Share

47. To the poin 2

Setelah meletakkan tas di atas nakas. Ia meraih Nizam dari tanganku. Aku pun memberikan. Sudah buntu rasanya membuatnya tenang.

"Sssttt ...." Dia mulai menenangkan kemudian duduk memangku seraya menepuk bagian dada pelan. Setelahnya terdengar deheman dari penghuni sebelah.

"Nggak enak sama tetangga sebelah kalau terus nangis," keluhku setengah berbisik.

"Iya, tau."

"Kenapa nggak ambil VIP biar bisa istirahat?" sambungnya.

"Penuh, baru ada yang kosong besok katanya."

"Sudah pesan?"

"Sudah."

"Ini kenapa lampunya mati? Nyalain, tambah sumpek," perintahnya.

"Ssttt ... mungkin mereka biasa tidur dengan lampu mati, kita pendatang, jangan arogan," bisikku meletakkan jari telunjuk di bibir.

"Kenapa dia diam?" Kutonggokkan kepalaku ke arah Nizam yang terlihat tenang di pangkuan dokter Megan.

"Kamu salah gendongnya, nggak nyaman, di rumah siapa yang biasa gendong?"

"Saya lah."

"Bohong."

Aku menelan ludah. "Ya, Ibu." Aku pun mengaku. Aku hanya menggendong saat memberi Asi. Selebihnya, saat Ni
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status