Bab 24. Darfan Membawa Istri Pertama Ke Rumah Istri Muda
“Yat, tunggu, dong, Sayang!” panggil Darfan seraya meraih pergelangan tangan Yati.
“Aku enggak mau pulang ke rumah itu lagi, Mas! Aku enggak mau kumpul baereng keluarga Mas Dar! Mereka bisanya menjadikan aku babu. Selalu menghina dan merendahkan aku,” tolak Yati mengibaskan pegangan tangan Darfan dengan kasar.
“Ya, sudah kalau kamu gak mau lagi tinggal serumah dengan keluargaku, aku udah telpon Amel, kok. Mulai sekarang, aku penuhin keinginan kamu untuk tinggal serumah denganku. Kita ke rumah Papa Amelia, ya?” bujuk Darfan.
Yati tidak menyahut, namun tak juga menggeleng. Darfan menarik napas lega. Bukan karena takut kehilangan Yati. Dia tak merasa sangsi sedikitpun akan hal itu. Yang dia khawatir
Bab 25. Pembalasan Dimulai “Oh, begitu? Sudahlah! Gak usah dipikirkan. Sekarang Wawak pulang aja, kasihan anak istri Wawak nunggu di rumah, iya, kan?” Amelia berkata lembut. Dadang mendongak, wajahnya berangsur terang. “Non Amel gak marah sama saya?” lirihnya berkaca-kaca. Amelia menggeleng seraya tersenyum penuh pengertian. “Makasih, Non! Kalau begitu saya pulang, ya!” “Baik, Wak! Hati-hati!” Dadang pulang dengan sepeda motor bututnya. “Tolong kunci gerbangnya ya, Bik! Bibik langsung temui saya di kamar! Saya duluan masuk!” titah Amel lalu masuk dengan meneteng semua barang belajaannya di butik tad
Bab26. Babu Baru Itu Adalah Maduku ===== “Boleh, saya nurut apa kata suami saya saja, iya, kan, Mas?” kata Amelia bergelayut manja di bahu Darfan. Menarik sebelah tangan pria itu dan melingkarkan di pinggangnya. Darfan tak berani menolak, bahkan dia merasa dadanya berdebar hebat. Hanya Yati yang tampak menelan ludah yang tiba-tiba terasa pahit. “Tapi, dengan satu syarat!” sambung Amelia. “Syarat apa?” Suara Yati berubah serak. Jelas cemburu mulai membakar dadanya. “Mbak harus mengikuti semua aturan yang saya buat. Bersikaplah layaknya seorang pembantu, bisa?” Yati tak menjawab. Wanita itu menunduk. “Aturan pertama adalah, seorang pembantu tidurla
Bab 27. Darfan Menawarkan Nafkah Batin Sempat Amelia terhanyut. Tubuhnya menghangat. Angan liar melambung jauh ke awang. ‘Beginikah rasanya?’ bisiknya membatin. Kenapa baru sekarang? Setelah sekian lama pernikahan, kenapa kau lakukan seperti ini baru sekarang? Kenapa tubuh ini sempat di telantarkan, bahkan dihina dan dicaci tiada henti. Kenapa baru malam ini, Mas? Kenapa kau abaikan diriku selama ini? Kenapa kau tak penuhi kewajibamu sebagai seorang suami? Kenapa tak kau penuhi hakku sebagai seorang pengantin? Aku pengantinmu, Mas! Nafkah batin yang harusnya kau berikan untukku, berkali-kali kau abaikan. “Sayang? Aku minta maaf?” Seolah paham apa yang sedang mengganjal hati istrinya, Darfan mengucap kata maaf.
Bab 28. Bisik-bisik Di Dalam Gudang ‘Aku tahu, kau sangat menyayangi aku. Kau pasti takut dengan ancamanku hendak meminta talak padamu, jika kau berani menyentuh si kribo, iya, kan, Mas?’ Yati semakin yakin bahwa yang datang adalah suaminya. Langkah itu kian dekat, lalu masuk ke dalam gudang. Dugaan Yati benar adanya. Darfan mendapati sang istri terduduk di lantai dingin. “Mas!” panggil Yati langsung berdiri dan menghambur memeluk sang suami. “Hem, tolong kamu buatkan segelas susu hangat buat Amel, lalu antar ke kamar kami sekarang juga! Cepat, ya!” Darfan mengurai pelukan wanita itu dengan halus. “Apa?” Yati mundur selangkah, kedua tangan yang sempat memeluk luruh lemah di
Bab 29. Menolak Nafkah Batin “Basi” Pertahanan di mata Anwar jebol, air bening meleleh deras di sana. Pipi keriput itu basah seketika. Pria paruh baya yang tiba-tiba terlihat begitu ringkih itu merasa kian sesak. Apa yang dia risaukan sama sekali Amelia tak paham. Pria itu ingin menceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi tanpa disadari oleh putrinya. Dia ingin meminta sang putri untuk meminta pisah dari laki-laki durjana, Darfan. Jangan sampai penipu itu menguras habis harta keluarga ini. Tetapi, dia tak mampu. Untunglah Anwar tak tahu kalau kartu ATM miliknya telah dikuasai oleh sang menantu durhaka. Kalau dia tahu, bisa saja hal yang lebih buruk terhadap kesehatannya akan terjadi. “Papa tidur lagi, ya!” bujuk Amel mengecup k
Bab 30. Suara Erangan Dari Gudang ======= Darfan kehilangan kontrol. Pria itu memeluk erat tubuh Amelia. Menghujani wajah gadis itu dengan ciuman membabi buta. Tenaganya yang jauh lebih kuat, membuat Amelia tak mampu menghindar. Tubuh perawan itu kini berada dibawah kungkungan sang durjana. Berpikir keras, Amelia tak mau menyerah. Perjuangannya untuk memberi pelajaran pada pria tak punya hati ini sudah hampir berhasil. Hasurkah semua berakhir sia-sia, bahkan dia pun harus pula kehilangan kesuciannya? Ya, tugas dia sebagai seorang istri benar adalah memenuhi keinginan ranjang suami. Tetapi, sejak awal pernikahan ini sudah salah. Pernikahan ini adalah pernikahan hasil tipu daya. Itu yang membuat Amelia merasa kewajiban itu telah gugur dengan sendirinya. Tak akan pernah terjadi hubungan ini. 
Bab 31. Terusir Di Tengah Malam Buta ====== Yati begitu percaya akan dusta pria itu. Yati merasa dirinyalah yang paling sempurna. Suaminya tetap memilih dirinya, meski sang madu telah merubah penampilannya. Itu membuatnya semakin melambung. Amelia merasa kian terluka. Rasa sakit ini semakin meradang. Tawa cekikan di dalam sana bagai perasan jeruk nipis menyiram luka yang kian menganga. Perih, pedih, tak terlukis lagi dengan kata-kata. ‘Cukup sudah!’ Tiba-tiba Gadis itu bergumam. Tubuh yang masih menyender lemas di daun pintu itu tiba-tiba menegak. Tak perlu menunggu esok tiba, malam ini harus diselesaikan segera. Amelia tak bisa berpikir lebih jernih sekarang.
Bab 32. Berhasil Mendapat Talak “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi! Kamu keluar dari rumahku! Sekarang!” Amelia menarik paksa tangan laki-laki yang belum juga mengenakan baju itu. Pria itu belum sempat membenahi pakaian saat Amel tiba-tiba menyerang masuk ke gudang tadi. Hanya celana boxer pendek yang menutupi bagian tubuhnya. Sementara Yati mengikuti langkah Amelia yang terseok karena menarik beban berat tubuh Darfan. Kedua anaknya mengiringi sambil menjerit-jerit memegangi ujung kain sarung ibunya. Suasana ribut itu membuat Anwar makin tak tenang di dalam kamarnya. Meskipun Ayu sudah berusaha menenangkan dirinya, namun tetap saja pria ringkih itu memaksa agar Ayu memindahkan tubuhnya ke atas kursi roda dan mendorongnya ke luar. Dia ingin memastikan keadaan putri semata wayangny