Home / Rumah Tangga / NIKAH? TAPI BOHONG! / 7. HABIS KESABARAN

Share

7. HABIS KESABARAN

Author: Herofah
last update Huling Na-update: 2024-04-14 18:26:50

"Sitta?" pekik Arka kaget bukan main.

Awalnya Arka tidak engeuh bahwa wanita berhijab yang berpapasan dengannya di jalan itu adalah Sitta sahabatnya, jika bukan karena Dinda yang memberitahunya.

Sementara Sitta, yang memang berharap Arka dan Dinda tak melihatnya merasa lega begitu dia berhasil melewati dua sejoli yang sedang kasmaran itu.

Namun, sial bagi Sitta saat ini ketika Arka malah mengejarnya dan menghadang langkah Sitta di depan.

"Jadi bener lo Sitta?" ucap Arka dengan wajah serius, setengah kaget bercampur tak percaya.

Tatapan Arka lekat menelusuri penampilan Sitta dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Lo kenapa, Ta? Kenapa seminggu ini ngindarin gue terus? Lo juga nggak bales-bales sms gue dan nggak angkat telepon gue? Lo nggak masuk sekolah, gue pikir lo sakit, tapi pas gue ke rumah, nyokap lo malah ngusir gue." Cecar Arka panjang lebar.

Sitta mengulum bibir, merasa tak enak, malu, sedih sekaligus kesal. Semua perasaan itu bercampur aduk dalam benak Sitta saat ini, hingga membuatnya kebingungan dalam menentukan sikap.

"Ya lo tau kan emang nyokap gue dari dulu nggak suka sama lo, maklumin aja. Lagian siapa juga yang suruh lo ke rumah gue?" Balas Sitta pada akhirnya.

Kahfi dan Epen tampak diam memperhatikan dua remaja di hadapannya yang sedang adu mulut itu, sesekali tatapan Kahfi malah beradu pandang dengan sosok Dinda yang juga diam-diam mencuri pandang ke arahnya.

Kahfi jelas tidak tahu apa yang terjadi di sini dan siapa sebenarnya lelaki ini, dia sama sekali tidak perduli. Itulah sebabnya, Kahfi memilih diam saja. Hitung-hitung hiburan menyaksikan adegan drama kacangan para ABG labil ini.

"Gue ke rumah lo karena gue khawatir, Ta. Kok lo malah nyolot sih? Emang gue salah apa sama lo?" Balas Arka tak terima.

"Nggak, lo nggak salah apa-apa kok. Gue aja yang lagi pengen menyendiri. Yaudah, gue cabut ya, masih ada urusan, yuk," Sitta pun memilih untuk beranjak dari hadapan Arka dan Dinda sebelum rasa sakit hatinya bertambah parah dan membuatnya terlihat bodoh.

Saat itu, Sitta justru menggandeng lengan Kahfi untuk pergi bersamanya, bukan lengan Epen

Sitta masih waras untuk tidak mempermalukan diri di hadapan Arka apalagi Dinda jika mereka sampai tahu dirinya baru saja ketemuan dengan lelaki aneh bin ajaib macam Epen.

Itulah sebabnya, Sitta menjadikan Kahfi sebagai tamengnya. Toh, Arka dan Dinda tak akan tahu kalau lelaki yang dia gandeng sebenarnya hanya seorang supir.

Epen yang tertinggal oleh Sitta dan Kahfi jelas langsung mengejar.

Sementara Arka malah terdiam dengan perasaannya yang berkecamuk hebat.

Ada segelintir perasaan tak biasa yang Arka rasakan di hatinya saat melihat penampilan Sitta dengan hijab panjang dan gamis indahnya itu.

Di mata Arka, Sitta terlihat berbeda.

Cantik, manis, anggun...

Dan yang membuat perasaan Arka semakin tak karuan adalah dengan keberadaan sosok lelaki dewasa berwajah tampan itu.

Siapa lelaki itu?

Kenapa dia bisa ada bersama Sitta?

Ada hubungan apa di antara mereka?

Itulah pertanyaan-pertanyaan yang seketika muncul begitu saja dalam benak seorang Arka.

"Yang, yang?"

Panggilan Dinda di sisinya membuat lamunan Arka tentang Sitta dan Kahfi pun buyar.

"Ayo, katanya mau main ayunan?" ajak Dinda setelahnya, seraya menarik lengan Arka untuk ikut bersamanya.

Sebelum beranjak dari tempatnya berdiri, kepala Arka sempat kembali menoleh ke belakang. Sayangnya, dia sudah tak lagi mendapati keberadaan Sitta dan dua lelaki yang pergi bersama Sitta tadi.

Kenapa perasaan gue jadi begini sih?

Gumam Arka membatin.

Ini benar-benar aneh.

*****

Siang bolong dengan panasnya terik matahari yang menyengat kulit, Kahfi, Sitta dan Epen tampak menikmati santap siang mereka di bawah rindangnya pohon beringin yang ada di kawasan pemakaman.

Sitta yang meminta pada Kahfi untuk lekas pergi dari taman itu dan mencari tempat lain untuk mereka makan.

Alhasil, di sinilah kini mereka berada.

Di salah satu kawasan pemakaman umum di pusat Jakarta.

Sitta sendiri yang memilih kawasan ini untuk beristirahat.

"Emang, lelaki tadi siapa sih?" tanya Epen memecah keheningan.

"Temen sekolah," jawab Sitta acuh tak acuh. Sitta makan begitu lahap, dengan kuah bakso super pedas di mangkuknya. Saking pedasnya bakso yang dia makan, Sitta sampai berkeringat dengan kelopak matanya yang memerah dan berair.

Diam-diam, Kahfi yang duduk di sisi Sitta, berhadapan dengan Epen yang sejak tadi terus memperhatikan Sitta pun mengerti bahwa sepertinya, Sitta sedang patah hati.

Hanya saja, Kahfi tak mau ikut campur urusan orang sehingga memilih untuk diam saja.

"Yakin cuma temen? Bukan gebetan? Kayaknya ada yang lagi patah hati nih," ejek Epen lagi sambil cengar-cengir sendiri.

Sitta menghentikan sejenak aktifitas makan memakannya. Entah kenapa, ucapan Epen kali ini membuat emosi Sitta yang memang belum stabil seketika memuncak.

Sitta yang marah tanpa sebab yang jelas lantas membanting sendok dan garpu yang dia pegang ke mangkuk baksonya, seraya berdiri.

"Heh, mau dia temen gue atau pacar gue, nggak ada urusannya juga sama lo, kan? Kenapa sih, lo kepo banget sama urusan orang? Urusin dulu tuh gigi lo, sebelum lo ikut campur urusan orang! Ta*!"

Sitta pun pergi begitu saja usai dia membentak Epen dengan kalimat kasarnya itu. Namun, langkahnya itu keburu dihentikan Kahfi yang lantas menarik pergelangan tangan Sitta menuju mobil.

Lokasi pemakaman itu memang sepi.

Tapi, sesepi-sepinya tempat itu, tetap saja masih ada orang lain di sana yang menyaksikan keributan yang Sitta timbulkan tadi.

Meski dalam keadaan kewalahan memegangi tangan Sitta yang mencoba berontak, Kahfi masih sempat mengeluarkan uang seratus ribuan dari saku kemejanya dan melemparnya pada Epen agar Epen membayar bakso mereka.

Usai membayar baksonya, Epen lantas berlari ke arah mobil di mana Kahfi dan Sitta sudah lebih dulu masuk.

Saat ini, posisi Sitta duduk berubah. Dia duduk di sisi Kahfi di depan kemudi, sementara Epen duduk di jok belakang sendiri.

Situasi panas membara kian terasa begitu Epen menutup pintu mobilnya, karena dilihatnya saat itu, Kahfi dan Sitta sedang bertengkar hebat.

"Gue nggak perduli sama urusan pribadi lo ya, tapi gue cuma minta lo hargai orang lain. Jangan seenaknya membentak, mencaci dan ngatain orang dengan kata-kata kasar! Inget, lo itu perempuan dan apa gunanya hijab yang lo pakai kalau sikap lo justru bertolak belakang sama penampilan lo, hah?" Omel Kahfi yang sudah tak tahan lagi untuk tetap memendam kekesalannya pada Sitta akibat perlakuan Sitta terhadap Epen tadi.

"Heh, lo itu cuma supir! Nggak ada hak untuk ceramahin gue, ya?" Balas Sitta tanpa rasa takut. "Lagian, lo nggak ada urusan sama gue. Berani-beraninya lo kasar sama gue, narik-narik gue paksa ke mobil! Ngaca woi!"

Menghela napas berat, Kahfi sadar, emosi tak akan menyelesaikan masalah. Hingga akhirnya, dia mencoba meredam emosinya untuk kemudian bicara dengan nada rendah di sisi Sitta.

"Sekarang, gue mau lo minta maaf ke Bos gue," perintah Kahfi saat itu.

Sitta meliriknya sinis seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Ogah! Siapa lo berani merintah gue?" Tantangnya saat itu.

"Udah-udah, Pen. Biarin aja. Gue nggak apa-apa kok. Maklumin aja, masih bocah. Jadi, kita yang tua ngalah deh," sahut Epen di belakang mencoba meredakan suasana panas di dalam mobil.

"Sialan, lo ngatain gue bocah? Gue udah punya KTP tau," lagi, Sitta kembali nyolot ke Epen.

"Gue nggak akan nganterin lo pulang sebelum lo minta maaf ke Bos gue," lagi, Kahfi mengulang ucapannya. Dia tak mau mengalah kali ini.

"Oke, gue bisa pulang sendiri!" Ucap Sitta yang memang keras kepala.

Detik itu juga, Sitta keluar dari mobil Kahfi dan pergi meninggalkan pemakaman menuju jalan raya.

"Nggak dikejar woy?" Tanya Epen yang seketika jadi cemas.

"Nggak, ngapain. Biarin aja dia pulang sendiri. Kan udah gede, udah punya KTP, ya kali nyasar," jawab Kahfi santai yang lantas menghidupkan mesin mobil dan melajukan kendaraan mewahnya itu meninggalkan pemakaman.

Ketika mobil Kahfi melintas di hadapannya, Sitta yang masih berdiri di pinggir jalan raya langsung melengos.

Hingga saat mobil mewah itu benar-benar pergi menjauh meninggalkannya seorang diri, kedua bahu Sitta pun mencelos.

Dia benar-benar bingung.

Jarak dari lokasi pemakaman ini dengan kediamannya jelas sangat jauh.

Sementara dirinya kini tak memegang uang sepeser pun.

Awas aja lo gigi tonggos, supir belagu!

Tunggu pembalesan gue!

Argghhhhh!

Sitta hanya bisa menjerit frustasi dalam hati, mengingat nasib sial bertubi-tubi yang harus dia alami hari ini.

Jika tahu pada akhirnya harus begini, Sitta tak akan mau diajak bertemu oleh lelaki buruk rupa bin mes*m bernama Kahfi itu.

Sialan!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • NIKAH? TAPI BOHONG!   70. EPILOG

    "Ada laporan penting apa saja hari ini, Lex?" tanya Reygan pada sang asisten saat dirinya baru saja selesai menghadiri rapat pemegang saham pagi ini."Investasi tambang batu bara di kalimantan untuk dana properti apartemen Red Cherry, disetujui oleh bagian pembukuan, Rey," lapor Alex pada sang atasan.Reygan mengangguk paham. Menoleh ke atas meja kerjanya, Reygan tampak membuka sebuah berkas di sana."Bagaimana dengan pelelangan karya seni AGB Grup di pusat kota?" Tanya Reygan kemudian."Soal itu, barangnya berpindah tangan dan dialihkan ke Galeri lain yang memungkinkan terjadinya pelelangan dengan cakupan yang lebih besar, jadi, pelelangan di pusat kota resmi dibatalkan lusa kemarin," jawab Alex lagi."Oke, bagus. Dengan begitu keuntungan yang dihasilkan bisa lebih besar tentunya," sahut Reygan dengan tatapannya yang masih berpusat di lembar berkas di atas meja. "Ini, berkas pengunduran diri Resti?" kening Reygan tampak berkerut."Ya benar. Resti mengundurkan diri perakhir bulan ini,

  • NIKAH? TAPI BOHONG!   69. PAGI YANG CERAH DI KOTA NEW YORK

    Flash back on...Setelah mengetahui kebenaran tentang Tia dari anak buahnya yang berhasil menemukan buku diary milik sang asisten, Bulan pun berhasil menemukan cara jitu untuk mengecoh Tia agar wanita itu mau mengakui bahwa dialah yang sudah meracuni otak Zarina untuk membunuh Aidil."Mba, Mba Tia tahu kan kalau sebentar lagi Ayah akan bebas?" ucap Bulan di hadapan Tia sewaktu dirinya mendatangi Tia di dalam gudang tua, di mana mayat Aidil dikuburkan."Ya, Tuan Azzam akan bebas sebentar lagi. Lalu, apa maksud Nona melakukan ini pada saya?" tanya Tia dengan posisi kedua tangan dan kakinya yang terikat dan didudukkan di atas kursi besi."Mba Tia tau kan, kalau saya sangat membenci Ayah selama ini?" Tatapan Bulan tertuju lurus pada sosok Tia di hadapannya. Sinis, dingin, dan tajam.Tia tidak menjawab."Jadi, saya tidak rela jika Ayah bebas dengan mudah. Itulah sebabnya, saya ingin membuat cerita rekayasa baru untuk memutar balikkan fakta mengenai kasus kematian Om Aidil, agar hukuman Aya

  • NIKAH? TAPI BOHONG!   68. SEMUA DEMI SITTA

    Semuanya seperti mimpi bagi Sitta.Di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dalam hubungan rumah tangganya dengan Kahfi saat ini, kenyataan pahit harus kembali menghantam Sitta dengan hebatnya atas fakta, bahwa sang ayah ternyata sudah meninggal.Sesampainya dia di rumah, disambut oleh senyum tipis Ranti, dan Laras yang memang selalu mengunjungi Ranti setiap hari.Mereka duduk saling berhadapan dengan Ranti yang duduk di sisi Sitta untuk mulai menceritakan semuanya pada Sitta.Tentang semua kisah masa lalu yang terjadi di antara dirinya, Aidil, Azzam, Zarina dan juga Tia.Hingga akhirnya, mereka pun berakhir di sisi makam Aidil saat ini."Maafkan Bunda Sitta, semua memang salah Bunda," ujar Ranti usai dirinya dan Sitta membacakan doa untuk sang Almarhum. "Mungkin, jika dulu Ibu mempercayai ayahmu, dan mau memaafkan dia, maka ayahmu tidak akan pergi menemui Zarina dan dia tidak akan mati ..." Ranti kembali menangis. Penyesalan di dalam hatinya setelah mengetahui bahwasanya Aidil mem

  • NIKAH? TAPI BOHONG!   67. PERGI KE TEMPAT YANG JAUH

    Suasana berkabung masih nampak nyata di ruko milik Ranti.Toko Laundry itu hari ini tutup setelah kasus menghilangnya Aidil akhirnya terungkap.Berkat kesaksian Tia yang berhasil melarikan diri dari tawanan anak buah Bulan, kini Ranti pun bisa mendapatkan titik terang mengenai di mana sebenarnya sang suami berada saat ini.Meski, pada akhirnya harapan Ranti harus pupus tatkala mengetahui bahwasanya, sang suami telah meninggal dunia sejak belasan tahun yang lalu.Kerangka mayat Aidil ditemukan terkubur di belakang kediaman lama Zarina dan Azzam yang kini sudah dibangun gudang penyimpanan barang-barang tak terpakai.Setelah proses autopsi selesai oleh tim forensik, yang akhirnya menyatakan bahwa Aidil tewas setelah mendapat luka tusukan berkali-kali di bagian perut dan dada serta leher korban, tersangka Zarina lantas menguburkan Aidil di lahan kosong belakang rumahnya.Itulah kiranya cerita yang Tia sampaikan di hadapan pihak kepolisian hari itu.Tia mendatangi kantor polisi dan mengaku

  • NIKAH? TAPI BOHONG!   66. SEBUAH ALASAN

    "Maksudnya, lo maen bareng sama Reygan dan cewek itu? Salome?"Kahfi menepuk jidat frustasi karena lagi-lagi Sitta memotong ucapannya sebelum dia sempat menyelesaikan ceritanya."Nggak Ta, Reygan pesen dua cewek waktu itu dan kita juga mainnya di kamar terpisah. Rumah Reygan di Bandung udah kayak lapangan golf, Ta. Kamu kalau jalan sendirian di sana pasti kesasar.""Jadi, lo pertama gituan sama pela*cur?""Nggak," jawab Kahfi dibarengi gelengan kepala."Ya terus sama siapa dong?""Waktu itu, aku belum berani main sampe ke tahap itu, Ta. Karena aku emang sama sekali nggak punya pengalaman. Alhasil, aku cuma main-main aja sama tuh cewek, main luar. Make out," beritahu Kahfi lebih lanjut.Kali ini, Sitta diam dan memilih menunggu Kahfi melanjutkan ceritanya ketimbang bertanya terus menerus."Dan karena Jessica lah, awalnya hubungan persahabatan aku sama Reygan mulai renggang," ucap Kahfi dengan tatapan yang mengawang jauh. Seakan bernostalgia ke masa-masa SMA nya dahulu."Dulu, aku emang

  • NIKAH? TAPI BOHONG!   65. PERTANYAAN SITTA

    "Masih sakit? Nggak, kan?" tanya Kahfi saat dirinya dan Sitta baru saja selesai menunaikan aktifitas panas mereka pagi ini.Hawa sejuk sepoi-sepoi angin pantai yang berhembus dari arah balkon, dengan awan mendung yang membuat cuaca terlihat syahdu di luar sana, menjadikan kegiatan pagi ini terasa lebih romantis.Sitta dan Kahfi masih asik merebahkan diri di tempat tidur dalam keadaan mereka yang tak berbusana. Menutupi rapat-rapat tubuh mereka dengan selimut, mereka tidur dengan posisi Sitta yang menyandarkan kepalanya di bahu Kahfi."Hm, sedikit sih, agak aneh kalau dibawa jalan," aku Sitta dengan polosnya.Kahfi mencuil ujung hidung Sitta yang lancip, "makanya, sering-sering aja, nanti juga lama-lama terbiasa."Sitta langsung mengerucutkan bibir dengan tangan yang reflek memukul dada sang suami."Huh, itu sih mau nya lo.""Kamu, Ta, jangan lo-gue lagi," protes Kahfi kemudian."Emang kenapa?""Ya nggak enak aja di dengernya. Nggak romantis tau nggak?""Tapi gue kan nggak terbiasa ngo

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status