Under your attack
I could do nothing
Everytime I got your look
I’m frozen
Sejak jam delapan malam, Dean sudah menyusuri sepanjang sungai, dan tak sampai dua jam, ia sudah kembali menyusuri arah sebaliknya. Tapi, ia belum juga menemukan keberadaan newborn itu. Ke mana perginya newborn itu?
Dean akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan ke kota-kota di sekitar sungai. Di Minneapolis, Dean menggagalkan perampokan lima pria. Mereka beruntung, Dean tidak sedang berminat memberi mereka pelajaran, karena perhatiannya sepenuhnya tersita pada perburuannya.
Dari Minneapolis, Dean berjalan hingga ke Bloomington. Sebelum kemudian berlari ke arah hutan hingga ke tepi sungai. Dean berlari kembali ke arah Minneapolis. Ketika ia tiba di Brooklyn Park, salah satu kota di sekitar Minneapolis yang berada tepat di sisi barat sungai Mississippi, Dean menyeberang ke Saint Paul.
Tepat ketika Dean memasuki Saint Paul, ia merasakan kehadiran newborn buruannya. Dean tidak tahu bagaimana, tapi setelah bertemu dengan newborn itu, kini ia mungkin mulai bisa merasakan kehadirannya. Dean berlari menuju pusat kota. Ia menghentikan langkahnya ketika telinganya menangkap suara newborn itu, suara yang berbeda dari suara manusia lainnya.
“Pergilah, dan jangan katakan apa pun pada orang-orang, atau aku akan membunuhmu, dan seluruh keluargamu,” newborn itu berkata.
Dean mencari asal suara itu, lalu berlari secepat mungkin ke sumber suara. Dean tiba di sana tepat ketika seorang pria berlari keluar dari jalanan gelap, dengan tergesa dan ketakutan. Dean menepi di ujung jalan, bersembunyi dan menunggu. Apa yang akan dilakukan newborn itu?
Dean mendengus kesal ketika mendengar suara siulan menggoda dari seseorang yang ada di jalanan gelap itu bersama si Newborn. Dean mengintip untuk melihat lawan newborn itu. Seorang pria yang membawa pisau dengan mengancam.
“Sedang berjalan-jalan malam, Manis?” Suara pria itu terdengar begitu memuakkan di telinga Dean.
Dean mendengar dengusan mengejek dari newborn itu. “Apa kau merasa beruntung karena bertemu denganku?”
Pria itu tertawa, lalu dia melangkah mendekati newborn itu. “Bertemu dengan gadis cantik di jalanan yang gelap, kurasa aku belum pernah merasa lebih beruntung dari ini,” katanya.
Oh, men … sayangnya dia bukan gadis biasa, ucap Dean iba dalam hati.
“Baguslah,” balas newborn itu santai. “Aku sedang ingin bermain-main.” Dean bahkan bisa merasakan senyum dari nada suara newborn itu.
Dean keluar dari persembunyiannya, tapi ia tidak berniat bergabung dengan pertempuran itu. Matanya menembus dalam gelap, memperhatikan newborn itu dalam balutan jaket baseball merah dan kaos hitam bertudung, –ia memakai tudungnya, berpadu jeans ketat, tampak nyaris seperti gadis normal lainnya, kecuali untuk kulit pucat dan mata merahnya. Dean sempat melihat sneakers-nya sebelum ia berlari ke arah pria malang itu.
Dean tidak sempat memperhatikan penampilannya di pertemuan pertama mereka, dan mendapati penampilan newborn itu saat ini, Dean mau tak mau harus mengakui style-nya yang menggambarkan diri newborn itu. Mengerikan, tapi simple dan santai. Seperti caranya menyerang para korbannya.
Kesiap kaget pria itu tertangkap telinga Dean tatkala si newborn merebut pisaunya. Lalu, desis kesakitan pria malang itu menyusul setelah si newborn menggores lengannya.
“Kau … siapa kau …?” panik pria malang itu.
Tak ada jawaban, tapi kemudian sabetan lain mendarat di kaki pria itu, membuatnya mengerang kesakitan. Dean berusaha mengikuti gerakan newborn itu ketika ia menyerang perut pria itu, membuat pria itu kembali mengerang kesakitan.
“Kau … pembunuh itu …” panik pria itu seraya berjalan mundur hingga menabrak dinding.
Newborn itu berhenti di depan pria malang itu, tersenyum kejam, mengangkat belati di tangannya. Pria itu berteriak ketika belati itu menghunjam jantungnya. Teriakannya lenyap, berganti erangan pelan. Newborn itu lalu menggigit leher pria itu, menghisap darahnya, sebelum kemudian, mematahkan lehernya.
Dean tak terlalu suka dengan eksekusi kasar newborn itu. Jelas sekali dia sangat haus darah dan membunuh. Newborn itu bahkan tampak menikmati ketika dia mulai mencabik-cabik tubuh korbannya dan menumpuknya di sudut jalan, sebelum membakarnya.
Cahaya dari api yang membakar tubuh pria malang tadi menyinari wajah dingin newborn itu. Wajah dingin yang tampak begitu rileks, bahkan setelah apa yang dia lakukan tadi. Lalu, masih dengan santai, newborn itu membersihkan mulutnya dari sisa darah pria malang tadi dengan punggung tangannya.
“Kenapa kau tidak berusaha menolongnya?” Suara newborn itu menyentakkan Dean.
Dean mengulangi pertanyaan newborn itu dalam kepalanya, dan mengumpat pelan. Ia hanya … yah, ia tidak terlalu menyukai pria itu karena dia … tampaknya berniat jahat pada newborn itu. Tapi … astaga, sepertinya Dean sudah gila! Bagaimana bisa dia membiarkan newborn itu membunuh di depan matanya? Dean memaki dirinya sendiri dalam hati.
“Kau bahkan tidak berusaha menyerangku,” kata newborn itu lagi. “Ada apa, Hunter?”
Dean menahan napas ketika tiba-tiba newborn itu sudah berdiri di hadapannya. Mata merah gelapnya menatap langsung ke mata merah gelap Dean. Dan seketika itu, Dean merasa tubuhnya beku. Tidak. Ini tidak mungkin. Dean sudah meminum cukup darah untuk menghadapi pertemuannya dengan newborn ini. Tapi …
“Kenapa kau tidak bernapas jika aku berada di dekatmu?” Newborn itu tampak penasaran.
Karena aku tidak bisa, Dean mengakui dalam hati.
“Tapi, kau baik-baik saja bukan, jika tidak bernapas? Aku juga tidak perlu bernapas,” lanjut newborn itu dengan santai. “Apa kau kemari hanya untuk menontonku membunuh?” tanya newborn itu geli.
Ketika newborn itu melangkah mundur, perlahan tubuh Dean mulai bisa bergerak. Newborn itu tampaknya tak sadar akan apa yang dilakukannya pada Dean. Dia belum menyadari kekuatannya, karena jika dia tahu, dia tidak akan mundur semudah itu dan memberikan Dean kesempatan untuk menyerang. Dia mungkin berpikir kekuatannya bisa melumpuhkan Dean seperti sebelumnya. Dia tidak tahu …
“Sebenarnya, aku ingin membunuhmu, tapi tampaknya kau selemah vampir lainnya,” kata newborn itu lagi.
Dean tersenyum dingin. Untuk seorang newborn yang tak pernah ceroboh dalam berburu, kali ini dia melakukan tindakan yang sangat ceroboh.
“Apa kau sedang merencanakan sesuatu?” Newborn itu menelengkan kepala, tampak penasaran.
“Ya,” jawab Dean seraya maju selangkah. Ia sempat melihat keterkejutan di wajah cantik newborn itu sebelum newborn itu melompat ke puncak gedung-gedung tinggi di sekitar mereka, lalu berlari ke arah sungai.
Dean mengikuti newborn itu tanpa kesulitan. Kali ini, Dean tidak akan melepaskan newborn itu. Ketika newborn itu menyeberang ke sisi barat sungai, Dean tetap bertahan di sisi kiri sungai, tapi ia menyejajarkan posisinya dengan posisi newborn itu.
“Kenapa kau memburu bangsamu sendiri?” Pertanyaan pelan newborn itu sampai di telinga Dean.
Haruskah Dean menjawab itu? Atau, perlukah newborn itu bertanya setelah semua kekacauan yang dia lakukan ini?
“Kenapa …” newborn itu kembali bertanya, “kau memburuku?”
***
Kenapa kita bertemu?Apakah itu sebuah pertanyaan?Karena … adakah alasan untuk takdir bekerja?“Kenapa …” newborn itu kembali bertanya, “kau memburuku?”Dean mendengus pelan. “Kenapa kau membunuh makhluk sejenismu sendiri?” balas Dean.“Karena mereka akan membuat masalah jika aku tidak membunuh mereka,” sahut newborn itu.“Kau juga membuat masalah, tidakkah kau sadar?” dengus Dean. Dan itulah alasan Dean memburunya.“Bukan tanpa alasan,” newborn itu membela diri. “Tapi, kau juga tidak bereaksi seperti vampir lainnya ketika kuserang,” lanjutnya.“Dan bukan tanpa alasan,” Dean memakai kalimat pembelaan newborn itu. Dean tersenyum tipis mendengar dengusan mengejek newborn itu.“Sebelumnya kau tampak selemah vampir lainnya. T
Never knew it would be this longTo see you in front of meDean mendapati tubuhnya terhipnotis ketika mata merah itu menatapnya. Ia tak bisa bergerak, tak bisa bernapas. Newborn itu berjalan ke arahnya, semakin dekat. Lalu, Dean merasakan tangan newborn itu di rambutnya.“Apa rambutmu selalu seberantakan ini?” tanya newborn itu.Dean tak bisa menjawab. Lidahnya kelu, seolah membeku di bawah pengaruh hipnotis newborn itu. Apa yang dilakukannya pada tubuh Dean?Lalu, tangan newborn itu bergerak turun ke leher Dean.“Hentikan,” Dean mendesis.Newborn itu tersenyum miring. “Aku tahu kau menginginkan ini, Hunter. Aku tahu … kau menginginkanku.”Dean mengernyit. Ia masih tak bisa bergerak ketika tangan newborn itu menyusuri lengannya turun, lalu naik lagi dan mendarat di dadanya.“Apa
Never knew it would be this longTo take you by my side“Aku hanya akan menonton, kalau begitu,” ucap Dean seraya berjalan ke tembok dan bersandar di sana.“Jika kau menyerangku saat aku sibuk dengan mereka, aku tidak akan …”“Aku bukan jenis orang yang menyerang dari belakang,” Dean menyela. “Silakan menikmati makan malammu,” lanjutnya seraya mengedikkan kepala ke arah lima orang pria yang berdiri tak lebih dari dua meter di depan newborn itu.Newborn itu mendecih kesal, sebelum kemudian, dengan kecepatan yang menakjubkan, menancapkan taringnya di leher korban pertamanya. Empat pria lainnya tampak terkejut, tapi kemudian, newborn itu kembali menyerang pria lainnya sebelum mereka tersadar dari keterkejutan mereka. Tiga pria lainnya yang tampak ketakutan, berlari ke arah Dean. Tapi, salah seorang dari mereka berhasil ditahan newborn
I know I have to kill youI just can’tYou got me hypnotizedTeriakan histeris Gabe menyambut kedatangan Dean dengan seorang newborn cantik dalam gendongannya.“Sialan, Dean! Kau membawa monster itu kemari?!” amuk Gabe.“Tutup mulutmu, Gabe. Suaramu membuat telingaku sakit,” balas Dean kesal.“Kau masih mengkhawatirkan telingamu padahal kau sedang menggendong monster yang sudah membunuh begitu banyak nyawa dengan kejam?!” raung Gabe.Dean mendengus seraya berjalan melewati Gabe, –yang tanpa diperintah sudah memberi jalan selebar mungkin, menuju kamarnya. Gabe mengikuti di belakang Dean dengan hati-hati. Gabe bersembunyi di balik dinding dan hanya berani memunculkan kepalanya untuk melihat newborn itu.“Dia akan membunuh kita,” gumam Gabe ngeri.“Tidak akan,” sahut Dean enteng.Namun, k
The sweetest appleCould be a poisoned one“Siapa namamu?” Dean mengajukan pertanyaan pertamanya seraya berdiri di sisi jendela. Tatapannya tertuju pada newborn itu.Newborn itu memalingkan wajah dengan kasar, tak berniat memberikan informasi apa pun pada Dean. Gabe yang duduk di luar kamar Dean mengedikkan bahu.“Baiklah jika kau tak mau mengatakannya dengan cara baik-baik,” desah Dean. “Sambutlah matahari pertamamu di kabinku yang hangat ini, Newborn.” Tangan Dean bergerak untuk menyibak tirai jendela kamarnya.Newborn itu mengernyit kesakitan ketika sinar matahari menerobos masuk ke kamar itu. Newborn itu beringsut ke ujung tempat tidur hingga menabrak dinding di belakangnya. Sinar matahari ini tidak hanya melumpuhkan newborn itu, tapi juga menyakitinya. Mungkin itu juga karena pengaruh rantai yang sudah melemahkannya sejak d
Apa yang akan kau lakukanKetika musuh mendapatkan kelemahanmu?“Dean …” Panggilan Gabe itu membuat Dean membenci dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia membiarkan Gabe berada dalam bahaya karena dirinya seperti ini?“Newborn itu tidak bersalah, omong-omong,” ucap Gabe. “Dia tidak membunuhku, kan? Lagipula, aku tahu dia hanya bercanda,” lanjutnya.Dean memejamkan mata. Ia tahu Gabe mengatakan itu karena tidak ingin membuat Dean merasa bersalah. Mereka sudah bersama selama hampir dua puluh tahun. Sejak Gabe masih sekolah, saat ia masih berumur enam belas tahun, hingga saat ini. Mereka pernah membicarakan masalah ini, Dean bahkan sudah tak menghitung berapa kali ia mengusir Gabe karena tidak ingin Gabe terluka karena dirinya. Namun, berapa kali pun Dean mengusirnya, Gabe tetap bertahan dan berkeras bahwa Dean tidak berhak mengatur hidupnya. Mereka baru berhenti mendebatkan t
I know you’re a dangerI just can’t help myselfTo not killing you“Aku berusaha mencari beberapa laporan tentang gadis yang hilang dengan nama Annabeth selama tiga bulan terakhir,” lapor Gabe ketika ia keluar dari kamarnya malam itu, membawa serta laptopnya, dan bergabung dengan Dean di ruang tengah. “Ada beberapa korban bernama Annabeth di seluruh dunia, omong-omong, tapi aku tidak bisa memastikan apakah mereka semua menghilang karena ulah Warren,” sambung Gabe.“Coba telusuri nama Annabeth dari San Jose hingga Kanada, di daerah-daerah sepanjang pantainya,” perintah Dean. “Jika mendengar cerita Annabeth, seharusnya dia diserang Warren ketika Warren lolos dariku di San Jose.”Gabe mem-filter lagi data yang ia peroleh. “Ada empat Annabeth yang dilaporkan hilang. Salah seorangnya anak kecil berumur sepuluh tahun, seorangnya lagi wanita
I can’t find a reasonTo let you go“Kenapa kau tidak langsung membunuhku saja, Hunter?” Suara Annabeth begitu penuh kebencian ketika Dean masuk ke kamarnya di hari keenam keberadaan Annabeth di sana.Dean mengabaikan kata-kata Annabeth dan menghampiri lemarinya untuk mengganti kausnya.“Aku butuh darah, Hunter,” kata Annabeth lagi.“Kau masih bisa bertahan sampai besok atau lusa, Annabeth,” sahut Dean santai seraya menarik kemeja merah dari lemarinya, lalu memakainya dengan cepat di atas kausnya.“Tubuhku mulai terasa terbakar, Hunter,” keluh Annabeth. “Aku tidak akan bisa bertahan bahkan sampai besok.”Dean mendengus seraya menghampiri Annabeth yang sudah tampak semakin pucat. “Aku tahu lebih banyak darimu, Annabeth. Dan aku, tidak pernah menuruti kata-kata newborn.”Annabeth menggeram marah, sementa