Share

5. Terluka lagi

5. Terluka lagi

Selepas Mas Bian pergi, aku segera mengemasi semua barang-barangku dan memasukkannya ke dalam koper. Sebisa mungkin aku memasukkan semuanya, terutama barang yang penting. Karena aku sudah memutuskan untuk tidak lagi menginjakkan kakiku di rumah ini meski hanya untuk mengambil barang.

Setelah semua beres aku segera memesan taksi, jadwal periksa kehamilan adalah jam 10. Kali ini aku memilih untuk tidak mengingatkan Mas Bian. Sudah waktunya aku belajar untuk mandiri karena setelah ini aku akan mengurus segala sesuatunya sendiri, bukan?

Dari hasil pemerikasaan hari ini, dokter mengatakan bayiku sehat dan baik. Hanya saja tekanan darahku agak tinggi, dokter menyarankan agar aku tidak stress dan terlalu banyak pikiran. Dokter juga menanyakan di mana Mas Bian, tumben tidak ikut, padahal seharusnya dia ikut, agar bisa membantuku menurunkan tensi dan menjaga agar sang Ibu tetap dalam kondisi stabil.

Ya, itu pandangan dokter, dokter tidak tahu bahwa justru suamiku sendirilah yang membuat tensiku naik.

Aku segera pulang setelah obat selesai kutebus.

Pak Tarjo sudah menunggu di depan teras begitu aku datang. Astaga, aku bahkan lupa ada janji dengannya.

"Pak Tarjo, maaf. Anye lupa. Sudah dari tadi?"

"Nggak papa, Neng. Baru aja sampe."

"Syukurlah, mari masuk," ajakku membuka pintu.

Pak Tarjo adalah sopir toko kue Ibu, beliau sudah bekerja dengan Ibu sangat lama. Kami sudah menganggapnya seperti keluarga.

"Pak, kita tunggu Mas Bian dulu, nanti kalau Mas Bian kemalaman, Anye berangkat sama bapak," terangku begitu Pak Tarjo masuk dan duduk.

"Siap, Neng."

Kusiapkan teh dan sedikit kudapan yang kebetulan aku membuatnya tadi pagi. Setelahnya, aku menyuruh Pak Tarjo untuk beristirahat.

Kami menunggu hingga adzan maghrib berkumandang. Namun tak kudengar suara mobil Mas Bian datang. Aku pun mencoba untuk menghubungi. Ya, meski sudah bisa ditebak Mas Bian sedang bersama Luna karena mereka sudah mengadakan janji semalam. Namun, aku sudah berjanji juga, akan menunggunya, jadi tak ada salahnya menghubungi dari pada dia marah.

"Halo." Benar saja, bukan suara Mas Bian yang aku dengar melainkan suara Luna yang lemah gemulai, dengan beraninya dia mengangkat telepon dariku. Apa dia sengaja menunjukkan bahwa posisinya lebih tinggi dariku? Sabarlah Luna, sebentar lagi kau akan mendapatkan suamiku sepenuhnya.

"Di mana, Mas Bian?"

"Mas Bian masih di kamar mandi." Hatiku berdenyut sakit mendengar jawaban dari Luna, pikiranku kembali berkelana. Apa mereka sedang ada di ... ah, sudah bukan urusanku.

"Kalau ada yang penting kamu bisa bicara denganku, nanti akan aku sampaikan," sambung Luna seakan-akan dia adalah istri Mas Bian yang berhak tau segalanya.

"Ya sudah, Lun, maaf mengganggu," tutupku.

Aku menghela napas, sebisa mungkin menahan untuk tidak lagi mengeluarkan air mata. Semua sudah cukup, keputusanku sudah final dan tepat.

Akhirnya aku pun keluar, kubawa koper yang sudah aku siapkan sebelumnya dan kuajak Pak Tarjo untuk segera berangkat. Rasanya sudah tak tahan lagi jika harus menunggu Mas Bian yang tengah berbahagia dengan pujaan hatinya. Tak mau lagi terlihat bodoh, aku pun memutuskan untuk pergi bersama Pak Tarjo. Aku pergi membawa serpihan hati yang sudah tak lagi utuh akibat sebuah pengkhianatan.

Kami berangkat sekitar pukul 7 malam, di dalam mobil aku hanya memikirkan bagaimana kehidupanku setelah ini? Apa aku akan menjadi beban Ibu? Tetangga juga pasti akan semakin menggunjingkan aku setelah ini.

Jarak rumahku dan Ibu tidak terlalu jauh, hanya butuh waktu satu jam, kami pun sampai di depan rumah yang di depannya bertuliskan Toko Kue Basah Lestari.

Aku pun turun dengan Pak Tarjo yang membawa koper mengikutiku. Tampak Ibu sudah menunggu di teras belakang. Ya, halaman yang kami miliki di gunakan untuk memperbesar bangunan toko kue.

"Assalamualaikum, Bu." Kuraih dan kukecup punggung tangan Ibu.

"Waalaikumsalam." Ibu memelukku, sangat hangat rasanya pelukan ini.

"Masuk, Nye," seru Ibu setelah menyuruh Pak Tarjo menaruh koper di kamarku.

"Sudah pamit sama Bian?" tanya Ibu begitu aku masuk.

"Mas Bian sudah Anye hubungi, Bu. Tapi sepertinya masih sibuk."

"Coba hubungi lagi."

"Iya, Bu, nanti Anye akan menghubungi. Anye ke kamar dulu." Hatiku masih basah, tak mau menampakkan kesedihan di hadapan Ibu. Ibu mengangguk aku pun pergi ke kamar.

Aku menyempatkan diri untuk mengirim pesan pada Mas Bian sebelum mandi dan mengganti baju seperti apa yang Ibu perintahkan. Bagiku menjalankan perintah Ibu adalah yang utama.

Tak berselang lama setelah aku mandi pintu pun diketuk, Ibu masuk membawa kue lemper kegemaranku. "Kalau nggak makan nasi, makan kue ini, Nye," perintah Ibu meletakkan sepiring kue lemper di nakas kemudian duduk di tepi ranjang.

"Duduk, Nye. Ibu mau bicara," kata Ibu seraya menepuk sisi sebelahnya. Aku pun mengikuti.

"Kamu nggak kabur dari rumah kan, Nye?" tanya Ibu begitu aku mendudukkan diri di sebelahnya.

"Ibu bicara apa? Tentu tidak, aku sudah pamit dan bicara pada Mas Bian."

"Bian menghubungi Ibu, kalian bertengkar lagi? Kenapa ponsel kamu tidak bisa dihubungi? Nye, kalaupun harus berpisah, akan lebih baik berpisah secara baik-baik. "Aku memang sengaja mematikan ponsel setelah mengirim pesan pada Mas Bian, tapi rupanya Mas Bian menghubungi Ibu.

Kuletakkan kepalaku di pangkuan Ibu, tempat paling nyaman selama ini ya ... di sini dan seperti ini.

"Anye hanya lelah saja, Bu. Anye tidak ingin berdebat, Anye ingin istirahat, sendiri."

"Nye, istirahat memang harus dilakukan saat kita lelah. Tapi kemarahan hanya akan membuat semua runyam, kamu sedang hamil, lebih baik berpasrah, Nduk," ucap Ibu mengusap lembut kepalaku.

"Bu, apa Anye tidak pantas untuk dicintai, Bu? Apa karena Anyelir tidak berharga dan kotor sehingga dengan mudah suami Anyelir meninggalkan Anyelir?"

"Sama sekali nggak, Nye. Mungkin Gusti Allah masih menguji kesabaranmu. Mungkin Bian bukan yang terbaik."

"Apa ada yang lebih baik darinya?"

"Ada, pasti ada. Ibu yakin suatu saat kamu akan menemukan kebahagiaan. Yang baik menurut kamu belum tentu terbaik menurut Allah. Allah paling tahu, Nduk. Serahkan semua padaNya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status