Bab 24
Agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, Ika berencana akan mengutus pengacara Edward Galih untuk mendatangi Arsyad ke rumah kediaman Bu Melia. Ada hal yang ingin harus di sampaikan pada mantan suaminya itu.
Oleh karena malas berhadapan langsung dengan Arsyad dan Bu Melia, serta Naura yang terlalu bersikap lebay, Ika memutuskan untuk meminta pertolongan pengacara Edward Galih.
*** Pagi ini Bu Melia terlihat lebih sibuk dari biasanya.Sengaja Bu Melia bangun lebih pagi dari biasanya. Ini di karenakan Bi Ijah pembantu satu-satunya meliburkan diri. Terpaksa semua pekerjaan rumah Bu Melia yang menghandle. Mulai dari menyiapkan sarapan hingga mengurus cucian yang menumpuk.Setelah matahari mulai menampakan diri, barulah Naura keluar tergopoh-gopoh dari kamarnya.
"Aduh sedang beres-
Bab 25 "Dan amplop yang kubawa ini adalah bagian untuk Anda dari hasil penjualan rumah yang telah Mbak Ika jual melalui cara Over Kredit. Hasil penjualan rumah itu di bagi sama rata menjadi dua bagian. Jadi kedepannya Anda tidak boleh berpikir kalau Mbak Ika mengambil hasil penjualan rumah itu secara keseluruhan, apalagi jika beranggapan Mbak Ika menikmati uang Anda secara cuma-cuma. Mbak Ika pembisnis hebat, dia mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Sampai di sini Anda mengerti bukan?" Huuffhh...Lagi-lagi ini ini adalah sebuah kenyataan yang mengejutkan bagi Arsyad. Ada rasa marah, geram, dan kehilangan. Arsyad mengacak-acak rambut. Lalu mengusap-usap wajahnya kasar. "Kalau semua sudah jelas saya permisi dulu pak Arsyad." Pengacara Edwar Galih bangkit dari duduknya. Arsyad tidak menjawab apapun. Ia hanya diam dengan muka b
Bab 26 "Pa, Mama pergi dulu ya." Naura pamit sembari meraih dan mencium punggung tangan suaminya. "Ya, Ma. Hati-hati di jalan. Jangan lupa, jaga anak kita. Jangan banyak tingkah." Ucap Arsyad meng*cup kening istrinya.. "Iya, Pa. Oh ya, Mama perginya tiga hari ya, Pa. Nggak lama-lama amat, kok," Ujar Naura. "Tiga hari? Katanya cuma pengen nginep satu malam doang?" Protes Arsyad. "Sekali-kali, Pa. Berkunjung ke rumah orang tua. Masa cuma semalam. Mama udah rindu berat sama Ibu." Arsyad memaklumi jika Naura berkata merindukan sosok ibunya. Memang hubungan Naura dan ibunya cukup dekat. "Ya baiklah kalau begitu. Kembali Papa ingatkan untuk berhati-hati." Arsyad men
Bab 27 Malam hari begitu dingin dan sepi. Arsyad masih sibuk mengutak-atik laptop di depannya. Namun perbedaan begitu terasa tanpa kehadiran seorang istri. Tadi ia sudah mencoba mengusir kesunyian dengan cara menelpon Naura, tapi karena Naura beralasan ngantuk, dengan berat hati Arsyad mengakhiri panggilannya. "Mungkin benar, dia kecapean." Arsyad memaklumi keadaan istrinya yang tengah berbadan dua. Biasanya, waktu-waktu seperti ini selalu di hiasi oleh celotehan-celotehan Naura. Meskipun terkadang perintah yang sedikit-sedikit keluar dari bibir mungilnya. Namun aneh sepertinya Arsyad malah menikmati kebiasaan wanita cantik yang berhasil merebut posisi di hatinya itu. Hingga menyingkirkan posisi Ika yang telah berdiam diri di sana sejak lama. Ya, kecantikan seorang wanita memang mempunyai kesaktian luar biasa. Arsyad luluh di peluka
Bab 28 Dengan pikiran yang merambat ke mana-mana, seputar dua wanita yang ada di hatinya, akhirnya Arsyad sukses melalui siang ini hingga waktu tugasnya usai. Ia pulang ke rumah dengan keadaan kurang semangat. Hari telah menjelang sore, di rumah keadaan begitu senyap. Bu Melia belum pulang. Ingin menghubungi Naura, tapi takut dikira mengganggu seperti tadi siang. Untuk mengusir rasa kesepian hatinya, Arsyad mencoba untuk mencari suasana baru. Ia berpikir untuk berkeliling seputar kota tempat tinggalnya. Sebelum meninggalkan rumah, terlebih dahulu Arsyad memberitahu ibunya dengan cara mengirim pesan singkat. "Bu aku keluar sore ini, ingin mencari udara segar. Jangan khawatir apabila Arsyad p
Bab 29 "Lagipula kalau kau benar-benar melihat aku di sana mengapa tidak kau sergap saja? Bukannya cuma berani lewat telepon mana buktinya ada aku di sana? Mana?" Arsyad tercekat dengan tuduhan balik dari Naura. "Ayo jawab, Pa! Aku tidak suka kau menuduh-nuduh aku seburuk itu. Aku masih punya harga diri. Mana ada aku berjalan sama laki-laki lain. Palingan kamu yang berperilaku seperti tuduhanmu. Buktinya saja tanpa bilang-bilang sama aku kamu malah keluar, ini sudah menjelang malam. Kemana lagi tujuanmu keluar dari rumah di jam-jam seperti ini?" "Ayo sekaranglah kamu mau bilang apa, Pa? Yang patut dituduhkan itu kamu, bukan aku. Oleh sebab itu jagalah bicaramu. Sakit hatiku di tuduh-tuduh tidak jelas seperti ini. Laki-laki tidak tahu diri. Masih untung aku mau jadi istri kamu. kalau aku tahu sedari dulu sifatmu begini mah aku nggak bakalan mau di jodoh-jodohin sam
Bab 30 Setelah beberapa lama menyusuri jalan, akhirnya sampai juga Arsyad di depan rumah mertua. Di sana Arsyad membunyikan bel. Seorang perempuan paruh baya berjalan tergopoh-gopoh. Membukakan pintu. "Nak Arsyad, malam-malam ke sini ada apa? Mana Naura?" What? Arsyad menatap Bu Ema dengan tatapan bertanya-tanya. "Apa Naura tidak ada disini?" "Bukankah Naura berpamitan untuk berkunjung ke rumah ibu?" "Kesini?" Bu Ema nampak menyipitkan mata. Bu Ema nampak memikirkan sesuatu. "Naura bilang ia kesini?" Arsyad membatin dalam hati, "Wah, sepertinya ini ada yang tidak beres." "Bu, tolong jangan bercanda deh! Nau
Bab 31 Namun, baru saja mobilnya ingin melaju, Sekelebat mobil mewah memasuki pekarangan rumah Bu Ema. Ya, mobil itu adalah mobil yang ia lihat memasuki apotek kemarin, dimana ia sempat melihat seorang wanita yang mirip dengan Naura. Penasaran, Arsyad mengendap-endap mendekat. Dan... Terlihatlah sebuah pemandangan memilukan. Dua orang keluar dari sana. Laki-laki dan seorang perempuan yang amat ia kenal. "Naura?" Arsyad terkhenyak. Arsyad dengan segera berlari menghampiri kedua orang yang sedang bergandengan tangan tersebut. "Naura...!" Teriak Arsyad. Naura dan lelaki di sampingnya menoleh, "Arsya
Bab 32 Tepat di sebuah mall, seorang ibu paruh baya sedang memilih belanjaan, memang hari ini adalah jadwalnya untuk membeli berbagai macam jenis kebutuhan pribadi. Cukup banyak. Maklum meskipun sudah berusia paruh baya, Bu Melia adalah perempuan yang begitu mempedulikan penampilan. Mulai dari kosmetik yang ia pakai, hingga pakaian yang melekat pada tubuhnya, tidak bisa di anggap sepele. Setelah merasa selesai, Bu Melia segera membawa belanjaannya ke kasir. Seorang pelayan kasir, menghitung satu persatu belanjaan Bu Melia. Tidak lama kemudian, pelayan kasir tersebut menyebutkan nominal jumlah uang yang harus Bu Melia bayar. Bu Melia mengeluarkan kartu debit dari dalam tasnya, lalu menyodorkan pada petugas kasir. Tidak lama kemudian, "Maaf, Bu. Saldo Ibu ti