Home / Rumah Tangga / Nafkah Dari Mantan Suami / 6. Istri Baru yang Mengamuk

Share

6. Istri Baru yang Mengamuk

Author: Queeny
last update Huling Na-update: 2024-11-21 11:14:40

Cintia melangkah cepat di koridor rumah sakit. Dia mendengar kabar bahwa suaminya bertengkar, entah dengan siapa. Namun tidak menyangka jika Nadia yang membawa Hendra ke rumah sakit. 

Cintia meninggalkan putranya di rumah dan langsung menuju ke rumah sakit. Selama dua tahun pernikahannya, baru kali terjadi masalah. 

Untungnya baby sitter yang merawat Arka cukup telaten, sehingga dia tak perlu khawatir. Anak itu juga tak terlalu rewel asal perutnya kenyang. 

"Bapak Hendra Widjaja dirawat dimana ya, Sus?"

Cintia bertanya di nurse station dimana kamar suaminya. Wanita itu begitu khawatir dan ingin segera bertemu.

Membayangakan Hendra berdarah dan pingsan membuatnya sedih. Wanita itu bahkan menangis saat menyetir menuju ke sini. 

"Bapak Hendra ada di 215 ya, Bu," ucap perawat sembari menunjuk ke arah ujung lorong. 

Cintia mengucapkan terima kasih dan berjalan menuju kamar yang dimaksud. Ketika dia membuka pintu dan melihat Nadia duduk di samping Hendra, hatinya bergejolak.

Cintia menarik napas panjang agar bisa mengendalikan diri. Tanpa melihat Nadia, dia langsung duduk di dekat Hendra. 

"Mas, kamu gak apa-apa?" tanya Cintia khawatir. Dia bahkan memeluk Hendra sembari mengusap kepala suaminya.

"Cuma luka dikit," jawab Hendra lemah.

"Kok bisa pingsan?"

"Mas kecapean habis pulang kerja."

Nadia membuang pandangan, merasakan sesak di dada. Apalagi saat Cintia mencium pipi Hendra dengan lembut. Hal yang sama seperti yang dulu dia lakukan. 

"Mana yang sakit? Aku pijat ya?" ucap Cintia mesra. Wanita itu bahkan mengabaikan Nadia dengan tak menyapanya. 

"Mas gak apa-apa, Sayang," ucap Hendra sembari mengusap rambut Cintia.

Ucapan mesra dan perlakuan itu membuat dada Nadia bergemuruh. Dia tak bisa membayangkan jika Hendra melimpahkan kasih sayang kepada Cintia. Seperti yang lelaki itu berikan kepadanya dulu.

"Itu ada Nadia," bisim Hendra tak enak hati.

Cintia menoleh dan berusaha untuk senyum walau enggan.

"Hai, Nad. Gimana kabar?"

"Alhamdulilah sehat," jawab Nadia sembari tersenyum. 

"Kamu sehat tapi suamiku bonyok," sindir Cintia halus. Ucapannya itu membuat Nadia tergugu dan tak tahu harus bicara apa.

"Jangan gitu, Cin. Gak sopan," bisik Hendra. 

"Kenapa kamu masih di sini? Aku usah datang, loh." 

Nadia menoleh dan mendapati Cintia menatapnya dengan tajam. Nada suaranya terdengar tak suka. 

Melihat itu, Nadia berpindah tempat duduk. Dia tak mau menggangu perbincangan Hendra dan Cintia.  

Sikap Cintia yang tak menyukai keberadaannya membuat Nadia sadar diri. Sepertinya dia tidak boleh berlama-lama di sini. 

"Nadia yang bawa Mas ke sini, Sayang. Kamu harusnya terima kasih."

Sayang? Lagi-lagi hati Nadia terluka. Hendra pernah mengatakan hal yang sama kepada dirinya, dulu. 

"Terus kamu senang dijagain mantan istri?"

Cintia merasa marah dan terluka. Dia menatap suaminya dengan tajam untuk memperingatkan. Wanita kalau sedang cemburu benar-benar mirip singa betina. 

"Cin, aku cuma nemenin Mas Hendra sampai kamu datang. Soalnya, mama sama yang lain gak respons telepon dari aku," jelas Nadia. 

Cintia tidak mau mendengar penjelasan. Hatinya sudah terbakar api cemburu. 

"Oh, mama mertuaku. Mama sudah tidur jam segini. Aku menantu yang tau jadwalnya," sindir Cintia. 

Nadia merasa terpojok, tetapi dia berusaha tetap tenang.

"Aku tidak bermaksud ganggu. Hendra terluka dan aku merasa kasihan."

Hendra mencoba menengahi. Jika tadi dia berseteru dengan Surya, kini istri dan mantan istrinya yang berselisih paham. 

"Cin, ini bukan salah Nadia. Harusnya kamu fokus ngurusin aku."

Cintia menatap Hendra dengan mata penuh kemarahan.

"Fokus? Sementara dia ada di sini? Dia penyebabnya, kan?"

Nadia merasa hatinya bergetar mendengar tuduhan itu. Dia hendak berpamitan. Namun, ucapan Cintia yang terus memojokkan justru menahannya. 

"Itu gak benar. Aku udah berusaha melerai mereka. Tapi Mas Hendra yang emosi." Nadia mencoba menjelaskan agar tak terjadi salah paham. 

Cintia melangkah maju, semakin mendekat ke arah Nadia. 

"Oh, jadi kamu mau bilang kalau semua ini gak ada hubungannya sama kamu? Padahal kamu biang masalahnya."

Hendra berusaha meredakan situasi yang semakin memanas. Dia bahkan mencoba meraih lengan Cintia untuk mencegah istrinya berbuat lebih. 

"Cin, kita gak bisa menyalahkan Nadia. Surya yang mulai."

Cintia menggelengkan kepala, tidak mau menerima penjelasan Hendra.

"Jadi, Mas membela dia sekarang? Apa Mas gak mengerti kalau dia mau menghancurkan rumah tangga kita?"

Nadia merasa sakit hati, tetapi mencoba berbicara dengan tenang. Tuduhan Cintia itu sama sekali tak berdasar. 

"Aku gak niat menghancurkan apapun. Aku cuma peduli dan Hendra dan ingin melihatnya baik-baik saja."

Cintia tertawa sinis, tidak percaya dengan apa yang diucapkan Nadia. Dia tahu jika wanita itu masih menyimpan cinta untuk suaminya. 

"Peduli? Jadi ini semua tentang kepedulian? Atau kamu berencana kembali ke hidup suamiku?"

Hendra terdiam, merasakan ketegangan yang semakin meningkat.

"Cintia, cukup. Ini bukan saatnya untuk berdebat."

Cintia menatap Hendra dengan penuh kecewa. Dia tak menyangka jika sang suami malah menbela Nadia diabanding dirinya. 

"Bukan saatnya? Lalu kapan? Selama ini Mas terus ngasih dia perhatian."

Hendra berusaha menahan emosinya, tetapi dia merasa tertekan.

"Aku melakukan ini untuk kebaikan. Aku gak bisa abaikan Nadia seperti itu."

Nadia melihat keduanya berdebat, merasa bingung dan sakit hati.

"Cintia, aku gak ada niat untuk menjadi masalah."

Cintia melangkah lebih dekat, menatap Nadia dengan marah.

"Kamu gak perlu khawatir tentang suamiku! Kami sudah punya kehidupan sendiri. Berhentilah menganggu kami."

Nadia merasakan kemarahan dalam dirinya, tetapi dia tidak ingin memperburuk keadaan.

"Sudah, Cin. Ini rumah sakit. Jangan bertengkar di sini."

"Kamu gak ngerti, Mas. Ini tentang kamu dan dia. Dan aku merasa seperti orang asing di rumah tangga kita!"

Nadia merasa hancur mendengar itu, dan hatinya bergetar.

"Apa alasan kamu membiarkan dia masuk ke hidup kita, Mas? Apa kamu benar-benar mencintaiku?"

Cintia tidak mau mendengar penjelasan lebih lanjut. Hatinya sudah dipenuhi amarah. 

"Maaf--" lirih Nadia. 

"Aku gak mau dengar. Pergi dari sini, Nadia. Aku gak mau ngeliat kamu di dekat suamiku."

"Aku pamit, Mas. Assalamualaikum."

Nadia menahan napas, berusaha untuk tetap tenang. Dia berbalik, melangkah pergi dengan hati yang berat. 

Nadia tidak ingin menjadi penyebab pertengkaran mereka. Namun di dalam hatinya, cinta untuk Hendra masih ada.

***

Cintia memandang Hendra dengan kemarahan dan kekecewaan.

"Kamu masih peduli sama Nadia, Mas? Kenapa kamu gak bisa lihat betapa sakitnya aku?"

Hendra merasa bingung, tidak tahu harus berkata apa. Istrinya sedang emosi. Jika dia menajwab, maka pertengkaran akan semakin panjang. 

"Aku cuma ingin kita baik-baik saja. Aku mencintaimu, dan aku ingin menyelesaikan ini bersama."

Cintia menatap Hendra, tetapi hatinya masih penuh amarah dan kekecewaan.

"Aku butuh waktu untuk merenung. Kita perlu membicarakan semua. Nanti setelah kamu sembuh."

Cintia berbalik, meninggalkan suaminya dalam keheningan. Niat untuk mengurus Hendra pupus seketika. Sepertinya dia harus menenangkan diri dulu. 

Hendra merasa hancur, menyadari bahwa masalah ini baru saja dimulai. Dan dia harus berjuang untuk memperbaikinya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Nafkah Dari Mantan Suami   34. Segala Puji Bagi-Mu

    Rasa sakit yang tak tertahankan mulai menyelimuti tubuh Nadia. Napasnya tersengal dengan keringat dingin yang membanjiri pelipis.Nadia menggenggam erat lengan Surya yang duduk di samping ranjang rumah sakit. Wanita itu mencoba menarik napas dalam-dalam. Namun setiap tarikan terasa seperti menggores paru-parunya.Kontraksi datang semakin sering dan wajah Nadia memucat.“Sayang, kamu kuat, ya? Sebentar lagi ketemu bayi kita."Surya mencoba menenangkan Nadia. Meski raut cemas tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Lelaki itu berusaha menyeka keringat yang terus membasahi wajah istrinya.“Aku mau lahiran normal, please."Nadia berkata dengan suara lemah. Wanita itu terisak menahan rasa sakit yang berdenyut-denyut di perutnya."Tapi kamu gak kuat, Sayang. Jangan dipaksakan," bujuk Surya."Baiknya jangan

  • Nafkah Dari Mantan Suami   33. Ikhtiar Dan Doa

    Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka akhirnya tiba kembali di Indonesia. Program bayi tabung di luar negeri yang selama ini mereka jalani membawa hasil yang tak ternilai harganya. Ketika pesawat mendarat, Surya meraih tangan Nadia dan menggenggamnya erat.“Sudah sampai, sayang,” bisiknya lembut. “Akhirnya kita pulang.”Nadia tersenyum samar. Namun di balik senyum itu jelas tampak kelelahan yang mendalam. Sejak kehamilannya memasuki minggu keenam, kondisinya semakin melemah.Rasa mual yang datang sepanjang hari, bukan hanya di pagi hari seperti yang sering ia baca di buku-buku kehamilan. Setiap kali mencoba makan, perutnya langsung menolak. Surya terus mengamati wajah istrinya yang tampak semakin pucat.“Apa kamu mau istirahat begitu sampai rumah?” tanya Surya, menatap wajah Nadia dengan cemas.“Ya… mungkin. Aku cuma ma

  • Nafkah Dari Mantan Suami   32. Meniti Harapan

    Nadia dan Surya duduk bersebelahan di ruang tunggu bandara Changi. Mereka menanti penerbangan ke Singapura untuk menjalani program bayi tabung yang telah lama di diskusikan.Suasana hening menyelimuti mereka berdua. Hanya suara pengumuman penerbangan dan derap langkah orang-orang yang terdengar di sekitar.Nadia menatap ke depan, matanya menerawang jauh. Surya merasakan kegelisahan istrinya dan menggenggam tangannya lembut.“Kamu tegang?” Surya membuka percakapan dengan nada lembut.Nadia tersenyum samar. “Nggak juga, cuma... ya, mungkin agak cemas. Kita beneran mau program, ya?”Nadia menoleh menatap suaminya, mencoba mencari kepastian.“Iya, Sayang. Tapi kita lakukan ini karena sama-sama mau, bukan karena tekanan atau paksaan,” Surya menenangkan.“Kita sudah sepakat, apa pun hasilnya nanti, kita tetap akan bersama.”Nadia terdiam, lalu mengangguk.&ldquo

  • Nafkah Dari Mantan Suami   31. Malam Indah

    Setelah resepsi pernikahan yang berlangsung sederhana dan penuh kehangatan, Surya dan Nadia memasuki suite hotel mereka."Ini kamar kita," ucap Surya di depan pintu."Aku udah gak sabar lihat isi dalamnya," bisik Nadia."Mau aku gendong?" goda Surya."Gak usahlah. Memangnya di film-film."Gelak tawa keduanya menghema di lorong hotel. Surya mengambil kunci yang diberikan oleh resepsionis di saku celananya.Keduanya sudah berganti pakaian. Surya bahkan memakai kaus longgar dan celana jeans. Nadia bahkan sudah menghapus make up. Wanita itu memakai gaun selutut dengan penghiasan lengkap di leher dan jarinya.Mereka berjalan berdampingan, diiringi tatapan penuh cinta dan sedikit rasa canggung."Silakan masuk, Tuan Putri."Ketika pintu suite mereka tertutup dengan lembut di belak

  • Nafkah Dari Mantan Suami   30. Suatu Hari Di Taman Bunga

    Langit cerah membentang di atas taman yang dipenuhi dengan hamparan bunga-bunga cantik. Pohon-pohon besar menaungi tempat itu dengan teduh. Suara aliran air dari kolam kecil di sudut taman menambah suasana tenang yang romantis.Pernikahan Surya dan Nadia diadakan dengan sederhana tetapi penuh kehangatan. Hanya keluarga dan sahabat dekat yang hadir, membuat suasana lebih intim dan bermakna.Nadia dan Surya duduk di kursi yang dihias bunga mawar putih dan eucalyptus. Wanita itu mengenakan gaun putih sederhana tanpa banyak aksen tetapi tetap elegan.Rambut Nadia disanggul rapi. Senyum hangatnya memancarkan kebahagiaan yang nyata. Surya terlihat gagah dengan setelan jas hitam yang pas di tubuh. Wajah lelaki itu cerah. Matanya berbinar-binar menatap wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya."Ananda Muhammad Surya Perdana, saya nikahkan engaku dengan Nadia Nur Azizah binti almarhum

  • Nafkah Dari Mantan Suami   29. Diskusi dan Ketulusan

    Nadia menghembuskan napas panjang sebelum menekan tombol hijau di layar ponsel. Nama Surya tertera jelas.Kali ini Nadia merasa perlu membicarakan sesuatu yang sudah lama mengganjal di pikirannya. Setelah beberapa kali nada sambung, suara hangat Surya terdengar dari seberang.“Halo, Sayang?” Surya menyapa dengan ceria seperti biasanya. Lelaki itu sedang berada di ruangannya di kafe. Namun, dia mengerjakan proyek render gambar sebuah bangunan.“Halo, Sur,” balas Nadia dengan nada lembut. Ada sedikit kegugupan yang terselip di suaranya.“Kenapa? Suara kamu kayaknya aneh," tanya Surya lembut."Nggak apa-apa," lirih Nadia serak."Kamu habis nangis?" tanya Surya lagi."Enggak. Aku cuma lagi kangen aja.""Ada yang mau kamu bicarain?” tanya Surya seperti bisa merasakan ada yang berbe

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status