Share

-6- First Fight

Under your attack

I could do nothing

Everytime I got your look

I’m  frozen

Sejak jam delapan malam, Dean sudah menyusuri sepanjang sungai, dan tak sampai dua jam, ia sudah kembali menyusuri arah sebaliknya. Tapi, ia belum juga menemukan keberadaan newborn itu. Ke mana perginya newborn itu?

Dean akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan ke kota-kota di sekitar sungai. Di Minneapolis, Dean menggagalkan perampokan lima pria. Mereka beruntung, Dean tidak sedang berminat memberi mereka pelajaran, karena perhatiannya sepenuhnya tersita pada perburuannya.

Dari Minneapolis, Dean berjalan hingga ke Bloomington. Sebelum kemudian berlari ke arah hutan hingga ke tepi sungai. Dean berlari kembali ke arah Minneapolis. Ketika ia tiba di Brooklyn Park, salah satu kota di sekitar Minneapolis yang berada tepat di sisi barat sungai Mississippi, Dean menyeberang ke Saint Paul.

Tepat ketika Dean memasuki Saint Paul, ia merasakan kehadiran newborn buruannya. Dean tidak tahu bagaimana, tapi setelah bertemu dengan newborn itu, kini ia mungkin mulai bisa merasakan kehadirannya. Dean berlari menuju pusat kota. Ia menghentikan langkahnya ketika telinganya menangkap suara newborn itu, suara yang berbeda dari suara manusia lainnya.

“Pergilah, dan jangan katakan apa pun pada orang-orang, atau aku akan membunuhmu, dan seluruh keluargamu,” newborn itu berkata.

Dean mencari asal suara itu, lalu berlari secepat mungkin ke sumber suara. Dean tiba di sana tepat ketika seorang pria berlari keluar dari jalanan gelap, dengan tergesa dan ketakutan. Dean menepi di ujung jalan, bersembunyi dan menunggu. Apa yang akan dilakukan newborn itu?

Dean mendengus kesal ketika mendengar suara siulan menggoda dari seseorang yang ada di jalanan gelap itu bersama si Newborn. Dean mengintip untuk melihat lawan newborn itu. Seorang pria yang membawa pisau dengan mengancam.

“Sedang berjalan-jalan malam, Manis?” Suara pria itu terdengar begitu memuakkan di telinga Dean.

Dean mendengar dengusan mengejek dari newborn itu. “Apa kau merasa beruntung karena bertemu denganku?”

Pria itu tertawa, lalu dia melangkah mendekati newborn itu. “Bertemu dengan gadis cantik di jalanan yang gelap, kurasa aku belum pernah merasa lebih beruntung dari ini,” katanya.

Oh, men … sayangnya dia bukan gadis biasa, ucap Dean iba dalam hati.

“Baguslah,” balas newborn itu santai. “Aku sedang ingin bermain-main.” Dean bahkan bisa merasakan senyum dari nada suara newborn itu.

Dean keluar dari persembunyiannya, tapi ia tidak berniat bergabung dengan pertempuran itu. Matanya menembus dalam gelap, memperhatikan newborn itu dalam balutan jaket baseball merah dan kaos hitam bertudung, –ia memakai tudungnya, berpadu jeans ketat, tampak nyaris seperti gadis normal lainnya, kecuali untuk kulit pucat dan mata merahnya. Dean sempat melihat sneakers-nya sebelum ia berlari ke arah pria malang itu.

Dean tidak sempat memperhatikan penampilannya di pertemuan pertama mereka, dan mendapati penampilan newborn itu saat ini, Dean mau tak mau harus mengakui style-nya yang menggambarkan diri newborn itu. Mengerikan, tapi simple dan santai. Seperti caranya menyerang para korbannya.

Kesiap kaget pria itu tertangkap telinga Dean tatkala si newborn merebut pisaunya. Lalu, desis kesakitan pria malang itu menyusul setelah si newborn menggores lengannya.

“Kau … siapa kau …?” panik pria malang itu.

Tak ada jawaban, tapi kemudian sabetan lain mendarat di kaki pria itu, membuatnya mengerang kesakitan. Dean berusaha mengikuti gerakan newborn itu ketika ia menyerang perut pria itu, membuat pria itu kembali mengerang kesakitan.

“Kau … pembunuh itu …” panik pria itu seraya berjalan mundur hingga menabrak dinding.

Newborn itu berhenti di depan pria malang itu, tersenyum kejam, mengangkat belati di tangannya. Pria itu berteriak ketika belati itu menghunjam jantungnya. Teriakannya lenyap, berganti erangan pelan. Newborn itu lalu menggigit leher pria itu, menghisap darahnya, sebelum kemudian, mematahkan lehernya.

Dean tak terlalu suka dengan eksekusi kasar newborn itu. Jelas sekali dia sangat haus darah dan membunuh. Newborn itu bahkan tampak menikmati ketika dia mulai mencabik-cabik tubuh korbannya dan menumpuknya di sudut jalan, sebelum membakarnya.

Cahaya dari api yang membakar tubuh pria malang tadi menyinari wajah dingin newborn itu. Wajah dingin yang tampak begitu rileks, bahkan setelah apa yang dia lakukan tadi. Lalu, masih dengan santai, newborn itu membersihkan mulutnya dari sisa darah pria malang tadi dengan punggung tangannya.

“Kenapa kau tidak berusaha menolongnya?” Suara newborn itu menyentakkan Dean.

Dean mengulangi pertanyaan newborn itu dalam kepalanya, dan mengumpat pelan. Ia hanya … yah, ia tidak terlalu menyukai pria itu karena dia … tampaknya berniat jahat pada newborn itu. Tapi … astaga, sepertinya Dean sudah gila! Bagaimana bisa dia membiarkan newborn itu membunuh di depan matanya? Dean memaki dirinya sendiri dalam hati.

“Kau bahkan tidak berusaha menyerangku,” kata newborn itu lagi. “Ada apa, Hunter?”

Dean menahan napas ketika tiba-tiba newborn itu sudah berdiri di hadapannya. Mata merah gelapnya menatap langsung ke mata merah gelap Dean. Dan seketika itu, Dean merasa tubuhnya beku. Tidak. Ini tidak mungkin. Dean sudah meminum cukup darah untuk menghadapi pertemuannya dengan newborn ini. Tapi …

“Kenapa kau tidak bernapas jika aku berada di dekatmu?” Newborn itu tampak penasaran.

Karena aku tidak bisa, Dean mengakui dalam hati.

“Tapi, kau baik-baik saja bukan, jika tidak bernapas? Aku juga tidak perlu bernapas,” lanjut newborn itu dengan santai. “Apa kau kemari hanya untuk menontonku membunuh?” tanya newborn itu geli.

Ketika newborn itu melangkah mundur, perlahan tubuh Dean mulai bisa bergerak. Newborn itu tampaknya tak sadar akan apa yang dilakukannya pada Dean. Dia belum menyadari kekuatannya, karena jika dia tahu, dia tidak akan mundur semudah itu dan memberikan Dean kesempatan untuk menyerang. Dia mungkin berpikir kekuatannya bisa melumpuhkan Dean seperti sebelumnya. Dia tidak tahu …

“Sebenarnya, aku ingin membunuhmu, tapi tampaknya kau selemah vampir lainnya,” kata newborn itu lagi.

Dean tersenyum dingin. Untuk seorang newborn yang tak pernah ceroboh dalam berburu, kali ini dia melakukan tindakan yang sangat ceroboh.

“Apa kau sedang merencanakan sesuatu?” Newborn itu menelengkan kepala, tampak penasaran.

“Ya,” jawab Dean seraya maju selangkah. Ia sempat melihat keterkejutan di wajah cantik newborn itu sebelum newborn itu melompat ke puncak gedung-gedung tinggi di sekitar mereka, lalu berlari ke arah sungai.

Dean mengikuti newborn itu tanpa kesulitan. Kali ini, Dean tidak akan melepaskan newborn itu. Ketika newborn itu menyeberang ke sisi barat sungai, Dean tetap bertahan di sisi kiri sungai, tapi ia menyejajarkan posisinya dengan posisi newborn itu.

“Kenapa kau memburu bangsamu sendiri?” Pertanyaan pelan newborn itu sampai di telinga Dean.

Haruskah Dean menjawab itu? Atau, perlukah newborn itu bertanya setelah semua kekacauan yang dia lakukan ini?

“Kenapa …” newborn itu kembali bertanya, “kau memburuku?”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status