bagaimana jika kau bantu aku sekali lagi? Jadilah kekasihku.”
Kaki Atlanta berhenti melangkah, memutar balik badannya dan menatap Dylan yang tengah tersenyum kepadanya. Belum menjawab, Atlanta menatap penampilan Dylan dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Rambut model curtain hairstyle, kaos lengan panjang warna putih bermotif garis abu-abu di bagian lengan, celana panjang warna abu dan sepatu kets putih. Atlanta berdecak pelan menyadari pria di hadapannya ini bak anggota boyband era 90-an.
“Kau pikir kau anggota Westlife? Kenapa bergaya norak dengan rambut belah tengah?” cerca Atlanta blak-blakan.
“Aku tidak berniat menjalin hubungan. Cari wanita lain saja,” sambung Atlanta kemudian pergi keluar tanpa menghiraukan Dylan lagi. Atlanta tidak ingin menarik diri ke dalam masalah. Terlebih lagi dengan orang asing.
Tak ingin kehilangan jejak Atlanta, cepat-cepat Dylan pergi keluar menyusul Atlanta. Sayangnya, Dylan telah kehilangan jejak Atlanta.
***
Sejak berusia tujuh belas tahun, sudah terhitung sepuluh tahun Atlanta hidup seperti hantu. Tidak memiliki identitas dan tempat tinggal tetap. Tanpa sempat menemukan tempat tinggal baru, Atlanta mendapatkan pesan perintah.
Tugas Atlanta kali ini adalah meretas daftar tamu supaya bisa masuk ke dalam sebuah pesta dimana para petinggi berada. Penampilan Atlanta yang berantakan telah berubah total menjadi anggun menggunakan gaun merah.
“Lay. Apa suaraku terdengar jelas?” Atlanta mencoba kestabilan alat perekam berukuran kecil yang di taruh di balik daun telinga.
Lay, pria yang lebih tua dua tahun dari Atlanta sekaligus rekan kerja Atlanta pun menjawab, “Suaramu cukup stabil.”
“Bagaimana dengan kamera?” Atlanta meraba anting mewah yang telah dirancang menggunakan kamera pengintai.
“Terlihat sempurna.”
Atlanta mengehela napas sebelum masuk ke dalam sebuah hotel. Terjun langsung ke lapangan adalah sesuatu yang Atlanta tidak inginkan sepanjang sejarah ia bekerja.
“Ada apa?” tanya Lay dari sebrang sana.
“Kau tahu jika aku tidak suka terjun ke lapangan. Aku lebih suka bekerja di balik layar,” keluh Atlanta yang selalu merasa kesal setiap kali hendak memata-matai secara langsung.
“Berhenti mengeluh. Kau sudah mengatakan itu ribuan kali tapi kau tetap melakukannya dengan baik,” balas Lay.
Atlanta berdecak. “Dalam hitungan ke sepuluh, aku akan masuk ke dalam.”
***
Selama setengah jam berada di dalam ballroom hotel, semuanya berjalan baik-baik saja bagi Atlanta dan Atlanta telah berhasil mengumpulkan banyak informasi dari para petinggi.
“Lay, lima menit lagi aku akan keluar. Siapkan mobil.” Atlanta memberikan aba-aba, hendak keluar dari hotel sebelum acara berakhir.
Sementara di sisi lain, Dylan yang tengah menyesap sampanye dan tersenyum tiap kali menemui petinggi-petinggi lainnya tetap mengawasi seluruh tamu dari ujung hingga ujung. Mata Dylan menyipit kala melihat seorang wanita yang tak lagi asing baginya. Walau Dylan sempat ragu karena penampilan berbeda total.
“Atlanta!”
Langkah kaki Atlanta berhenti kala suara bariton memanggil nama palsunya. Tak mengindahkan panggilan Dylan, Atlanta segera berjalan secara terburu-buru namun kalah cepat dengan Dylan yang sudah meraih pergelangan tangan Atlanta.
Kali ini Dylan tidak kehilangan jejak Atlanta.
“Sayang, kenapa kau tidak dengar panggilanku tadi?” Dylan mengubah posisi tangannya menjadi merangkul Atlanta.
Tidak terima di seret secara tiba-tiba oleh Dylan, Atlanta berusaha melepaskan diri dari cengkraman Dylan meski usaha itu tidak berhasil.
“Lepaskan tanganmu segera atau aku patahkan tanganmu,” ancam Atlanta dengan suara pelan.
Menyadari ada sesuatu yang tidak beres di tengah operasi misi mereka, Lay segera menyeru, “Leona! Apa yang sedang terjadi?”
“Bantulah aku sebentar,” bisik Dylan.
“Tidak. Aku tidak punya waktu. Minggir.”
Ketika Atlanta hendak menyiku dada Dylan, seorang wanita paruh baya datang menghampiri mereka dengan senyuman merekah.
“Dylan. Pasti perempuan cantik ini yang kamu maksud.”
“Maaf, tapi aku—”
“Iya Ibu. Kenalkan, Nyx Atlanta, kekasihku yang sesungguhnya,” potong Dylan cepat sebelum Atlanta menyelesaikan kalimatnya.
Veronica memberikan pelukan hangat kepada Atlanta yang justru terbujur kaku. Dua puluh tahun tidak pernah mendapatkan pelukan hangat seorang Ibu berhasil membuat Atlanta terbuai.
“Atlanta, kau sangat cantik. Persis seperti namamu ‘Atlanta’ yang seindah lautan,” puji Veronica, betapa membahagiakannya mempunyai calon anak perempuan.
“Perkenalkan, namaku Veronica,” sambung Veronica.
“Nyx Atlanta? Perpaduan yang buruk. Kau seperti sedang menamai sebuah barbie,” komentar Lay dari seberang sana mampu menarik Atlanta ke dalam realita.
“Terima kasih.” Atlanta memaksakan senyum membalas pujian Veronica sekaligus sebagai sarkasme kepada Lay.
“Atlanta kemarilah. Aku akan memperkenalkanmu kepada anggota keluarga yang lain.”
Sebelum Veronica meraih tangan Atlanta, dengan cepat Atlanta mundur satu langkah. Tidak ingin terjebak ke dalam permasalahan ini lebih lanjut. Atlanta tidak akan tahan dengan buaian kasih sayang seorang Ibu. Sebelum masalah semakin besar, Atlanta berusaha untuk meminimalisirkan dampaknya.
Melihat raut wajah kecewa Veronica, Atlanta segera membuka suara, “maaf, tapi aku rasa ini terlalu cepat.”
“Oh sayang, aku sangat senang mendapati putraku sudah mendapatkan pasangan sesuai keinginannya. Ikutlah dengan kami, ya?” bujuk Veronica, memberikan tatapan memohon yang tidak tega Atlanta lihat.
“Ikutlah dan lihat apa yang bisa kita dapatkan dari keluarga itu. Selesaikan semuanya dalam tiga puluh menit dengan mengantongi sebuah informasi. Aku akan menjemputmu nanti.” Lay memberikan izin dengan persyaratan khusus.
“Baiklah,” jawab Atlanta yang tertuju pada Veronica dan Lay.
Dylan menyambut Atlanta dengan senyuman hangat dan menggandeng Atlanta mengekori Veronica yang akan membawa mereka ke anggota keluarga lainnya.
“Kenapa harus aku? Disini masih banyak perempuan lain yang bisa kau jadikan pacar,” bisik Atlanta.
“Tapi aku merasa hanya kau yang cocok untuk posisi ini,” balas Dylan santai, lalu kembali berbicara, “setidaknya kau lebih baik dari Emily.”
“Kau berani membandingkanku dengan Emily?” suara Atlanta naik satu oktaf. Tidak terima disamakan atau dibandingkan dengan wanita yang sudah menghinanya beberapa hari yang lalu.
“Ayolah bantu aku, akan ku bayar jika itu maumu,” bujuk Dylan.
“Tutup mulutmu! Aku bukan wanita sewaan. Aku punya banyak uang, tidak butuh uangmu,” sinis Atlanta, merasa terhina dengan bujukan Dylan.
Dylan berdecak kagum dengan pendirian Atlanta. Rupanya wanita di sampingnya ini bukanlah wanita murahan.
Tak lagi menghindar, Atlanta menerima saja ketika Dylan menaruh tangannya di sela siku Dylan. Berjalan beriringan.
“Omong-omong, bagaimana kau bisa ada disini?” Dylan merasa penasaran sebab ia mengenali semua tamu yang datang hari ini.
Kehadiran Atlanta adalah hal yang paling tak terduga dalam hidup Dylan. Hal tak terduga itulah yang berhasil memporak-porandakan perasaan Dylan.
Atlanta mendengus, “apa kau Dora? Kenapa banyak sekali bertanya?”
“Aku serius bertanya.” Dylan tidak bisa lagi menyembunyikan rasa penasarannya.
Atlanta menunjukkan kartu undangan khusus kepada Dylan. “Aku di undang. Karena kau telah melihat penampilanku hari itu, apa kau pikir aku benar-benar tidak pantas berada disini?” cercanya.
Ketika Dylan hendak mengambil kartu undangan milik Atlanta, dengan cepat Atlanta memasukkanya kembali ke dalam tas. Pasalnya, kartu undangan tersebut bukanlah atas nama Atlanta ataupun Leona. Kehadiran Atlanta hari ini menggunakan identitas seorang pembisnis lainnya.
“Itukah alasanmu menarikku?” Atlanta menunjuk keberadaan Emily yang tak jauh dari mereka.
Terlintas sebuah ide cemerlang, Atlanta tersenyum dan merapatkan tubuhnya dengan Dylan. Memerankan perannya lebih intens.
“Baiklah. Hari ini aku akan menjadi kekasihmu yang paling romantis.”
Kedua alis Dylan terangkat. Terkejut dengan perubahan suasana hati Atlanta yang terlalu tiba-tiba.
“Aku akan mengambil minuman dulu.” Atlanta undur diri sejenak dengan alibi mengambil wine di meja lain, kemudian Atlanta berbicara kepada Lay.
“Cari tahu informasi tamu lain. Mari kita rampok mereka malam ini.”
“Kau harus membayarku hari ini. Jasaku sangat mahal pertiga puluh menit. Aku tidak menolong sembarang orang,” bisik Atlanta sebelum mereka menghampiri lingkaran para petinggi yang hadir malam ini. “Kau bilang uangmu banyak, tidak butuh uangku,” jawab Dylan cepat. “Bayarlah menggunakan cara lain. Aku tunggu.” Atlanta mengedipkan matanya sebelah, membuat Dylan merengut. “Teman-teman, kenalkan, dia Atlanta, kekasih putraku Dylan.” Veronica memperkenalkan calon menantunya dengan perasaan bangga. “Halo semuanya. Selamat malam,” sapa Atlanta hangat dengan seulas senyuman manis. “Empat puluh lima derajat darimu adalah Lee Tania, seorang politikus dan minggu lalu menjadi bintang tamu sebuah acara talk show. Dia memiliki hobi bermain golf. Dia menyembunyikan suaminya yang berada di penjara atas kasus penipuan investasi lahan. Cari tahu dimana uangnya disembunyikan.” Mendengar informasi yang Lay berikan membuat Atlanta semakin berseman
“Mari kita bertemu lagi nanti,” ujar Atlanta, merasa tidak enak dengan perhatian Veronica yang telah diterimanya. Veronica melepaskan pelukan mereka dan menatap Atlanta dengan berbinar. “Benarkah? Kau harus janji!” Atlanta mengangguk. “Aku janji.” Senyuman Veronica semakin merekah setelah mendengar janji yang Atlanta berikan kepadanya. Dylan juga tidak menyangka jika Atlanta akan membantu sejauh ini. “Kalau begitu, aku harus pergi. Aku sudah terlambat,” pamit Atlanta. Sehabis memberikan salam perpisahan, barulah Atlanta dan Dylan keluar dari ruang acara yang mewah. Di lobi hotel, Dylan dan Atlanta berdiri berhadapan. “Terima kasih, kau berhasil menjadi kekasihku walau ada kecerobohan tak terduga. Padahal kau tidak perlu sejauh itu sampai berjanji dengan Ibuku. Sekali lagi terima kasih telah membuat Ibuku senang.” Dylan benar-benar berterima kasih atas bantuan Atlanta. Atlanta tersenyum kecil. “Lagi pula janjiku dengan Ibumu tak
“Dylan?” “Atlanta?” “Ow, ternyata kalian saling kenal? Pasti ini takdir.” Kompak Atlanta dan Dylan memberikan Orion tatapan sinis. Tidak terima dengan kata ‘takdir’ yang Orion sebutkan. Rasanya kata tersebut terlalu berlebihan bagi mereka yang baru bertemu tiga kali. “Pergilah,” usir Dylan pada Orion. “Kau mengusirku ketika tidak lagi membutuhkanku?” Orion mendramatisir keadaan. “Aku mengenal wanita ini. Terima kasih sudah membawanya kepadaku. Kau tidak lagi diperlukan jadi silahkan pergi.” Orion berdecih sinis kemudian pergi meninggalkan Atlanta dan Dylan. Orion rasa perannya hanya sebagai penghubung peran utama saja. Selepas Orion pergi, barulah Dylan menyadari penampilan Atlanta hari ini. Penampilannya sama seperti mereka pertama kali bertemu. Hanya saja yang berbeda adalah Atlanta menggunakan celana pendek. Atlanta memberikan kesan yang sangat berbeda ketika tampil mewah dan tampil sederhana. “Jika aku tahu
“Nyx Atlanta, mari kita menikah,” ajak Dylan dengan penuh keyakinan. Sontak Atlanta langsung tersedak saking terkejutnya. Tidak menyangka Dylan akan melamar dirinya dalam kondisi Atlanta sedang makan bak orang kelaparan. Apalagi pertemuan mereka masih bisa di hitung oleh jari. Alih-alih menanyakan ‘maukah menikah denganku?’, lamaran Dylan lebih terdengar seperti orang yang sedang mengajak bermain. Bahkan orang yang mengajak kencan pun tak akan sesantai ini. “Apa kau gila? Kau mengajakku menikah atau mengajakku bermain?” cerca Athen. Dylan merubah mimik wajahnya menjadi serius. “Aku serius Atlanta. Aku tidak bercanda. Mari kita menikah,” ulangnya. Atlanta lebih memilih untuk mengabaikan lamaran gila Dylan. Orang gila macam apa yang baru bertemu tiga kali sudah langsung melamar? “Atlanta,” panggil Dylan karena Atlanta tak menghiraukannya. “Biarkan aku menghabiskan makanan terlebih dahulu, kau benar-benar membutku kehila
Siulan Dylan memecah keheningan sepanjang Dylan berjalan menuju Apartemen. Hari ini pekerjaannya tidak membuat Dylan sibuk sehingga Dylan bisa pulang lebih cepat. Hari yang jarang terjadi. “Ah, tidak biasanya aku pulang ke rumah bersemangat seperti ini. Apa karena pekerjaan hari ini tidak banyak? atau karena kini ada seseorang yang menungguku di rumah?” Dylan dibuat terkejut bukan main mendapati sosok Atlanta yang hilang kesadaran di depan pintu Apartemennya. Dylan langsung memangku Atlanta dan menepuk-nepuk pipinya berulang kali. “Atlanta! Atlanta! Bangun! Atlanta sadarlah!” “Ada apa dengan wajahnya? Kenapa pipinya sangat merah?” Dylan segera menggendong Atlanta ala bridal style ke dalam ruangan. Dylan langsung membaringkan Atlanta di ranjang. Berniat mengganti hoodie Atlanta yang sudah di basahi oleh keringat, Dylan melepaskan hoodie tersebut dan mendapati banyak luka lebam di tubuh Atlanta. “Luka seperti ini sudah san
Zunaira dan Orion tersenyum kaku ketika Dylan membukakan pintu untuk mereka. Mereka berdua kompak tersenyum seperti orang bodoh. Satu detik kemudian Zunaira dan Orion kompak berdecih sinis karena Dylan yang muncul, bukan Atlanta. “Aku kira Kakak cantik yang membukakan pintu,” rungut Orion. Setelah Dylan memastikan jika Atlanta belum menyadari tamu mereka telah datang, Dylan menarik Zunaira dan Orion keluar dan menutup pintu dari luar. “Ada apa?” tanya Orion. “Apa sesuatu terjadi?” tambah Zunaira. “Apakah dalam tiga hari ini ada kasus penyerangan di sekitar sini? Radius lima kilo meter.” “Dalam tiga hari ini hanya ada kasus perampokan mini market dan tabrak lari. Tidak ada kasus penyerangan secara fisik,” jawab Zunaira. “Ada apa memangnya?” tanya Orion penasaran. “Atlanta mendapatkan banyak luka lebam tiga hari yang lalu. Jelas-jelas itu luka semacam penyerangan atau penganiayaan. Dia bilang orang asing yang meluLaynya t
“Aku memperingatimu untuk segera membatalkan pernikahan kalian jika tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi diantara kalian.” Dylan terkekeh. Tidak menganggap peringatan yang Zunaira berikan dengan serius. “Kau cemburu karena aku menikah lebih dahulu dari pada kau?” “Aku serius Dylan!” suara Zunaira naik satu oktaf, merasa kesal karena Dylan tidak mempercayainya. Ting! Begitu pintu lift terbuka, Dylan memegang kedua bahu Zunaira kemudian mendorongnya pelan supaya segera masuk lift. “Aku akan masuk kerja besok. Jangan lupa siapkan apa yang telah aku pinta,” pesan Dylan. “Tapi Dylan, kau harus mempercayaiku. Atlanta bukanlah—” “Sampai jumpa!” Dylan melambaikan tangan setelah menekan tombol pintu lift. Hal yang terakhir Dylan lihat adalah raut wajah kesal Zunaira sebelum pintu lift tertutup dengan sempurna. Dylan menghela napas. Tidak ingin menganggap serius apa yang dikatakan oleh rekan k
Ketika hendak keluar dari Bandara, Atlanta tidak sengaja melihat Dylan dan Zunaira yang sedang berjalan bersama penuh wibawa menggunakan seragam. “Ternyata Dylan adalah pilot sungguhan. Aku juga tidak menyangka jika Zunaira telah menjadi pramugari.” Atlanta tersenyum. “Itu bagus. Setidaknya mereka bukan pembohong sepertiku.” *** Kim Hani adalah seorang ilmuwan sekaligus mata-mata Hilton. Annie meminta bantuan agen Interpol untuk menyelamatkannya dan membantu Kim Hani untuk mendapatan kesempatan hidup baru. Tentu saja agen Interpol menyetujuinya karena Kim Hani akan menjadi jalan mereka untuk menangkap petinggi Hilton. Selagi menunggu tim investigasi menyelidiki kasus kematian Kim Hani, Orion masih duduk lemas karena gagal untuk melindungi informan mereka. Sementara Dylan menarik Zunaira ke tempat sepi untuk berbincang dua mata. “Dari mana kau tahu jika Kim Hani di bunuh?” Dylan mengulangi pertanyaan yang sama. ‘Dimanapun tunanganmu