“Leonis, sekarang berapa usiamu?” tanya Dylan lembut, mencari topik pembicaraan lain.
Leonis tersenyum manis dan menunjukkan telapak tangannya. Memberi tahu jika umur Leonis sudah lima tahun saat ini. “Sebentar lagi aku akan berulang tahun ke enam. Kau harus datang jika aku merayakan ulang tahunku.”
Tanpa ragu Dylan menganggukkan kepala, menerima undangan Leonis. “Beritahu aku jika ulang tahunmu akan di rayakan. Jika tidak ada kendala, aku dan Atlanta akan datang ke pesta ulang tahunmu nanti.”
Sontak Atlanta dan Leondra saling bertukar pandang. Bukankah itu artinya Dylan akan berkunjung ke istana Adams suatu hari nanti?
Ah, sepertinya cepat atau lambat Atlanta tidak akan bisa lari dari takdir yang sudah mengikatnya dengan keluarga Adams. Tapi sepertinya akan berbahaya jika Atlanta membawa Dylan ke sarang keluarganya.
“Asik! Ayah harus mengundang Paman Dylan di hari ulang tahun aku nanti, OK?&rdq
“Kau! Kenapa sengaja menemuiku di sini? Aku kira uang kalian sudah banyak untuk menyewa satu bioskop. Aku tahu kau sengaja menemuiku, tidak ada kebetulan di dunia ini.”“Kau benar, aku sengaja menemuimu kemari,” jawab Leondra singkat. Masih sibuk dengan layar ponselnya sejak tadi.“Apa peringatan pertamaku padamu belum cukup? Kenapa kau terus mengusikku?” Atlanta mulai hilang kesabaran.Leondra menggunakan airpods di telinga mungil Leonis. Membiarkan Leonis menonton sebuah video. Leondra tak ingin Leonis mendengar percakapannya dengan Atlanta.“Aku tahu jika kau dan ayah bertengkar belum lama ini. Kalian berhasil menghancurkan kamar mandi mewah hotel Adams,” Leondra mengalihkan pembicaraan.Atlanta melipat kedua tangannya di depan dada. “Lalu? Itu bukan urusanmu.”“Aku tidak akan berhenti mengusikmu hingga kau berhenti dari pekerjaanmu.”Atlanta berdecih sinis. &l
“Serealmu sungguh sudah habis? Bukankah aku terakhir membelikanmu satu kardus? tanya Dylan.“Kau sepertinya memiliki gangguan ingatan. Kau sudah memberikannya padaku lama sekali.”“Bukankah seharusnya masih tersisa sedikit lagi?”Atlanta memasukkan sepuluh buah kotak sereal dari merek yang sama dengan rasa yang berbeda ke dalam keranjang.“Sebenarnya masih tersisa setengah kotak lagi,” jawab Atlanta.“Secepat itu kau menghabiskannya?” tanya Dylan lagi, mengikuti langkah Atlanta seraya mendorong keranjang belanja.“Tentu saja, itu ‘kan kesukaanku.”Ketika Atlanta hendak mengambil bumbu saos, ponsel Atlanta bergetar. Atlanta mengambil ponselnya dan menatap Dylan ragu karena Leondra lah yang menghubunginya.“Kenapa tidak kau angkat? Siapa itu?” Dylan penasaran.Atlanta masih menatap layar ponselnya yang menunjukkan sederet angka yang s
“Kau sudah lama menungguku?” tanya Atlanta saat Dylan masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Atlanta. Membiarkan Atlanta menyetir mobil.“Aku tidak menunggu lama,” jawab Dylan jujur.Atlanta segera melajukan mobil dan pulang ke apartemen. Sesampainya mereka di basemen apartemen, Dylan menyadari jika mobil mewah itu sudah tidak ada lagi di parkiran.“Eh? Mobil mewah itu sudah pergi?”Refleks Atlanta ikut memperhatikan apa yang sedang Dylan lihat. “Kau benar, mobilnya sudah menghilang.”Dylan menatap Atlanta. “Kenapa Satpam bisa mengira itu mobil milikmu?”Atlanta berdecak pelan dan menggelengkan kepala. “Entahlah. Aku juga tidak mengerti kenapa Satpam itu bisa salah melihat. Jika aku memiliki mobil semewah itu, pasti kita sudah pindah dari sini bukan?”Dylan terkekeh ringan mendengar jawaban Atlanta. “Kau benar.”Atlanta dan Dylan berjalan ber
Atlanta dan Dylan kembali ke ruang apartemen mereka. Kembali melakukan keseharian mereka bersama-sama.“Sayang, apa kau mau kita pindah rumah?” tanya Dylan tiba-tiba.Atlanta yang sedang menuang susu ke dalam mangkuk sereal sontak menoleh. “Kenapa? Apa apartemen ini sudah tidak nyaman bagimu?” tanya balik Atlanta.“Tidak sih, hanya saja… Hanya saja aku merasa lebih baik kita memiliki rumah, bangunan terpisah. Bukan apartemen.” Dylan menjelaskan maksudnya walau tampak sedikit ragu.“Kita membutuhkan rumah yang lebih besar dan kamar lebih banyak untuk anak-anak kita nanti. Tidak mungkin juga bukan kita selamanya tinggal di apartemen?” lanjut Dylan.Mendengar kata ‘anak’ di sebutkan membuat Atlanta mematung sesaat. Atlanta sungguh tidak siap untuk hal yang satu itu. Bahkan Atlanta rajin meminum obat kontrasepsi.“Jadi bagaimana pendapatmu?” tanya Dylan membuyarkan la
Setelah memahami apa tugas dan targetnya hari ini, Atlanta mengambil kunci mobil mewahnya. Teringat sesuatu, Atlanta memanggil Valeria.“Valeria,” panggil Atlanta.“Ya?” sahut Valeria.“Aku tidak menyangka jika tindakanmu akan seceroboh itu. Dylan bisa mengetahui ada orang yang masuk ke apartemen kami karena kau menginjak karpet dan menggesernya sedikit.”Valeria membulatkan mata, terkejut. “Sungguh? Dylan mengetahuinya?”“Dia bahkan mengajakku pergi ke ruang teknisi. Untuk saja aku segera retas dan rusak CCTV. Jika tidak, kau akan ketahuan dan hubungan kita menjadi rumit,” balas Atlanta.“Aku akui Dylan sangat teliti,” puji Valeria.“Tapi, terima kasih. Satpam melihat dengan jelas jika aku yang menggunakan mobil itu ke apartemen, karena itu aku membutuhkan bantuanmu.”Valeria tersenyum geli melihat ekspresi Atlanta yang sangat jelas sedang menu
Dylan mendesah pelan karena hari ini ia harus menyamar menjadi seorang paket. Dylan menatap Zunaira dan Orion malas.“Sungguh aku harus berpenampilan seperti ini di Las Vegas? Kota penuh hura-hura?” tanya Dylan, memastikan sekali lagi.Zunaira dan Orion kompak mengacungkan jari jempol kepada Dylan.“Kau tetap tampan,” puji Zunaira, supaya Dylan berhenti berkecil hati.“Kau tukang paket tertampan seantero Las Vegas,” tambah Orion.Dylan berdecih sinis mendengar pujian omong kosong yang di lontarkan untuknya. Tentu saja Dylan tak percaya dengan pujian palsu itu. Dylan bukan lagi anak kecil yang mudah di bujuk.Walau ini bukan pertama kalinya Dylan menyamar sebagai seorang tukang antar paket, tapi ini adalah pertama kalinya Dylan menyamar seperti ini di sebuah kota dosa yang mewah, Las Vegas.“Kau tidak berharap menyamar menjadi seorang bartender atau pembisnis bukan?” imbuh Orion.D
Akhirnya Dylan menemukan target yang sudah mabuk dan sedang menari bersama wanita berambut pendek yang Dylan lihat tadi. Wanita itu memunggungi Dylan dan badannya terus bergerak menari dengan lihai. Dari belakang saja Dylan bisa mengetahui dengan jelas jika wanita itu adalah wanita pesta. Dengan berani Dylan menghampiri Atlanta dan Tony yang sedang asik menari. Melihat seorang manusia aneh yang datang menghampiri mereka, Atlanta mulai menyadari adanya keanehan. ‘Tukang paket di kasino? Tony tak sebodoh itu untuk menerima sebuah paket dari tukang kurir antar paket yang berpakaian lusuh,’ batin Atlanta. Atlanta memilih untuk memeluk Tony dan mengambil dompet milik Tony. Dompet tersebut akan menjadi kartu kedua Atlanta jika malam ini Tony gagal mengantarnya ke rumah bordil tersebut. “Maaf Tony, aku tidak ingin bekerja sama dengan orang bodoh. Aku berubah pikiran,” gumam Atlanta. Kedua kaki Dylan berhenti melangkah di hadapan Atlanta dan
Atlanta berdecak kesal melihat sebuah bangunan dengan penjagaan ketat di depannya saat ini. “Ini semua karena kurir sialan tadi. Kenapa aku harus lari? Bukankah aku bisa menghajarnya? Aku jadi kehilangan Tony gara-gara kurir sialan itu,” gerutu Atlanta. “Percuma aku mengajak Tony, pria itu hanya bisa di manfaatkan.” Atlanta segera turun dari mobil dan masuk ke rumah bordil melalui pintu depan. Dengan bangga Atlanta menunjukkan sebuah kartu identitas milik Tony yang kini berada di tangannya kepada salah satu penjaga tersebut. “Tony memberiku ini sebagai jaminan jika dia memberikanku aksses untuk masuk ke rumah bordil ini,” ujar Atlanta. Ketika penjaga tersebut hendak menghubungi atasannya, Atlanta segera mencegahnya. “Bosmu sedang mabuk di kelab. Aku dan dia sedang berpesta di kasino. Aku harus masuk, aku memiliki urusan pribadi di sini. Aku sudah mendapatkan izin dari Bossmu.” Penajaga tersebut menatap Atlanta ragu sebelum akhirnya mem