Share

8. HARI BARU

Author: Rosemala
last update Last Updated: 2024-11-03 23:58:58

“Menikahlah dengan Imel.”

Ekspresi Pram langsung mengeras. “Bu–”

“Kamu ini perlu seseorang untuk mengurusmu. Dan Ibu yakin Imel orang yang tepat. Daripada kamu terus-terusan tampil mengenaskan ini,” tukas Hasna. “Dua kali kamu salah memilih istri hingga hidupmu berantakan, Pram. Itu akibat tidak mendengarkan ucapan orang tua.”

“Aku tidak ingin menikah lagi,” tegas Pram.  

“Kamu masih mau mencoba mengurus ini semua sendirian?” tanya Hasna. Suaranya mulai meninggi. “Kamu berantakan, Pram. Dan bahkan kamu tidak becus mencari pengasuh untuk anakmu!” Hasna menunjuk wanita berusia 40 tahun yang sedang menggendong Prily. “Lihat, setiap saat Prily menangis, dan wanita itu tidak bisa menenangkannya.”

Pram memejamkan mata. Kepalanya terasa ingin meledak. 

Ia tahu Prily selalu rewel, dan itu bukan sepenuhnya salah pengasuh barunya. 

Ini juga termasuk ke dalam sesuatu yang tidak Pram prediksi. Bahwa Prily akan sekeras itu mencari Puspita sejak sadar di rumah sakit.

Padahal … bukankah kata Imel, wanita desa itu kerap kali mencekoki Prily? Mana mungkin Prily menempel dengan pengasuh seperti itu.

Benar, kan? Atau ada yang salah?

“Bu … jangan buat rumah ini makin panas.” Akhirnya Pram kembali menegur. Ia berusaha tetap bersikap penuh hormat. “Kita semua tahu Prily memang selalu rewel beberapa minggu ini. Mbak suster sudah berusaha menjalankan tugasnya dengan baik. Ibu pasti tahu, dalam tiga minggu ini aku sudah tiga kali mengganti pengasuh karena tidak ada yang sanggup mengasuh Prily. Jadi, tolong berhenti membuat semuanya semakin kacau, Bu.”

“Ck. Kamu tahu kenapa ini semua terjadi, Pram?” Hasna bertanya lagi tanpa merasa bersalah. “Semua karena Puspita dan istrimu yang sudah mati itu ….”

“Kenapa harus membawa-bawa Soraya?” Pram menyergah.

“Tentu saja dia bersalah! Semua ini karena ide gilanya menikahkanmu dengan pembantu itu. Dia membuat Prily sangat tergantung pada pembantu itu. Dan dia dengan tidak tahu diri mengikat anakmu agar mudah mendapatkanmu!”

Pram menghela napas. Suara Hasna yang makin lama makin tinggi justru membuat sakit kepala Pram makin menjadi-jadi.

“Bu, sudah, ya. Aku ingin istirahat. Di kantor juga sedang banyak pekerjaan,” ucap Pram. “Ibu juga pulanglah, daripada ikut pusing di sini.”

Pria itu mengusir sang ibu dengan halus sebelum hendak pergi.

Namun, Hasna menahannya.

“Pram, tunggu!” Hasna mendahului langkah anaknya dan menghadang. “Turuti saja Ibu sekali ini. Solusinya sudah jelas. Menikah lagi agar kamu ada yang mengurus dan Prily punya ibu baru.”

Pram mengabaikan sang ibu dan tetap berjalan.

“Menikahlah dengan Imel! Dan kamu akan punya pendamping yang sepadan!” Hasna membuntuti Pram. “Ayolah. Prily juga punya ibu baru. Imel pasti bisa menjadi ibu yang baik dan–” 

Pram tidak mendengarkan kalimat ibunya sampai akhir dan menutup pintu saat ia sampai di kamar.

Pria itu mengembuskan napas kasar, mengacak rambutnya dengan frustrasi. Lalu, ia duduk di tepi ranjang sambil mengutak-atik ponselnya sebelum menempelkannya di telinga. 

Sebuah keputusan sudah diambilnya.

“Aku ingin kamu mencari seseorang.”

**

Puspita membuka pintu sebuah kamar kos di kawasan padat penduduk. Kamar kecil itu kini menjadi tempatnya bernaung setelah keluar dari rumah Pram. Di sanalah ia tinggal bersama Tika, sepupunya.

Pagi ini, Tika masih terlelap di tempat tidur. Gadis seusianya itu belum terbangun, tetapi Puspita sudah sibuk membersihkan kamar mereka. Kebiasaan yang terus terbawa dari masa tinggalnya di rumah Pramudya.

Menyebut nama itu saja cukup untuk membuka kembali luka di hati Puspita. Meski ia tidak pernah memiliki perasaan pada pria itu, pergi dari rumah dengan tuduhan keji tetap terasa sangat menyakitkan.

Setiap malam, Puspita menangis karena merindukan Prily. Anak yang sudah ia rawat dengan penuh kasih sayang seperti anaknya sendiri. Perasaan bersalah kepada Soraya karena gagal menjalankan amanatnya terus menghantui. Tapi apa daya, Puspita tidak memiliki pilihan lain.

Untunglah, kini ia punya kesibukan yang mampu mengalihkan pikirannya. Bekerja di kantin kampus tempat Tika berkuliah setidaknya membuatnya tidak terus-menerus memendam sakit hati atas perlakuan Pram.

Siapa sangka, pekerjaannya di sana mempertemukannya kembali dengan Haidar, seorang dosen di kampus tersebut yang ternyata adalah warga sekampungnya. Dunia memang sempit, tetapi sering kali membuka jalan baru bagi mereka yang mau berjuang.

Puspita merasa itulah yang terjadi padanya. Di saat ia terpuruk karena dipisahkan dari Prily dengan cara yang menyakitkan, jalannya menuju cita-cita justru terbuka lebar. Ia yang hanya tamatan SMP bercita-cita mengambil paket C agar bisa melanjutkan pendidikan lebih tinggi.

Keinginan terbesar Puspita adalah merebut kembali harta orang tuanya yang kini dikuasai oleh pamannya. Ia bertekad menjadi seseorang yang mengerti hukum, bahkan mungkin seorang pengacara. Untuk itu, ia rela bekerja apa saja, termasuk menjadi pembantu di rumah Soraya.

“Assalamu’alaikum,” suara laki-laki menyapa dari luar pagar, membuat Puspita segera bergegas keluar. Ia membalas salam dengan senyum tipis.

“Sudah siap?” tanya Haidar, laki-laki berusia sekitar dua puluh tujuh tahun yang kini berdiri di depan pagar. Tatapannya penuh semangat pada Puspita yang sudah rapi mengenakan kerudung pasminanya.

Puspita mengangguk, kemudian masuk lagi ke dalam untuk mengambil ransel berisi dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Hari ini, Haidar akan mengantarnya mendaftar di lembaga pendidikan untuk mengikuti program paket C.

“Kamu terlihat lebih segar pagi ini, Pita,” puji Haidar saat mereka mulai berjalan menuju mobilnya yang terparkir di tepi jalan.

Puspita tersenyum kecil. “Hari ini kan aku mau daftar paket C, Kang. Doakan aku bisa ikut akselerasi, ya, biar nggak nunggu lama ikut ujian kesetaraannya.”

“Pasti Akang doakan. Akang yakin kamu pasti bisa. Kamu kan cerdas,” puji Haidar lagi.

“Tahu dari mana Pita cerdas?” Puspita mengernyit.

“Waktu di kampung dulu, Akang kan sering ngajarin anak-anak mengaji. Dan kamu itu termasuk yang paling cepat menangkap pelajaran,” jawab Haidar sambil tersenyum.

Puspita tersenyum malu-malu. Ternyata Haidar masih mengingat masa kecil mereka. Dulu, Haidar yang sudah remaja sering mengajar mengaji di musala dekat rumah mereka, dan Puspita sangat senang belajar dengannya. Kini, setelah lama terpisah, mereka bertemu kembali dalam kondisi yang jauh berbeda.

Sesampainya di samping mobil Haidar, Puspita menunggu pria itu membukakan pintu mobil. Namun, sebuah mobil lain tiba-tiba mendekat dan berhenti tepat di depan mereka.

Puspita tertegun. Mobil itu terasa familier, dan benar saja—seseorang yang sangat ia kenal turun dari sana dan langsung menghampirinya.

Pramudya.

Untuk apa pria itu ada di sini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Masda Lia
ceritanya sangat menarik...
goodnovel comment avatar
Tukirah
crtanya bagus, cuman ibunya bikin mslah
goodnovel comment avatar
Flowers riah
ibu yang rumit dan banyak tingkah gegabah, terus-terusan mikirin sepadan dan tidaknya. apa dia pikir, status sosial bikin bahagia?astaga, ibu yang egois.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   307

    Langit begitu cerah siang itu. Awan tipis berarak pelan seakan ikut merayakan pencapaian besar yang tengah dirasakan Puspita.Setelah acara inti wisuda selesai di aula yang megah, semua orang bergerak ke luar ruangan. Dan di sana, suasana jauh lebih riuh. Gelak tawa, sorak-sorai, dan bunga-bunga yang memenuhi tangan para wisudawan menjadi pemandangan sejauh mata memandang.Taman kampus yang luas, dihiasi dengan tenda-tenda putih dan hamparan bunga musim semi yang bermekaran, menjadi tempat sesi foto dan perayaan kecil-kecilan yang diatur oleh pihak kampus.Puspita mengenakan toga kebanggaannya, senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Tangannya masih menggenggam buket bunga yang diberikan Pramudya begitu ia turun dari podium. Pram, lelaki yang menjadi suaminya, ayah dari anaknya, dan juga satu-satunya pelabuhan hidupnya—berdiri di sampingnya, mengenakan batik biru senada dengan putra kecil mereka.Tiba-tiba kerumunan kecil masuk ke area taman. Prabu datang bersama keluarganya. Ia terliha

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   306

    Lima tahun kemudian …Pelukan itu hangat. Nyaman. Namun juga sedikit menyebalkan.“Mas …,” desis Puspita sambil berusaha melonggarkan lengan kekar suaminya yang melingkar erat di pinggangnya. “Lepas dulu, aku belum selesai pasang jarum pentul hijab ini, tahu nggak?”Puspita berdiri di depan cermin, tangannya cekatan merapikan kerudung satin warna krem yang selaras dengan kebaya brokat yang membalut tubuhnya yang kini sedikit berisi. Ia menghela napas, menyelipkan anak rambut yang bandel ke balik ciput. Hari ini adalah hari besar—hari di mana ia akhirnya menyandang gelar Sarjana Hukum setelah lima tahun perjalanan yang berliku. Tak mudah, tapi akhirnya sampai juga.Sejak tadi Pram terus saja mengganggunya. Tak membiarkan istrinya berdandan dengan tenang. Hanya karena menurutnya Puspita terlalu cantik. Seharusnya tidak bermake-up saja agar tidak menarik perhatian kaum Adam.Pram menatap pantulan cermin. Matanya teduh, bibirnya tersenyum. Wajah Puspita yang bermake-up flawless membuat na

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   305

    “Kamu iri sama Puspita?” tanya Prabu hati-hati. Ia menatap luruh wajah Andini yang malam ini lebih banyak diam daripada biasanya.“Kalau kamu mau, kita juga bisa segera punya anak. Kita bisa lepas IUD kamu kapan saja,” lanjut Prabu seraya menggenggam tangan sang istri.“Besok kita ke dokter, ya? Aku yakin Oma juga akan melakukan hal yang sama ke kamu kalau kamu hamil.”Andini tersenyum, lalu menggeleng—cepat dan pasti.“Aku belum siap, Mas. Raja masih kecil. Aku belum ingin menjalani kehamilan. Belum sekarang. Rasanya… berat. Aku belum sanggup.”“Tapi aku bisa menambah babysitter kalau kamu mau. Aku tidak akan membiarkan kamu kerepotan mengurus anak-anak.”“Bukan itu, Mas. Lebih ke mental aku saja. Aku benar-benar belum siap menambah anak. Aku takut lebih cenderung ke anak yang lahir dari rahimku. Sedangkan anak-anak Mbak Irena juga butuh ibu. Aku takut tidak bisa adil, Mas. Kasihan mereka—sudah ditinggal ibu kandungnya, masa ibu barunya hanya sibuk dengan anak kandungnya? Tolong, ber

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   304

    “Apa? Puspita hamil?” seru Oma dengan suara nyaring, nyaris membuat telinga Pram berdengung dari seberang telepon.Tak lama, terdengar denting gelas jatuh menghantam lantai marmer. Hening sejenak. Tapi bukan kemarahan yang terdengar setelahnya, melainkan... tawa. Tawa haru, yang menggetarkan dada.“Anak itu hamil! Hamil!” serunya lagi, kali ini kepada siapa pun yang ada di dekatnya. “Opa! Pa! Puspita hamil!” Ia berseru lagi, kini sambil berjalan tergopoh-gopoh mencari suaminya. “Kita rayakan malam ini juga! Di restoran paling mewah! Semua harus datang!”Pram belum sempat menjawab saat Oma sudah sibuk mencari Opa dan memerintah asistennya untuk segera memesan ruang VIP restoran bintang lima. Tak tanggung-tanggung, ia ingin semuanya hadir malam itu juga untuk merayakan kehamilan Puspita. Satu lagi calon cicit akan hadir hingga menambah ramai anak keturunan Bimantara.Pram tersenyum lebar setelah menutup sambungan telepon. Ia menjadi orang yang sangat bahagia mendapat kabar ini, meskipun

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   303

    Matahari siang sudah lebih condong ke barat. Mahasiswa mulai keluar dari gedung-gedung fakultas, sebagian berjalan sambil tertawa, yang lainnya mengeluh soal tugas. Puspita menyampirkan tas ranselnya dan melangkah pelan keluar kelas. Badannya terasa pegal, kepalanya sedikit pening. Mungkin karena ini hari pertama kuliah. Duduk berjam-jam dalam satu posisi membuat tubuhnya sangat lelah.Apa ini karena ia terlalu tua untuk menjadi mahasiswi baru? Atau karena tulang-tulang dan tubuhnya pernah rusak parah hingga sempat lumpuh?Rasanya ia tak bisa menyamai mereka yang masih berusia belasan, yang semangat belajarnya masih sangat tinggi. Atau mungkin, ini hanya soal belum terbiasa?Terkadang, terbersit keinginan untuk berhenti saja. Toh, ia punya suami yang bertanggung jawab. Lebih dari cukup untuk menanggung hidupnya. Ia juga salah satu keturunan Bimantara. Rasanya, tidak akan kekurangan secara materi. Namun, kembali lagi, ia punya cita-cita yang ingin dicapai. Bukankah ia ingin menjadi sese

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   302

    agi itu, matahari memancarkan sinarnya dengan lembut, menelusup melalui jendela kamar Puspita. Aroma embun dan rumput basah menyusup dari celah ventilasi, membawa suasana segar yang jarang dirasakan Puspita akhir-akhir ini.Dia berdiri di depan cermin, merapikan kerudungnya dengan hati berbunga-bunga. Hari ini adalah hari pertamanya kembali ke bangku kuliah. Setelah semua yang dilaluinya—perjalanan hidup yang berat, pernikahan, hingga lumpuh lama dan sembuh perlahan—kini ia mulai menapaki kembali jalan mimpinya. Menjadi mahasiswi. Kuliah untuk mencapai cita-citanya. Lebih tepatnya meng-upgrade diri meski mungkin ujung-ujungnya tetap di rumah menjadi ibu rumah tangga.Ya, menyadari kodratnya sebagai wanita dan ibu rumah tangga, tentunya kelak ia tetap harus mengutamakan keluarga. Berkaca pada Andini yang meski seorang insinyur perminyakan—pekerjaan yang pasti sulit didapatkan—tapi saat suami menghendaki ia di rumah saja mengurus rumah tangga, ia harus tetap siap.Karena di rumah pun pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status