Share

-3- First Hunt

If I can’t find you now

I stil have forever to

Malam itu, Dean memulai perburuan pertamanya. Berlari cepat melewati hutan di sekitar danau Fenske, melewati Virginia, Duluth, Cloquet, lalu terus ke selatan. Dia akan memulai pencarian dari bagian selatan Minnesota. Dean memulai pencariannya dari Preston. Ia menyisiri perbatasan, terus hingga ke Worthington.

Ia sempat mencari tahu di beberapa kedai minum lokal dan mendengar para penduduk juga membicarakan tentang menghilangnya orang-orang secara misterius. Beberapa orang berpikir itu perbuatan beruang yang terlepas dari hutan penangkaran, tapi sejauh ini, tak ada seorang pun yang melihat penampakan beruang itu.

Ketika tiba di Winona, Dean berhenti di sebuah kedai minum dan mendengarkan percakapan tiga orang pria yang duduk di seberang ruangan tentang serangan-serangan itu. Minggu lalu ada penyerangan di daerah ini. Tapi, tak ada satu pun yang menyaksikan apa yang terjadi. Seorang gadis muda yang ada di tempat kejadian juga berkata bahwa dia tidak melihat apa-apa, meskipun para penduduk mencurigainya.

Dean mulai curiga. Seorang gadis berada di tempat kejadian, mungkin melihat penyerangan itu, tapi tak mengatakan apa pun tentang itu. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Dean memfokuskan pendengarannya pada percakapan di meja seberang ruangan itu. Bagaimanapun, pendengaran sensitifnya ini menangkap terlalu banyak suara yang tidak penting juga jika ia tidak fokus.

“Putri keluarga Rockfeller itu pasti tahu sesuatu,” seorang pria bertubuh gemuk yang kurang lebih berusia empat puluh tahunan berbicara pada temannya yang memakai topi baseball.

Temannya itu mengangguk. “Tapi, dia tidak mengatakan apa pun, bahkan tidak pada keluarganya. Aku kenal dengan pamannya. Dan dia tidak mendapat informasi apa pun dari gadis itu.”

“Keluarga Rockfeller yang tinggal di ujung jalan? Kudengar mereka sangat ramah,” celetuk seorang lainnya.

“Benar. Putri mereka itu memang baru kembali beberapa bulan lalu dari Paris. Pamannya bilang, dia sangat ramah dan periang. Tapi sejak kejadian itu, kudengar dia menjadi pendiam dan suka mengurung diri di kamarnya,” pria bertopi itu berkata.

“Apakah mungkin jiwanya terganggu karena melihat penyerangan itu? Kudengar setidaknya tiga orang hilang dalam penyerangan itu. Salah satunya putra keluarga Dough yang suka membuat masalah itu,” pria gemuk tadi berbicara.

Pria bertopi yang duduk di sebelahnya menggeleng. “Entahlah, tapi dia melakukan kegiatannya seperti biasa seperti orang normal lainnya. Dia hanya … menjadi aneh dan pendiam.”

Dean merasa pembicaraan para pria itu tidak akan bisa lebih jelas lagi dibandingkan cerita dari gadis Rockfeller itu sendiri. Jadi, hanya ada satu cara bagi Dean untuk memastikan itu. Setelah membayar minuman yang bahkan tak disentuhnya, Dean bergegas meninggalkan kedai minum itu dan mencari rumah keluarga Rockfeller.

Dean melompat ke atap rumah di sepanjang jalan itu dan berlari dengan kecepatan yang tak bisa ditangkap mata manusia. Begitu tiba di atap rumah keluarga Rockfeller, Dean melompat turun ke pintu belakang.

Dean menguping ke dalam. Tidak ada suara apa pun, menandakan para penghuninya sudah tidur. Dean mengeluarkan pisau serbagunanya untuk membuka pintu belakang rumah itu. Dean yang terbiasa dengan kegelapan tak terlalu kesulitan ketika berada di dalam rumah yang sudah gelap itu.

Dean berjalan keluar dari dapur, menajamkan telinga, mendengar dengkuran dan napas teratur para penghuninya yang sudah lelap. Dean berkonsentrasi pada suara-suara itu. Lalu, ia mendengar suara igauan pelan.

“Tidak … aku berjanji … tidak akan melakukannya …” igauan itu datang dari kamar di lantai dua.

Dean mengenalinya sebagai suara perempuan. Dean berjalan ke arah tangga, dan dengan satu lompatan, ia sampai di lantai dua. Ia mencari sumber suara. Matanya menatap bagian bawah pintu-pintu kamar di lantai dua itu. Lalu ia melihat seberkas cahaya yang lolos dari bawah pintu. Kamar itu …

Dean berjalan cepat ke sana, lalu mendengarkan dengan lebih seksama. Terdengar desahan berat napas dari dalam. Dean menunggu selama beberapa saat sebelum kemudian menerobos masuk, mengejutkan penghuni kamar itu. Tapi, sebelum penghuni kamar itu, –seorang gadis berusia dua puluh tahunan dengan rambut pirang, menjerit, Dean sudah muncul di depannya dan membekap mulutnya.

“Jangan berteriak. Aku juga sama dengan orang yang menyerang anak keluarga Dough itu,” bisik Dean. “Katakan padaku, apa yang orang itu lakukan dan aku tidak akan menyakitimu.”

Gadis itu tampak pucat, tapi kemudian dia mengangguk. Dean menatap mata gadis itu, dan setelah yakin gadis itu tidak akan berteriak jika Dean melepaskannya, dia pun melepaskan gadis itu dan mengambil jarak.

Suara gadis itu hanya berupa bisikan ketika ia mulai berbicara, “Dia … tiba-tiba muncul … ketika aku nyaris celaka …”

Untung pendengaran Dean sangat tajam, sehingga ia tidak kesulitan mendengar kata-kata gadis itu. “Kau nyaris celaka?”

Gadis itu mengangguk. “Malam itu … aku baru pulang dari tempat kerjaku. Lalu … Thomas Dough dan teman-temannya … mereka mabuk ketika mencegatku ….” Gadis itu menelan ludah dengan ngeri. “Mereka berniat jahat padaku … membawaku ke gang yang gelap … lalu, tiba-tiba orang itu muncul. Saat itu sangat gelap … aku tidak bisa melihatnya. Tapi, dia menyuruhku pergi. Salah seorang teman Dough berusaha menangkapku … tapi orang itu tiba-tiba sudah menarik teman Dough menjauh dariku. Aku tersandung kakiku sendiri dan terjatuh di ujung gang ketika Dough dan teman-temannya menjerit. Ketika aku melihat ke gang itu … orang itu … melakukan hal yang sangat mengerikan …”

Gadis itu bergidik. Lalu terdiam, menerawang, seolah kembali ke saat itu. Dean menunggu dengan sabar. Dia bisa menebak beberapa kejadian mengerikan yang dimaksud gadis itu, tapi ia belum memastikan, kejadian mana yang ia maksud.

“Dia … aku tidak tahu bagaimana, dia bahkan tidak memegang senjata apa pun, tapi dia … dengan mudahnya, menarik lepas tangan Dough dari tubuhnya. Itu … sangat mengerikan. Mereka semua … mati dengan sangat mengerikan. Kemudian … potongan tubuh mereka terbakar.” Gadis itu kembali bergidik ngeri. “Sebelum pergi, orang itu mendatangiku dari belakang dan berkata … agar aku tidak mengatakan apa pun pada orang-orang … atau dia akan membunuhku dan keluargaku … dengan cara yang sama seperti ia membunuh Dough dan teman-temannya. Dan ketika orang itu pergi … angin kencang berembus menerbangkan abu yang tersisa … dan aku sendirian di sana …”

Gadis itu tampak ngeri ketika menatap Dean.

“Ketika orang-orang datang dan bertanya siapa yang berteriak … aku menyebutkan nama Dough. Lalu, mereka mulai menanyakan banyak hal yang membuatku bingung dan … aku tak sadarkan diri. Aku tak tahu apa yang terjadi setelah itu … selain teror yang menghantui kota ini. Orang-orang bertanya padaku … tapi aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Aku takut dia akan membunuhku … dan keluargaku …” Suara gadis itu bergetar karena takut.

“Kau tidak perlu khawatir,” Dean menenangkan gadis itu. “Aku datang kemari untuk menangkap orang itu. Kurasa ada baiknya jika kau juga tak mengatakan tentang aku pada orang-orang. Aku ingin memberi kejutan pada orang itu.”

Gadis itu mengangguk takut-takut.

“Terima kasih atas informasinya, Miss Rockfeller,” ucap Dean ramah.

Gadis itu kembali mengangguk. Dean sudah berbalik dan hendak keluar, tapi gadis itu menahannya,

“Tunggu …” ucap gadis itu. “Kau … apakah kau mengenal orang itu?”

Dean berbalik dan menggeleng pada gadis itu. “Tapi, kami sama-sama makhluk yang mengerikan,” jawabnya.

Gadis itu tampak ragu, tapi kemudian dia berkata, “Bagaimanapun … dia telah menyelamatkanku waktu itu. Kupikir … jika kau tidak keberatan … bisakah kau mengucapkan terima kasihku padanya?”

Dean melongo sesaat.

“Bukan untuk tindakan kejamnya itu,” kata gadis itu cepat. “Hanya saja … meskipun melihat kejadian itu secara langsung sangatlah mengguncangku, tapi … aku tetap berterima kasih padanya. Dia telah menyelamatkanku, dan … orang-orang itu … mereka memang selalu membuat masalah di kota ini, jadi …”

“Dia itu monster yang mengerikan, Miss Rockfeller,” Dean mengingatkan.

“Aku tahu, hanya saja … dia tidak menyakitiku saat itu. Dia … menyelamatkanku …” ucap gadis itu.

Dean menelengkan kepalanya. “Baiklah, akan kusampaikan terima kasihmu padanya begitu kami bertemu nanti,” janjinya.

Gadis itu tersenyum lemah. “Terima kasih,” ucapnya tulus.

Dean membalas dengan senyum tipis. “Sebagai balasannya, bisakah kau belajar melupakan kejadian mengerikan itu dan kembali menjadi dirimu yang dulu?”

Gadis itu tampak terkejut. Dean tak menunggu jawaban gadis itu ketika ia berbalik dan keluar dari kamar itu, lalu berlari turun dan menyelinap lewat pintu belakang. Dean melompat ke atap dan berlari melewati atap demi atap, sesekali turun di jalanan yang gelap.

Dean mendengus geli memikirkan dirinya akan mengucapkan terima kasih pada newborn yang mungkin akan membunuhnya juga. Dean agak terganggu dengan kata-kata si gadis Rockfeller tentang newborn itu.

“Dia … menyelamatkanku …”

Monster macam apa yang bisa membunuh dengan begitu kejam, tapi membiarkan saksi mata tetap hidup? Tapi, tadi gadis itu mengatakan bahwa orang-orang yang dibunuh newborn itu suka membuat masalah di kota ini. Apakah mungkin … newborn itu juga punya tujuan menyerang para manusia ini?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status