Share

NASI BERKAT
NASI BERKAT
Author: Fizchanayla

1. Memberi di saat sulit

Suara derit pintu yang dibuka mengalihkan pandang perempuan yang sedang duduk di kursi reot yang penuh tambalan sana sini. Senyumnya mengembang saat tau siapa yang pulang.

"Assalamualaikum,"

"Wallaikumsalam. Udah pulang, Nduk?" jawab dan tanya Mak Siti, Erna meraih tangan kanan emaknya lalu menciumnya takzim.

"Pak Udin ada acara nanti jam tujuh, jadi ngajinya cuma dikit." Erna menjawab sambil menghenyakkan diri di kursi. Mengambil toples plastik berisi krupuk gendar, cemilan kesukaanya.

Sambil mengunyah matanya mengamati sekeliling ruang tamu yang sekaligus jadi ruang makan. Hanya ada meja kayu yang sudah mulai lapuk, dengan 4 kursi kayu yang juga ditambal sana sini dengan bambu yang diikat kawat agar tetap kuat menopang tubuh yang duduk di atasnya. Di sudut sebelah kanan ada beberapa karung gabah hasil dari derep sawah. Ya, Mak Siti tak akan pernah melewatkan setiap panen padi. Saat itulah yang selalu ditunggu, karena dengan derep itu artinya dapur masih bisa mengebul.

Erna anak semata wayang Mak Siti dan Pak Kasno, sebenarnya dia punya saudara laki-laki tapi sudah meninggal 5 tahun lalu. Hidup penuh keterbatasan tak membuat keluarga itu mengeluh. Sekecil apapun yang mereka punya selalu disyukuri.

"Hidup cuma sebentar jangan banyak ngeluh, tapi banyakin bersyukur biar tambah nikmat dan berkah." Nasehat Pak Kasno yang selau diingat anak istrinya.

"Bapak kemana Mak kok sepi? Biasanya dengerin radio jam segini," tanya Erna.

"Lagi kenduri Nduk di rumah Pak Lurah, acara khaul. Sebentar lagi juga pulang," jawab amak Siti tanpa menoleh, matanya fokus pada tampah di pangkuannya.

Mata Erna berbinar mendengar jawaban emaknya. "Wahhhh makan enak malam ini, asyikkkk."

Mak Siti tersenyum melihat anaknya. Mereka jarang makan enak, bahkan dalam setahun bisa dihitung dengan jari. Mak Siti dan pak Kasno bersyukur anaknya tak pernah menuntut ini itu, makanpun tak pilah pilih. Bagi Erna apapun yang dimasak emaknya itu lezat.

Orangtuanya hanya buruh serabutan, ditambah bapaknya yang punya penyakit asma membuat pak Kasno tak bisa bekerja terlalu keras. Disaat teman-temannya asyik bermain Erna sibuk membantu menutu gabah, agar esok keluarganya bisa makan. Kesulitan dan keterbatasan membuat Erna menjadi sosok yang tangguh, pekerja keras, mandiri, dan cerdas.

Di sekolah pun selalu menjadi juara. Dirinya bertekat suatu saat bisa mengangkat derajat kedua orangtuanya.

Tas koyak, sepatu bolong, baju sragam lusuh, tak membuatnya minder.

Selang 10menit terdengar pintu terbuka, wajah Pak Kasno menyembul dari balik pintu.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Mak Siti dan Erna serempak.

Mata Erna mengamati bapaknya penuh selidik karena tak mendapati kantong kresek di tangan bapaknya.

Pak Kasno tersenyum, lantas mendekati putrinya. Berjongkok di depannya lalu menggenggam tangan Erna. Setelah menatap lekat mata putrinya, Pak Kasno mulai bercerita.

"Malam ini kita makan nasi lauk gendar aja ya, tadi bapak dapet rejeki berkat alhamdulillah." Pak Kasno menarik napas sejenak sebelum melanjutkan ceritanya.

"Pas lewat pos ronda bapak ketemu orang, sepertinya bukan warga kampung sini. Bapak berhenti untuk sekedar menyapa, ehhh ternyata dia lagi kelaparan Nduk, dari kemarin belum makan, keliatan sih dari wajahnya pucet terus lemes. Yaudah bapak kasih aja berkatnya."

Pak Kasno berdiri lalu duduk di kursi. Ada perasaan menyesal dan bersalah, karna anak istrinya tak jadi makan enak.

"Bapak tau gak? Bapak itu hebat banget, aku bangga sama bapak."

Pak Kasno dan Mak Siti saling pandang, tak menyangka putrinya akan berkata demikian.

"Berbagi di kala ada itu biasa, tapi berbagi saat kita susah itu luar biasa." Erna berucap sambil memeluk bapaknya.

Seketika Mak Siti menangis haru, putri kecilnya sudah bisa berpikir dewasa, jauh melampaui umurnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status