Semua Bab Nafkah Batin Suamiku: Bab 1 - Bab 10
49 Bab
Kepalsuan Cinta
 "Maafkan, Aini. Aku capek. Lain kali saja," tolak Afwan perlahan, merenggangkan pelukan Aini di tubuhnya. Wajah tampannya sedikit ditarik saat Aini berusaha mengecupnya."Terus kapan, Mas? Aku rindu." Aini bangkit dari tempat tidur dan menggigit bibir dengan rasa kecewa yang dalam. Aini menyibak rambut yang menutupi kening dan separuh matanya. Sebelum tidur Aini sengaja menggeraikan rambut. Saat perempuan itu menyibaknya, tak terasa ujung jarinya menyentuh sesuatu yang hangat di kelopak matanya.Aini menangis. Betulkah? Serapuh inikah? Aini perlahan bangkit dengan langkah gontai menuju cermin. Menatap wajahnya yang kini berurai air mata.Lama Aini menatap wajah yang kini akrab dengan kesunyian dan kesendirian. Wajah yang akrab dengan kesepian dan rasa hampa. Rasa yang perlahan menggerogoti jiwanya. Mas, sampai kapan aku memeluk malam ini dengan hampa dan terluka? Sampai kapan kau selalu bilang lelah dan capek? Sampai kapan aku sanggup
Baca selengkapnya
Papa, Aku Pulang
 "Aini, tunggu." Suara Afwan tercekat di kerongkongan, bergegas hendak menyusul tubuh perempuan yang tengah berjalan menjauh dengan pandangan penuh luka."Biarkan dia pergi." Langkah Afwan terhenti, tangan putih berkuku merah mencekal lengannya. seraut wajah Mirna tampak tidak suka."Dia istriku, Mirna. Aku takut terjadi apa-apa."Mirna tersenyum sinis."Biarkan perempuan itu berlalu dari hidupmu. Tersenyumlah, karena kamu tak harus lagi berpura-pura mencintainya.""Tapi," jawab"Cukup Mas, dia tak pantas untukmu. Hanya aku yang layak ada dihatimu." Mirna tersenyum penuh kemenangan. Membuat Afwan hanya bisa membisu. Matanya lekat menatap tempat hilangnya bayangan mobil yang membawa Aini pergi.***Aini belum pernah merasa begitu hancur. Aini juga belum pernah merasakan hatinya begitu terluka dan kecewa. Pandangannya kabur saat dia setengah berlari memasuki mobil, lelehan air mata yang membasahi pipinya
Baca selengkapnya
Janji di Atas Luka
 Angin berhembus lirih, menerobos tirai jendela di ruang tengah. Aini dan Afwan tak ada yang segera menemui Papa. Keduanya bimbang.Tatapan Afwan masih lekat ke wajah sedih perempuan yang selama ini dikiranya tak berharga tapi Aini membuang pandangannya. Dia tak mau tertipu dengan tatapan hangat dan menghanyutkan milik Afwan. Tatapan yang dulu membuatnya jatuh cinta dan membuat dirinya rela sekian lama menunggu untuk melabuhkan jiwanya di kedalaman cintanya.Aini kini mengerti kalau semua kemanisan itu hanyalah dusta. Hanya tipu muslihat agar dia tetap bertahan dan menikmati semua kebohongan sampai waktu yang diinginkan Afwan. Aini muak."Aini," panggil Afwan tersendat berusaha meraih jemari Aini. "Aku bisa jelaskan, padamu. Aku juga bisa memberitahumu hal yang sesungguhnya." Afwan menghela nafas saat menyelesaikan kalimatnya. Seperti pencuri yang ingin membela diri di hadapan orang yang dicurinya, gugup dan terbata-bata."Apa ya
Baca selengkapnya
Sepi
  Seandainya cinta hanya sebatas kecantikan dan keelokan lahiriyah semata, semestinya Afwan adalah laki-laki yang pantas bahagia. Mirna cantik dan sempurna, tapi apa artinya cinta jika tak ada ketulusan dan rasa saling percaya?Afwan sepertinya tak sabar ingin mematikan sambungan telepon dan memijit tombol merah. Ini kali kesepuluh dia menjawab pertanyaan Mirna sejak pagi. Afwan melirik jam, setengah dua siang dia menghitung sampai tiba di rumah jam delapan malam, berapa puluh kali lagi Mirna akan menerornya dengan chat dan panggilan rutinnya."Sudah dulu ya, Sayang Mas lagi repot. Kalau ada apa-apa telepon Ibu saja buat menemanimu, suruh Bang Hasan menjemputnya." "Tapi janji ya, Mas. Harus pulang cepat. Aku iseng." Terdengar nada manja suara Mirna di sebrang sana. "Kakiku bengkak, aku hanya ingin dipijit Mas."Afwan hanya menghela napas."Iya. Sudah dulu ya, Mir. Mas lagi ada klien," jawab Afwan i
Baca selengkapnya
Permata Vs Batu Jalanan
 "Dari mana Mas?" tanya Mirna penuh curiga. Tatapannya jatuh di wajah lelah Afwan yang baru tiba setelah seharian bekerja dan pulang menembus jalanan macet. "Menemui, Aini 'kan?" Kembali meneror dengan prasangka yang sama. Bukannya menghidangkan teh buat suaminya, Mirna malah sibuk mengoceh dengan kecurigaan yang berlebihan. Wajah menornya tampak sedikit kemerahan menahan cemburu. "Aku ada meeting, Mir. Ada banyak yang harus kubahas dengan staf baruku." Afwan menjelaskan apa adanya. Awal bulan ini dia menerima manager baru, banyak yang harus mereka bicarakan. "Aku tidak percaya." Mirna membantah. "Aku tahu kau diam-diam mengunjungi Aini di rumah Papanya. Tega sekali kamu, Mas." Mirna mulai terisak. "Padahal usia kandunganku sebentar lagi memasuki trimester akhir. Kau malah as
Baca selengkapnya
Aku Ingin Memelukmu
 Afwan menggigit bibir. Dia hanya sanggup menghela nafas. "Boleh aku duduk di sisimu, Aini." Afwan menatap ragu."Duduklah, Mas. Ini kamarmu, kamu bebas melakukan apapun di sini."Afwan menghempaskan tubuhnya di sisi Aini yang tengah sibuk melipat pakaian. Ingin sekali Afwan meraih jemari itu dan menggenggamnya agar Aini berhenti masukan bajunya ke dalam tas yang dibawanya. Afwan tak ingin Aini pergi. Tapi tangannya terasa kaku.Dia hanya mampu melihat dengan gundah gerakan tangan Aini yang tengah sibuk memasukkan bajunya tanpa sedikitpun menoleh kepadanya."Aini, boleh memintamu sesuatu?" Suara Afwan lemah."Katakan saja, mungkin aku bisa membantumu."" Emmh...bolehkah aku memintamu untuk menginap di kamar ini, semalam saja?"Aini termenung. Sejenak menghentikan aktifitasnya." Menginap? Di sini? Di kamar ini?"Afwan mengangguk ragu."Ini masih kamarmu, Aini." Afwan menjawab hati-hati.
Baca selengkapnya
Aku Lelah
 Jika pernah merasakan hancur dalam hidup, sekaranglah saatnya. Entah apa perasaan Afwan saat ini. Antara cemas, takut ,sedih dan perasaan bersalah menjadi satu memenuhi dadanya membuat nafas rasanya sesak dan berat.Afwan luar biasa gelisah mendapati Aini tak pulang. Fadhil beberapa kali menghubunginya menanyakan Aini. Sepertinya Fadhil juga disuruh Papa untuk mencari Aini.Suami apa aku ini? bahkan orang lain seperti Fadhil juga ikut gelisah mencari istriku. Ratap Afwan gelisah. Lelah dia mengitari kota Bandung yang mulai sepi. Bahkan melintas dibenaknya untuk menanyakan keberadaan Aini ke kantor polisi atau rumah sakit di sekitar Bandung, pikiran jelek dan bukan- bukan memenuhi batok kepala Afwan.Ya Allah, jangan ambil Ainiku. Beri aku kesempatan untuk menebus segala kesalahanku, beri aku waktu ya Allah, walau sedetik.Afwan terisak di pinggir jalan yang mulai sepi. Tangannya gemetar menggenggam ponsel yang dari tadi tidak berhenti dipaka
Baca selengkapnya
Jangan Perduli Perasaanku
 Afwan terpaku di lobi klinik.Angin malam yang menderu tak bisa mengalahkan hati Afwan yang menggebu karena cemburu.Cemburu? Hallo Bro, dua tahun kau membiarkan perempuan itu memeluk sunyi, melukis malamnya sendiri dalam sepi, menggapai cintamu yang entah di mana. Sekarang kau bilang cemburu? Dimana kewarasanmu?atau...dimana perasaanmu? Hati kecil Afwan mencemooh.Ya aku memang seperti orang tak waras, aku memuja perempuan yang bertahun kehadirannya tak berharga. Aku merindukan Aini di saat jiwanya telah hancur dan membeku. Afwan menyeka sudut matanya. Dia jarang menangis dalam hidupnya, dia laki-laki tangguh dan tegar tapi melihat sorot bening dan ketulusan dalam mata Aini dia terluka.Aini tak murka dengan penghianatannya, tak ada kata makian dan umpatan. Dia tahu diri, pelan menepi dan merelakan sepotong hatinya terluka sendiri. Sialnya, semua itu lebih menyakitkan bagi seorang Afwan.Tak ada yang mencercanya saat dia menikahi Mirna diam-
Baca selengkapnya
Perkelahian di Rumah Aini
 Mirna!Afwan sedikit terpekik, tak menyangka Mirna mengejarnya sampai ke rumah Aini."Sebentar, Aini." Afwan mendekati Mirna dan berusaha menariknya ke luar ruangan. Bagaimana tidak, tidak jauh dari tempat mereka berdiri, ada Papa Aini yang sedang sakit keras.Aini melirik Bi Darsih memberi isyarat untuk menemani Papa. Perempuan paruh baya itu dengan cepat menuruti perintah anak majikannya dan menunggui Papa di dalam kamar."Tutup, pintunya Bi." Bu Darsih mengangguk. Segera melaksanakan perintah Aini.Mirna menatap Aini dengan wajah memerah menahan kesal. Seperti seseorang yang tengah melihat pencuri miliknya yang paling berharga.Mirna lupa, dialah yang mencuri Afwan dari Aini, merayu dan menjeratnya dengan berbagai cara.Aini melangkah mendekati Mirna yang tengah menantangnya. Wajahnya tenang tak sedikitpun terlihat gentar.Aini mengajak Mirna ke ruang tamu. Setidaknya jarak ruang tamu dan kamar Papa
Baca selengkapnya
Aku Siap Dengan Talakmu
Fadhil perlahan membalikkan tubuhnya. Suara Isak tangis Aini di punggungnya membuatnya menunduk, menelisik wajah Aini.Aini berusaha membuang pandangannya. Ada perasaan malu bercampur kaget diperhatikan seseorang. Apalagi dia sejujurnya tak begitu akrab selama ini hubungannya sebatas dokter pribadi dan keluarga pasin. Resmi dan seperlunya.Tapi sepertinya semua itu akan berubah mulai saat itu. Aini melihat mata dokter Fadhil menyimpan tanya dan mungkin ras prihatin. Jangan-jangan laki -laki itu menyaksikan adegan panasnya tadi bersama Mirna?Serapat apapun dia menyimpan masalah rumah tangganya selama ini, sekuat apapun dia menelan lukanya seorang diri, faktanya hari ini dokter Fadhil telah menyaksikan adegan menyakitkan dirinya dan Afwan beserta istri mudanya. Hari ini setegar apapun Aini bersikap dan serapat apapun dia menyembunyikan lukanya laki-laki sudah tahu, lihat senyum itu seolah berusaha membasuh luka hatinya. Aduh, Aini merasa malu.Wajah Aini memerah, malu.Merasa telanjang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status