Share

6. Deren Prasetyo Diningrat

Deren tersenyum dengan bangga mendengar desahan wanita yang sekarang berada di bawah tubuhnya.

Ia adalah laki-laki normal dengan fisik kuat dan hasrat yang besar. Dan nyatanya ia mampu melakukan itu dengan baik, bahkan lebih.

Deren marah saat bayangan persetubuhan antara mantan tunangannya, Lisa dengan pria lain tiba-tiba memenuhi otaknya.

Karena marah, Deren pun mempercepat gerakan tubuhnya dengan geram. Ia terus menghujam wanita itu dengan kasar, dirinya tak peduli jika pelacur ini akan mati karena desakan-nya. 

"Amm-am pun ... Tu-an," wanita itu bicara dengan susah payah, memohon belas kasih dari laki-laki di atasnya.

Permohonan wanita itu didengar oleh Deren. Tapi bukannya melambat, Deren justru merasa lebih bernafsu. Ia merasa akan segera mendapatkan pelepasan, Deren pun semakin mempercepat gerakannya dan tak lama terdengar erangan kenikmatan dari bibir sexy laki-laki itu.

Setelah pelepasannya, Deren segera menarik keluar miliknya dari tubuh wanita itu dan turun dari ranjang. Ia berjalan menuju kamar mandi, berniat membersihkan diri.

Di bawah guyuran air, Deren terus mengumpat kepada dirinya sendiri. "Sial! dasar wanita busuk! bagaimana bisa kau lakukan ini padaku?" keluhnya frustasi. Rahangnya mengeras saat bayangan persetubuhan Lisa dengan selingkuhannya muncul lagi. Deren begitu terluka.

Setengah jam kemudian Deren keluar dari kamar mandi, karena merasa pikirannya kembali jernih seteleh diguyur air shower.

Deren melihat wanita yang baru dipakainya belum juga pergi, membuat otaknya kembali mendidih. "Kau belum pergi?!" tanyanya ketus dengan tatapan jijik.

"Tentu saja, aku lelah setelah melayani mu. Ijinkan aku untuk tidur ...,"

"Keluar!" perintah Deren keras dan dengan cepat memotong perkataan wanita itu.

"Tapi, kita baru saja ber-cin ...,"

"Stop!" 

Deren muak jika diingatkan tentang itu. "Jangan lancang!" Rahangnya mengeras.

"Kita tidak melakukannya, aku membayar kamu." Deren dengan gamblang mengatakan itu, ia melakukannya hanya untuk balas dendam kepada Lisa.

Laki-laki itu ingin Lisa tau, jika ia bisa mendapatkan wanita manapun hanya dengan satu jentikan jari. Ia tidak akan rapuh hanya karena tunangannya selingkuh. 

Bahkan banyak wanita di luaran sana yang mengantri untuk ia tiduri. Bagi Deren yang sekarang, Lisa bukanlah apa-apa. Wanita itu hanya butiran debu yang pernah menyelip dan membutakan matanya.

"Keluar!" teriak Deren keras, suaranya menggema sampai memenuhi ruangan kamar.

Merasa takut, wanita itu langsung merangkak turun dari ranjang. Ia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai, lalu memakainya dengan terburu-buru. 

Pakaiannya sudah rapi, ia pun meraih tas tangannya, dan bersiap pergi dari apartemen Deren.

"Tunggu!"

Wanita itu berhenti.

"Ini bayaran untukmu." Deren melemparkan sebuah cek ke lantai dan berbalik badan lagi.

Wanita bernama Vina itu merunduk untuk mengambil kertas putih di lantai, muncul senyuman tipis saat netra-nya melihat nominalnya.   

Vina melanjutkan langkahnya begitu saja tanpa menoleh Deren. Bahkan ia tidak mengucapkan sepatah katapun kepada laki-laki yang biasa membayar-nya itu.

Heh!

Deren mencibir jijik, "Wanita hanya peduli dengan uang, uang dan uang. Menjijikkan!" 

Deren benci wanita yang rakus dengan uang. Sebenarnya yang ia benci itu Lisa, tetapi semua wanita menjadi target ketidaksukaan nya.

Ia meninju dinding hingga permukaannya bergetar, mencoba melupakan emosinya.

Saat melihat bingkai fotonya bersama Lisa di atas nakas, emosinya semakin meledek. Ia meraih bingkai kayu itu lalu melemparnya ke lantai dan terdengar suara kaca pecah. 'PRANK'

Belum puas. 

Deren juga menurunkan bingkai foto keduanya yang tersusun rapi di rak dinding, dan melemparnya asal ke lantai.

Setelah lantai penuh dengan pecahan kaca, ia masih belum berhasil meredam emosinya. Deren pun menghancurkan semua barang yang ada di dekatnya tanpa tersisa.

Kini, kamar itu hancur berantakan seperti kapal pecah.

Ini terjadi seperti malam-malam sebelumnya, Deren akan selalu menghancurkan kamarnya setelah selesai bercinta.

Deren keluar dari kamar dan berjalan ke dapur. Ia mengambil sebotol minuman beralkohol dari rak dan satu gelas di tangan lainnya.

Ia duduk di kursi bar tender yang terhubung langsung dengan dapur apartemen-nya. Satu gelas wine ditandaskan Deren dalam sekali teguk. Pikirannya semakin kacau, saat otaknya dipenuhi oleh ingatan hari itu. Hari dimana ia menangkap basah Lisa sedang bersetubuh dengan pria lain di apartemen milik wanita itu.

Deren marah, ia kesal karena bayangan itu enggan meninggalkan pikirannya. Ia pun meminum wine langsung dari botolnya sampai habis tak tersisa. 

Deren adalah peminum yang hebat, menandaskan satu botol wine belum bisa merobohkan tubuh bajanya. Ia berjalan menuju rak wine, dan mengambil beberapa botol lagi dengan dua tangannya. 

Deren membuka semua tutup botol. Ia meminum wine langsung dari botolnya satu persatu seolah-olah itu air mineral. 

Saat semua isi botol telah Deren tandaskan seorang diri, barulah ia merasakan pusing. Ia merasakan kepalanya begitu berat dan seolah-olah ingin meledak. Wajahnya berubah merah padam, dan sulit baginya untuk mempertahankan kesadarannya. 

Deren pun tertidur setelah berhasil mengusir bayangan Lisa dari otaknya.

***

Jam dinding menunjukkan pukul 11:00.

Deren membuka mata, lalu menguap. Ia sesekali menutup dan membuka kelopak matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam netra-nya. 

Ia merenggangkan kedua tangannya bebas lalu terdengar suara 'prank' dan hampir membuatnya berdiri karena terkejut. Deren baru sadar jika ternyata dirinya tertidur di sini sejak semalam.

Deren melihat ke bawah, dan menatap pecahan botol wine yang sudah memenuhi lantai. 

"Berapa banyak yang aku minum semalam?" tanyanya pada diri sendiri.

Ia mengalihkan pandangannya, menghitung jumlah tutup botol wine yang ada di meja. "Satu ... dua ... tiga ... empat ... lima ...." Deren hampir tidak percaya. "Aku mendapat rekor baru," ujarnya, dan tanpa sadar bibirnya naik sebelah.

Deren bergerak untuk mencari sapu dan sekop. Tetapi ia tidak berhasil menemukannya. Suara ponsel dengan nada dering lagu Haru Haru dari Big Bang, menarik Deren dari dapur untuk menuju kamarnya.

Tak lama, ia tiba di kamar.

"Wow!" Deren lebih terkejut saat melihat keadaan kamarnya. "Apa aku melakukannya lagi?" Katanya polos.

"Begini juga bagus," imbuhnya tanpa dosa.

Deren baru ingat dengan tujuannya masuk kamar, yaitu mengambil ponselnya yang lagi-lagi kembali berdering.

Ia melihat ID penelepon lebih dulu sebelum akhirnya menggeser ikon hijau di layar ponselnya.

"Pagi, Mam." Deren menjawab seceria mungkin.

"Pagi kepalamu! Cepat pulang!"

Teriakan di ujung telepon membuat Deren menjauhkan ponsel itu dari telinganya. "Iya," jawab Deren lalu mengakhiri sambungan itu lebih dulu.

Deren menghubungi asistennya. "Ben, jemput saya di apartemen, 10 menit." Deren mematikan sambungan setelah  selesai bicara.

30 menit kemudian. Deren sudah rapi dengan setelan jas abu-abu dan kemeja putih di dalam. Ia turun ke area parkiran bawah. Asistennya sudah menunggu di samping pintu mobil yang sudah terbuka.

Deren masuk ke dalam mobil, disusul asistennya. "Pulang ke rumah," perintahnya kepada asistennya, Ben.

Ben pun segera menyalakan mesin mobil, dan melaju menuju ke kediaman keluarga Prasetyo.

Deren yang duduk di kursi penumpang hanya diam selama perjalanan. Ia sedang menyiapkan mental untuk menghadapi orang tuanya, terutama ibunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status