Share

Aku Lelah

Author: Hielmy Muthia
last update Last Updated: 2022-04-25 06:39:40

Jika pernah merasakan hancur dalam hidup, sekaranglah saatnya. Entah apa perasaan Afwan saat ini. Antara cemas, takut ,sedih dan perasaan bersalah menjadi satu memenuhi dadanya membuat nafas rasanya sesak dan berat.

Afwan luar biasa gelisah mendapati Aini tak pulang. Fadhil beberapa kali menghubunginya menanyakan Aini. Sepertinya Fadhil juga disuruh Papa untuk mencari Aini.

Suami apa aku ini? bahkan orang lain seperti Fadhil juga ikut gelisah mencari istriku. Ratap Afwan gelisah. Lelah dia mengitari kota Bandung yang mulai sepi. Bahkan melintas dibenaknya untuk menanyakan keberadaan Aini ke kantor polisi atau rumah sakit di sekitar Bandung, pikiran jelek dan bukan- bukan memenuhi batok kepala Afwan.

Ya Allah, jangan ambil Ainiku. Beri aku kesempatan untuk menebus segala kesalahanku, beri aku waktu ya Allah, walau sedetik.

Afwan terisak di pinggir jalan yang mulai sepi. Tangannya gemetar menggenggam ponsel yang dari tadi tidak berhenti dipakai menghubungi sahabat-sahabat Aini.

Semua jawabnya sama, tak menemukan Aini.

Apa aku harus mencari ke rumah sakit atau kantor polisi terdekat? Tidak, meski ingin tapi Afwan sekuat tenaga menggeleng.

Dia tidak siap dengan fakta yang menyakitkan megenai Aini. Afwan takut, terjadi sesuatu pada perempuan terindah yang pernah ada dalam hidupnya.

Kalau sampai ada apa-apa dengan Aini, seumur hidup Afwan tidak akan pernah memaafkan dirinya.

Afwan kembali menyeka sudut matanya. Ada yang hancur lebur di sudut -sudut jiwanya.

Angin malam Dan bau tanah menampar wajahnya. Sesekali Afwan mengedarkan pandang ke jalanan yang mulai sepi, sesekali dia juga menelepon ponsel Aini yang dipegang Fadhil. Jawabannya sama. Aini belum kembali.

Terdengar nada cemas di sebrang sana, apa mungkin Fadhil juga cemas seperti dirinya? Afwan menghela napas, membuang pikiran yang bukan-bukan dan juga...rasa cemburu.

Afwan menghembuskan nafas dengan kasar dan menghirupnya dalam berharap aliran oksigen bisa membantunya membuang perasaan tak nyaman tentang sosok Fadhil. Ini bukan saat yang tepat untuk berprasangka, keselamatan Aini nomor satu, karena logikanya jika tidak terjadi apa-apa Aini tidak akan tega pergi keluyuran begitu saja dan meninggalkan Papanya yang tengah sakit keras.

Ya Rabby, temukan Ainiku. Selamatkan dia. Rintih Afwan putus asa,langkahnya gontai memasuki mobilnya kembali.

Hari menjelang pukul dua malam. Udara dingin menusuk tulang Afwan yang hanya memakai kemeja kantor dan celana bahan. Grrr, gemerutuk gigi Afwan terlihat samar...Afwan merapatkan tangannya di dada mengusir dingin.

Drrt.

Tiba-tiba,sebuah pesan masuk di ponselnya dari nomor tak dikenal, sepertinya membuat nafas Afwan seketika terhenti.

[ Anda suami Bu Aini? Tolong dia ada di klinik bersamaku.Tadi saya menemukannya pingsan dan baru siuman.]

Mata Afwan terbelalak. Sebuah alamat tertera di pesan berikutnya.

Afwan terbelalak. Rasanya ribuan air galon yang sejuk mengaliri sekujur tubuhnya.

Aini, tunggu. Mas akan menemuimu. Dada Afwan serasa pecah, kelegaan dan cemas bercampur menjadi satu.

❤️❤️❤️

Wajah Aini pucat. Dia sudah bisa duduk, dan bisa diajak bercakap-cakap saat Afwan dengan dada seakan meledak karena bahagia menemuinya.

Aini pingsan di depan halte Bus saat keluar sebentar dari mobil untuk membeli minum. Beruntung seseorang menemukannya dan membawa ke klinik terdekat.

Sepasang suami istri setengah baya yang kebetulan melintas dengan baik hati membawa Aini ke poliklinik terdekat untuk memberi perawatan.

Entah berapa kali Afwan mengucapkan terimakasih. Saat dia mau mengganti biaya administrasi, sepasang suami istri baik hati itu menolaknya.

"Anda suaminya?" 

"Iya,Pak. Terimakasih anda sudah menyelamatkan istri saya." Mata Afwan berkaca-kaca.

Bapak dan Ibu penolong yang diketahui bernama Bu Ratna dan Pak Azam hanya tersenyum tulus.

"Sama- sama Mas. Oh ya, mobil Mbaknya saya parkir di halaman klinik ini di sebelah timur. Kalau misal Mas nya belum bisa bawa sekarang, besok pagi bisa." Pak Azam menerangkan Ramah sekali.

"Mas, Mbaknya di jaga ya. Kata dokter yang tadi periksa,Mbaknya kecapean dan stres."

"Oh,iya Pak.Terimakasih." Afwan sekali lagi tersenyum.

"Mas, karena anda sudah datang. izinkan kami pamit."

Bu Ratna dan Pak Azam pamit.

"Masyaa Allah, terimakasih ya Pak, Bu sudah menolong istri saya. Semoga amal baik bapak dan Ibu dibalas sama Allah yang Maha Kuasa."

"Amiin."

Bu Ratna bangkit memeluk Aini.

"Makasih ya Bu.Sudah menolong saya." Aini tersenyum penuh rasa terimakasih.

"Mbak Aini, Ibu tinggal. Sudah ada Masnya. Kata perawat, malam ini juga bisa pulang kok."

Aini mengangguk. Membalas pelukan Bu Ratna.

Bu Ratna dan Pak Azam berpamitan diantar Afwan sampai di lobi. Setelah Bu Ratna dan Pak Azam pergi, gegas Afwan kembali ke dalam kamar perawatan.

Perlahan meraih kursi dan duduk di dekat ranjang Aini. Wajah cemasnya berganti dengan raut lega mesti terlihat lelah. Aini diam memilin tangannya.

"Aini, maafin Mas. Lagi-lagi Mas telah melukai hatimu." Suara Afwan lirih. Aini hanya tersenyum.

"Aini..."

Aini hanya melirik wajah Afwan.

" Kita pulang malam ini juga. Mas akan mengantarmu."

"Tidak usah,Mas."

Aini menggeleng, membuat Afwan menautkan alis.

"Kamu sudah bisa bawa mobil sendiri?"

"Dokter Fadhil dan Bi Darsih akan menjemputku. Tadi selain menghubungimu, Bu Ratna juga menghubungi nomorku yang dipegang dokter Fadhil."

Afwan sedetik membeku.

"Kenapa harus Fadhil, Aini. Bukankah ada aku suamimu?"

Aini tersenyum pahit.

"Pulanglah, mas. Sepertinya Mirna menunggumu."

"Aini?"

Afwan menggeleng.

"Mas, Mirna sedang hamil besar, tak baik membuatnya menunggumu dalam cemas.Pergilah, aku baik-baik saja."

Ya Allah, Aini...begini caramu menyakitiku? Bahkan di saat hatimu hancur dan terluka justru tak juga melunturkan ahlakmu yang mulia.

Afwan hanya mampu mengangguk pelan. Dia tak berdaya menghalangi Aini pergi saat setengah jam kemudian Bi Darsih diantar dokter Fadhil menjemput Aini.

"Mas, aku pulang. Cepatlah kembali, mungkin Mirna tengah menangis mencemaskan mu." Kalimat Aini kembali sukses membuat Afwan membeku. Apalagi bayangan kukuh Dokter Fadhil membuat dadanya diamuk rasa cemburu.

Aini tersenyum ke arah Afwan. Langkah kakinya mengikuti Bi Darsih dan Dokter Fadhil yang menyapa Afwan dengan ramah menuju mobil di halaman rumah sakit.

Afwan mematung di halaman klinik yang mulai sepi. Hanya mampu menatap Aini yang memasuki mobil dokter Fadhil dengan perasaan...entah.

Aini sekilas melirik Afwan dan tersenyum samar.

Cinta juga butuh istirahat. Aku lelah dengan cintamu, Mas. Aku ingin pergi, desis Aini terluka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nafkah Batin Suamiku   Akhir Kehidupan Sang Pelakor

    Akhir Kehidupan Sang PelakorMirna mengerjapkan mata beberapa kali ke arah pria yang selama dua tahun ini sudah jadi suaminya. Memberinya gelimang kemewahan dan harta. Memberinya tawa dan kebahagiaan walau diatas penderitaan dan tangisan istri tua beserta anak-anaknya yang dicampakkan begitu saja.Tak akan disesalinya kepergian dari hidup Afwan dan rumah Miranti. Dia kini nyonya di rumahnya sendiri.Berulangkali dia mengatakan pada sahabat dan temannya kalau kecantikan dirinya bisa mengalahkan dunia dan membuat pria manapun akan bertekuk lutut di bawah pesona yang dimilikinya.Mirna bangga. Dia merasa takdir selalu membawanya pada kemenangan dan keberuntungan.Takdir selalu mengantar nya menjadi seorang pemenang diatas kekalahan perempuan yang suaminya telah dia rebut dengan paksa.Tapi tidak sepertinya untuk saat ini. Berulangkali matanya mengerjap dan mencoba awas pada apa yang sedang terjadi.Bagaimana mungkin pemandangan dihadapannya bisa terjadi. Mas Andre, suami yang terakhir d

  • Nafkah Batin Suamiku   Pelajaran Untuk Mertua Matre

    "Bagus kan? Miranti?" Ibunya Afwan menyodorkan gambar deretan tas branded ke arah menantu barunya. Wajahnya terlihat sumringah. Setelah kemarin Miranti berhasil dia bujuk membelikan sebuah gamis sutra yang lumayan mehong, kini Ibu ingin Miranti membelikannya tas branded." Betul, Bu." Jawab Miranti yang sibuk menyuapi Bella yang kini mulai pandai berjalan dan berceloteh riang."Beliin ibu, Mir." Ibu menyodorkan gambar ke hadapan menantu barunya."Hmm." Miranti meletakan piring di meja dan meraih katalog tas dari tangan Ibu."Yang coklat atau merah, Ibu suka Mir. Maukan beliin Ibu tas merk itu, kan uang mu semuanya berasal dari Afwan." Mulai mengusik. Apalagi kini Ibu tahu Miranti sudah berhenti kerja dan hanya mengandalkan uang belanja dari suaminya."Kalau kamu menolak lagi membelikan tas merk ini, Ibu akan laporkan pada Afwan. Kamu pelit."Miranti meletakkan katalog tas di meja dan bangkit meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas sampingnya."Telephon suamiku, Bu. Katakan aku me

  • Nafkah Batin Suamiku   Manisnya Cinta

    Hari-hari selanjutnya bersama seorang bumil yang baru menginjak trimester pertama adalah hari yang penuh warna. Indah, ceria meski sedikit ribet.Tidak menyangka juga ternyata kehamilan Aini termasuk yang cukup repot. Dia alergi dengan segala bentuk bau parfum dan masakan berbau tajam seperti bawang goreng dan minyak.Anehnya, meski payah perempuan yang terlihat makin cantik dan menawan itu jarang absen untuk tetap melayani suami. Bukan karena kuat, tapi karena menyadari kalau itu sebuah kewajiban.Memasak di masa hamil muda itu sesuatu banget. Biasanya dokter Fadhil akan siaga menungguinya di dapur. Sesekali membantu istri tercintanya mengiris atau menggoreng. Meski selama ini dia tipe pria yang tidak pandai masak dan jarang ke dapur, tapi demi Aini dia bisa menjalankannya dengan suka cita.Betul kata peribahasa, saat cinta gula jawa pun rasa coklat. Cinta membuat segalanya menyenangkan, termasuk aktifitas yang selama ini jarang dilakukannya, memasak."Cuss, Mas yang masak hari ini.

  • Nafkah Batin Suamiku   Buah Hati Untuk Aini

    Hari sudah agak larut malam saat dokter Fadhil memasuklan mobilnya ke halaman rumah Aini yang luas. Bintang dan bulan tampak bertabur indah di cakrawala yang terlihat pekat. Tanpa banyak bicara,Aini bergegas beranjak turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah dan meninggalkan suaminya yang bersiap masukkan mobilnya ke dalam garasi dibantu mang Engkus.Sementara Bi Darsih mengikuti Aini masuk ke dalam rumah. Terlihat wajah Bi Darsih yang ikut membawa beberapa bungkusan buah tangan dari keluarga Afifah terlihat heran, Aini terlihat sedikit murung. Tapi perempuan paruh baya itu tidak berani bertanya dan segera menyimpan barang bawaan Aini ke dapur.Aini berjalan lurus menuju kamarnya, wajahnya semakin diam saat melintas di ruangan luas yang menyimpan banyak kenangan, dia langsung menghenyakkan tubuh nya yang terasa penat di kasur. Wajahnya masih terlihat sedikit gundah.Sepertinya candaan suaminya selama perjalan pulang dari pernikahan Faiz dan Afifah masih membuatnya kepikiran."Ke

  • Nafkah Batin Suamiku   Pernikahan Afiah dan Faiz

    Prosesi ijab kabul terhenti. Semua memandang ke arah Faiz yang baru tiba. Dengan wajah yang penuh rasa penyesalan faiz segera bersimpuh disisi kakaknya dokter Fadil. "Maaf sedikit terlambat." Faiz tersenyum kikuk. Sadar dia telah membuat acara yang begitu sakral terhenti tiba-tiba.Elsa pacarnya yang terus meracau karena mengamuk dan mencakarnya di Bandara serta merusak ponselnya membuat Faiz kewalahan. Elsa tidak terima Faiz akan menikahi Afifah. Pun, ketika Faiz berusaha menjelaskan dan memberi pilihan untuk berbagi. Elsa murka. Tak terima dengan alasan Faiz meski dirinya seharusnya sadar, hadir di hari-hari Faiz setelah Afifah.Mata Faiz terasa basah saat menyapu semua hadirin di ruangan yang disulap indah meski sederhana. Sungguh dia, tidak menduga, kalau Fadhil kakaknya bersedia menikahi Afifah. Dia pikir percakapannya beberapa waktu lalu di malam hari itu tidak berbuntut Aini mengalah dan meminta suaminya Fadhil menikahi Afifah.Faiz juga tidak menduga trauma Afifah begitu dal

  • Nafkah Batin Suamiku   Keajaiban Cinta

    Aini hanya tersenyum getir. Menyadari ucapan Sinta betul adanya. Mungkin dirinya adalah perempuan terbodoh yang merelakan suaminya mendua cinta."Aku mungkin bodoh, Sinta. Tapi aku tidak mampu melihat seorang perempuan seperti Afifah terluka dan terhina." Mata Aini menerawang menembus langit."Aku tahu bagaimana rasanya dicampakkan dan dihina, aku bisa merasakan bagaimana seorang Afifah yang terluka, trauma dan putus asa."Sinta mengerjap, tak menduga kalau ketulusan Aini begitu dalam."Aku tahu bagaimana sakitnya dikhianati, tapi aku yakin lebih sakit menjadi seorang perempuan ternoda karena sebuah tindak kejahatan. Aku bahkan tidak membayangkan kalau itu terjadi padaku." Aini tersenyum menatap bola mata Sinta yang tidak berkedip."Kamu pikir, mudah menerima Fadhilmu berbagi hati, Aini?" Sinta yang terlihat sedikit gemukan kembali bertanya.Sinta memang perempuan tegar. Saat dia mendapati Heru suaminya berselingkuh dengan Mirna, dia mantap memilih hidup sendiri dan menggugat cerai. B

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status