Share

24

Aku membuka mata sedikit saat mendengar tangisan kencang Qila. Lalu dengan gerakan perlahan beranjak bangun, mengulurkan tangan pada Qila yang terus menangis dalam posisi tengkurap. Terlihat dua bulir air mata di pipinya yang gembul.

Aku mengendus. “Duuh, kamu pup, yaa? Puantes anak bunda nangis terus.”

Kubawa Qila ke ruang tengah di mana Mas Rasya tengah duduk di sofa menonton acara sepak bola. Aku mengambil tisu basah dari tas bedak di laci dekat televisi lalu memasukkan pempes ke dalam plastik. Jarum jam telah menujukkan 02;30.

“Tidak dicebokin?”

Aku menoleh. Mas Rasya menatapku dengan kening berkerut.

“Ini tisu basah sama saja, Mas.”

“Memang bersih?” Ia memicingkan sebelah matanya.

“Bersih.”

“Harusnya dicebokin. Qila kan bukan bayi satu bulan lagi.”

Kucueki saja. Kalau urusan masak memang aku tidak bisa, tapi kalau soal anak, bisalah. Ketika Adnan masih bayi lebih seringnya aku yang mengurus bukannya si baby sitter yang dikerjakan Ibu. Doaku waktu itu, siapa tahu dengan rajin meng
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status