Share

BAB 2 PERJANJIAN PRANIKAH

setelah fauzan datang kerumah kemarin, ibuku mempertanyakan perjanjian seperti apa yang akan aku ajukan, beliau khawatir perjanjian yang akan aku buat itu mempersulit calon suamiku.

setelah sholat magrib ibu menghampiriku yang sedang menggantungkan mukena merah jambuku.

" nak, apakah mengajukan persyaratan tersebut harus di utarakan?" tanya ibu

ku jawab dengan lembut pertanyaan ibuku tersayang ini.

"ibu enggak usah khawatir ya.. kalo jodoh tidak akan kemana. perjanjian yang uci ajukan tidak akan memberatkan fauzan, dan insyaAllah justru untuk keharmonisan rumah tangga kami kelak,bu."

kataku sambil memegang kedua tangan sepuh ibuku. kami saling tersenyum.

keesokan harinya, nampak mobil putih mendarat, diparkiran depan rumah kayu kami yang sederhana.

ku lihat melalui jendela, nampah calon suamiku, dan seorang lelaki berdampingan bersama menuju pintu rumahku, diiringi 1 orang wanita, nampaknya itu adalah calon kakak iparku.

aku berlari kearah dapur untuk, memanggil ibuku yang sedang menata kue dan minuman untuk tamu spesial kami malam ini.

"bu, tamu kita sudah datang. silahkan ibu kedepan saja, biar uci yang bereskan semuanya" ucapku.

sambil tersenyum manis ibuku yang sudah renta menuju keruang tamu untuk menyambut calon besannya.

nampak kulihat dari celah gorden pintu rumahku, ibu mempersilahkan calon besannya untuk duduk. aku menyusul ibu, sambil membawakan beberapa makanan yang sudah kami persiapkan. dengan malu-malu kuberanikan diri untuk melangkah keluar dari dapur. jantungku semakin tak terkendali ketika semua mata tertuju padaku. kucium tangan calon ayah mertuaku, dan kakak iparku. aku duduk bersebelahan dengan ibuku, sambil berbincang saling tanya kabar. tibalah ke momen ini pembicaraan.

kami hanya saling memandang, seakan mata saling berbicara, jantung semakin tidak karuan mengingat ini adalah lamaran yang pertama kalinya yang aku hadapi dan benar-benar aku terima dengan sukacita. bukannya sok cantik, selama aku berkuliah semasa almarhum ayah masih hidup, ada beberapa pemuda yang mencoba datang melamar tapi tak pernah diterima oleh ayah, karena aku masih berkuliah. dan kali ini ayah sudah tidak ada hanya ibu tunggal dan satu kakak laki-laki ku yang ada bersamaku. karena saudara laki-laki ku tidak dirumah dikarenakan bekerja di luar kota, kami hanya berdua untuk menyambut kedatangan calon mertuaku.

debaranku terhenti sejenak, mendengar ucapan dari calon mertuaku.

"uci, apa benar kamu tidak menetapkan mahar untuk pernikahan kalian?".

"benar, bah. uci mau langsung akad nikah saja tanpa resepsipun tak mengapa, yang penting punya surat nikah dan memenuhi persyaratan pranikah dari uci saja." jawabku dengan keyakinan.

"waah beraatt ini, haha." ucap calon mertuaku sambil tertawa.

"silahkan kamu ucapkan syarat-syarat tersebut, supaya kita semua mendengar isi dari syarat tersebut, takutnya anak abah tak sanggup. tapi abah yakin uci membuat syarat seperti ini pasti ada tujuannya."lanjut abah.

"inggih abah, karena ini adalah ibadah terpanjang uci, dan kepatuhan uci kepada suami, uci mendedikasikan hidup uci untuk suami nantinya, supaya hati ini tenang dalam berumah tangga. uci berharap fauzan sebagai calon suami uci, agar sanggup untuk memenuhi ini maka kita langsungkan pernikahan tapi jika tak sanggup, dengan berat hati uci mundur saja" ucapku.

dengan bismillah ku ucapkan syarat yang aku utarakan, untuk calon suamiku.

"syarat yang pertama fauzan tidak boleh menikah ketika saya masih hidup dan masih sanggup untuk menjalankan kewajiban saya sebagai seorang istri, yang kedua saya ingin setelah menikah kita hidup dan tinggal terpisah dari kedua keluarga kita".

setelah aku mengutarakan keinginanku, semuanya terdiam, seakan suasana menjadi hening. ntah apa yang salah dari permintaanku.

setelah kuucapkan fauzan merespon syarat yang aku ajukan.

"maaf sebelumnya ci, apakah tidak berlebihan? untuk yang kedua aku bisa memahami, untuk syarat yang pertama mengapa harus demikian poligami kan halal hukumnya kamu menolak perintah sunah nabi?"ucap fauzan dengan pandangan penuh keraguan.

dengan lembut aku jelaskan

" persyaratan itu tidak merugikan kamu dan tidak merugikan saya juga. aku ingin yang terbaik untuk saya dan anak-anak saya kelak. apakah syarat ini sangat sulit bagimu??" tanyaku.

"aku hanya ingin menikah sekali dalam seumur hidupku, aku ingin seperti fatimah yang tidak pernah dimadu oleh sayyidina ali. apakah berat untuk mu?" lanjutku.

dia terdiam, abah dan iparku saling bertatapan.

ibuku menggenggam tanganku seolah melunakan hatiku yang sedikit kecewa pada calon suamiku, dengan ketegangan yang ada fauzan melanjutkan argumennya, uci benar-benar mengharamkan poligami?itu dosa ci." ujarnya dengan nada sedikit menekan.

"uci enggak mengharamkan poligami, dari segi mana dari kata-kata uci yang mengharamkan poligami??." tanyaku mempertegas.

"fauzan bisa menikah, 2 atau 4 sekaligus tidak ada yang melarang, asalkan tidak ada uci diantara istri-istri fauzan tersebut. menikahlah ketika uci sudah meninggal ataupun tidak sanggup menjalankan kewajiban uci sebagai istri, itu saja" lanjutku dengan sedikit berlinang air mata.

keinginanku yang tidak ingin diduakan seolah-olah meredam panasnya hatiku, ku coba tenangkan hatiku dengan menata kata-kata agar tidak ada yang tersinggung dalam perdebatan kami.

"baiklah, itu persyaratan uci, kalau mampu memenuhi syarat tersebut kita lanjutkan untuk merancang jadwal pernikahan jika tidakpun uci iklas, silahkan fauzan mencari gadis untuk dinikahi yang tidak mengajukan persyaratan apapun" ujarku.

"persyaratan kamu itu terlalu berat ci, emang sudah tidak ada kah syarat yang lebih masuk akal dibanding kan berpoligami?coba kamu pikirkan kembali masalahnya nampak hal ini jadi perdebatan diantara kalian, kami maunya acara ini tu penuh hikmat bukan perdebatan seperti ini" celetuk calon iparku."

"maaf mbak izinkan uci menjelaskan, uci tidak anti poligami. bisa di umpamakan begini, seperti fauzan memakan jengkol dan saya tidak suka baunya, apakah itu artinya saya mengharamkan jengkol? tidak mbak, hanya saja uci tidak suka dengan baunya, itu saja" ucapku.

abah terdiam, entah apa yang ada di dalam benak mereka akupun tak tau.

melihat ketegangan ini ,dengan bijak ibuku tersenyum mendinginkan suasana ruangan yang panas ini. ibuku mempersilahkan calon mertua dan iparku untuk menyantap hidangan yang sudah kami sediakan.

"emm... silahkan diminum dulu bah, dan mbak-mbak pasti haus karna dari tadi kita ngobrol melulu" ujar ibuku.

"terima kasih bu, ini enak sekali" kata abah sambil mencicipi kue bolu yang kami sediakan.

ku lirik ke arah calon suamiku, nampak menghela nafas panjang sambil memikirkan syarat yang aku ajukan.

dalam hatiku apakah berat syarat yang aku ajukan itu, sehingga ia begitu kekeh dengan argumennya? dia menatapku dengan mata yang berbinar-binar.

entah apa jawabannya aku pun penasaran. dalam hati ada keraguan dan bimbang, apakah akan lanjut menikah ataukah akan menjadi angah-angan semata.

nampak wajah dari calon ipar perempuanku nampak ingin berkata-kata, tapi entahlah apakah itu hanya perasaanku saja. awal permulaan konflik mendera kami sebelum pernikahan itu. semakin kacau jika 2 kepala tidak memiliki visi yang sama untuk kelanggengan rumah tangga yang diimpikan.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status