Darwin.Pukul 20:00 waktu Jepang saat aku dan tim baru selesai dengan seluruh rangkaian kesibukan luar biasa kami hari ini. Aku terkejut bukan main ketika menyalakan ponselku dan menerima deretan pesan dari nomor Alana dan juga Mas Sofyan. Tingginya kedisiplinan di Jepang membuatku memilih sengaja men-nonaktif-kan ponselku seharian ini agar tak mengganggu aktivitas padatku. Semua isi pesan yang berderet di ponselku memberiku satu kesimpulan, Alana telah melahirkan bayiku hari ini!Apa yang terjadi pada Alana-ku? Mengapa ia melahirkan sekarang? Jauh dari prediksi yang diberikan oleh dokter kandungannya. Siapa yang menemaninya di sana saat ia harus menahan sakit? Bagaimana kondisinya dan juga bayi kami? Padahal aku sudah berjanji akan pulang ke Jakarta untuk menemaninya melalui proses persalinannya. Memikirkan semua itu membuat kepalaku hampir meledak. Dengan tangan gemetar dan perasaan tak menentu aku melakukan panggilan video pada nomor Alana.Tak berapa lama kemudian layar ponselku
Aku menarik nafas panjang, semoga saja semua berjalan lancar sesuai dengan apa yang dikatakan Mas Sofyan tadi. Apalagi yang kudengar dari Mas Sofyan, pria itu yang mengantar Alana ke rumah sakit tadi, namun Mas Sofyan justru tak menyebut nama Inge. Mengapa pria itu bisa ada di sekitar rumahku? Apa ia selama ini memata-matai Alana? Aku harus menanyakan ini pada Inge!Lalu kemudian aku kembali melakukan panggilan video. Kali ini pada Inge. Aku tak menyangka jika Inge dan Jessy sedang berada di rumah kami. Hatiku menghangat ketika Jessy dengan riangnya bercerita padaku tentang rencananya untuk menjenguk adik bayinya dari Mama Alana esok hari. Dari Inge pun aku mendengar semua yang terjadi di rumahku tadi saat Alana mengerang kesakitan seorang diri karena kontraksi hingga kedatangan Wildan secara kebetulan yang akhirnya menolong membawa Alana ke rumah sakit.“Terima kasih sudah mendampingi Alana, Nge.”“Aku senang masih bisa bermanfaat untuk orang lain, Mas.”“Kamu wanita hebat, Nge,” uca
Alana.Hingga satu bulan usia Baby Gandhi ternyata pekerjaan Darwin di Jepang belum juga rampung. Meskipun komunikasi kami tetap lancar setiap hari meski hanya saling mengirim pesan atau pun melalui telepon dan panggilan video. Darwin sendiri setiap hari minta dikirimkan foto Baby Gandhi, apalagi jika ia tak sempat melakukan panggilan video. Seminggu setelah kelahiran Baby Gandhi waktu itu, dokter anak yang menanganinya menyatakan bahwa Baby Gandhi sudah sehat normal dan boleh keluar dari inkubator untuk dibawa pulang.Aku sendiri memilih untuk tetap di jakarta dan pulang ke rumah kami meskipun Mas Sofyan dan Darwin menyarankan agar aku pulang ke Bandung untuk sementara waktu. Dengan dalih aku sudah baik-baik saja dan ada Rita yang menemaniku, Mas Sofyan pun mengalah dan tak jadi terbang ke Jakarta untuk menjemputku dan mengantarkanku ke Bandung. Ia justru mengirim orang suruhannya untuk menjemput kedua orangtuaku untuk datang mengunjungiku ke Jakarta. Aku benar-benar beruntung memili
Usia Baby Gandhi sudah hampir 2 bulan, aku pun sudah mulai kembali bisa menyetir mobilku sendiri setelah melewati masa nifasku. Sesekali aku berkunjung dan memantau Kafe Jingga karena sekarang justru Nafisa yang tengah hamil tak diperbolehkan oleh suaminya untuk sering-sering mengunjungi Kafe dengan alasan menjaga kehamilannya.Hari ini, aku memilih mengunjungi Kafe Jingga sendirian, tanpa mengajak Baby Gandhi. Aku memang sesekali meninggalkannya bersama Rita karena stok ASIP ku selalu siap untuk diminum Baby Gandhi jika aku sedang tak bersamanya. Setelah mengerjakan beberapa pekerjaanku di Jingga, aku pun melajukan mobilku menuju sebual Mall. Rencananya aku akan sekalian berbelanja keperluan bulanan di rumah kami. Namun sebelum masuk ke swalayan di Mall tersebut aku memilih melangkah ke food court dahulu. Rupanya karena sibuk memeriksa beberapa berkas arus kas kafe tadi, aku sampai lupa memesan makanan pada Handi. Maka aku memilih masuk ke food court di Mall besar ini untuk mengisi
Alana.Kucoba kembali menghubungi nomor Darwin setelah sampai di rumah, tak kupedulikan lagi kondisi perutku yang masih keroncongan minta diisi.[Abang sibuk? Kok beberapa hari nggak ada videocall? Nggak kangen sama kami?]Centang dua abu-abu, tandanya pesanku terkirim namun ia belum membacanya. Kutunggu selama hampir 30 menit, pesanku belum juga terbaca olehnya. Ada rasa kesal dan marah menguasai hatiku. Aku yakin Darwin tak tau jika aku sudah mengetahui tentang kepulangannya dari Jepang. Tadi aku sempat mewanti-wanti Harry dan teman-temannya agar tak bercerita apapun pada Darwin tentang pertemuan tak sengajaku dengan mereka di Mall tadi. Suara tangisan Baby Gandhi membuat lamunanku buyar, aku segera meraih tubuh mungil bayiku itu dan menyusuinya.Hingga sore hari, Darwin belum jua membalas pesanku. Hingga akhirnya aku memberanikan diri menelponnya. Ia mengangkat teleponnya setelah dua kali aku mengulanginya.[Iya, Sayang .... Ada apa?] tanyanya seolah sedang terburu-buru.[Abang ngg
Darwin.Aku begitu frustasi dengan keadaan ini. Kepulanganku dari Jepang yang sengaja kusembunyikan dari Alana untuk memberi kejutan manis padanya justru membuatku harus berbohong pada wanita itu. Bagimana tidak, aku justru harus terbang ke Surabaya sesaat setelah mendarat di Bandara Soekarno Hatta dari Bandara Haneda, Tokyo. Telepon dari Pak Leon, ayah Inge saat aku baru saja mendarat membuatku harus buru-buru mencari tiket penerbangan secepatnya ke Surabaya.“Darwin, bisa ke Surabaya secepatnya? Inge ... Inge dalam kondisi kritis, Jessy histeris melihat Mamanya dan aku tak bisa mengatasinya. Baru kali ini Jessy melihat langsung kondisi Mamanya yang kritis, jadi kelihatannya ia sangat syok.”Suara Pak Leon yang bergetar diselingi dengan isak tangisnya saat aku menjawab teleponnya. Lalu aku langsung terbang ke Surabaya saat itu juga. Inge kritis? Jessy histeris? Pak Leon dengan suaranya yang bergetar? Bisa kubayangkan bagaimana suasana di sana. Kuputuskan untuk tidak memberitahu ini p
Darwin.“Alana sedang berada di tempat yang aman. Renungkan apa kesalahanmu. Sebenarnya aku sudah mulai percaya padamu meskipun di awal hubungan kalian aku sangat marah atas perbuatanmu pada adikku. Namun ternyata kamu menunjukkan keseriusanmu pada Alana dan bayinya, terutama menepati janjimu pada keluarga kami. Kami hanya tak mau Alana kembali jatuh dalam masalah yang sama, jatuh ke dalam lubang yang sama, maka untuk sementara biarkan Alana pergi darimu.”Ucapan Mas Sofyan di telepon saat aku menanyakan tentang keberadaan Alana membuatku mengambil kesimpulan bahwa Alana sudah mengetahui tentang kepulanganku dari Jepang. Hal itu menjadi semakin jelas ketika aku menyempatkan diri datang ke kantor untuk memberi instruksi tentang beberapa pekerjaan pada bawahanku. Harry dan sahabat-sahabatku lainnya bercerita bahwa mereka bertemu dengan Alana di sebuah Mall beberapa hari yang lalu. Sialnya lagi, ternyata Mr. Akira menginformasikan pada Alana jika aku langsung terbang ke Surabaya waktu it
Acara syukuran rumah baru Mas Sofyan berjalan dengan meriah. Mas Sofyan benar-benar membangun rumahnya di Bali bukan hanya sekedar untuk tempat tinggalnya bersama Teh Niar dan Kevin, tapi juga untuk tempat keluarga kami melepas lelah. Mas Sofyan bahkan sudah menyiapkan masing-masing satu kamar khusus bagiku, juga ayah dan ibuku. Hal itu membuat kami semua merasa sangat kerasan berada di rumah Mas Sofyan yang berkonsep villa.Namun meski tengah berada di tengah-tengah keluargaku, aku tetap merasa ada yang hilang. Ada sudut hatiku yang kosong. Beberapa hari lalu aku menelpon Rita dan ia mengatakan bahwa Darwin langsung pergi saat tau aku dan bayiku tak ada di rumah. Ke mana dia? Apa ia sedang mencariku? Atau justru ia lebih memilih kembali ke Surabaya?Didorong oleh rasa penasaran, aku mengaktifkan ponselku. Beberapa pesan bertubi-tubi masuk ketika ponselku aktif.[Kamu di mana, Sayang?][Maaf jika aku membuatmu meragukanku. Aku akan menjelaskan semua padamu nanti.][Tetaplah di sana, j