Share

Empat

Penulis: Ummatul Khoiroh
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-30 13:27:21

Maria sudah siap untuk berkunjung ke rumah mertuanya. Tak ada yang bisa ia bawa sebagai buah tangan. Apa yang harus dibawa? Sementara ia tak punya apa apa. Uang juga tak ada untuk sekadar membeli gula atau minyak goreng.

"Ayo, buruan! Keburu siang!" kata Dani saat keluar dari kamar mandi dan melihat istrinya melamun di depan meja rias.

"Mas, Ibu dibawakan apa? Apa nanti kita mampir dulu ke warung beli gula?" Maria menatap suaminya. Rasanya tak enak jika berkunjung ke rumah orang tua dengan tangan kosong.

"Tak usah bawa apa- apa. Mas sudah memberikan mereka uang yang cukup semalam." Jawaban Dani barusan membuat hati Maria kembali berdenyut nyeri.

"Sudah, ayo! Jangan melamun terus!"

Maria menghela napas. Ia berdiri dan berjalan keluar kamar. Di ruang tamu, Bilqis sudah siap dengan pakaian terbaiknya. Pakaian yang dibelikan Dani setahun yang lalu. Entah kapan terakhir kali, putrinya itu membeli baju baru. Maria pun sudah lupa.

***

"Sepertinya ada Mbak Dina," ujar Dani saat melihat mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah ibunya.

"Benarkah, Mas?"

"Iya. Itu mobil Mbak Dina. Wah, kalau dia beneran datang, kebetulan sekali. Aku mau nunjukin kalau aku sekarang juga udah sukses," tukas Dani dengan tatapan penuh ambisi.

"Mas, nggak perlu begitu. Mending ngobrol biasa saja. Sambung silaturahmi dengan baik. Jangan adu kesuksesan." Maria mencoba memberi nasehat.

"Iya, iya. Udah, ayo turun!"

Maria menurunkan Bilqis lebih dulu. Gadis kecilnya itu lebih memilih duduk di pangkuannya ketika bepergian. Katanya, jika bersama sang Ibu, Bilqis akan baik- baik saja dan merasa aman.

"Assalamu'alaikum." Keluarga Dani mengucap salam bersamaan.

"Wa' alaikum salam," sahut semua orang yang ada di rumah Bu Mayang.

"Dani? Wah, udah punya mobil kamu?" Dina bertanya pada Dani, adiknya.

Dina adalah anak sulung Bu Mayang. Ia tinggal di luar kota karena ikut dengan suaminya yang merupakan pegawai BUMN.

"Iya. Kenapa? Mbak kaget kalau aku bisa sukses sekarang?"

Maria memilih diam dan duduk di sudut usai menyalimi mertuanya. Ia merasa asing saat berkumpul dengan keluarga suaminya. Entah mengapa ia merasa bahwa saudara suaminya terlalu hedon.

Melihat banyaknya perhiasan yang ada di pergelangan tangan Kakak ipar dan mertuanya, membuat Maria sedikit menciut. Apalagi saat melihat tangannya yang kosong karena tak ada satu pun perhiasan yang melekat.

Dina mencebik. Ia menatap Maria yang duduk di sudut sofa ruangan dengan senyum sinis. "Kalau emang udah sukses, kenapa istri dan anak kamu penampilannya kayak gitu?" celetuknya sembari menunjuk Maria dan Bilqis dengn dagunya.

Merasa disebut, Maria mendongak menatap kakak iparnya. "Maksud Mbak Dina apa?" tanyanya, sopan. Ia pikir dirinya sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menjaga penampilannya dan penampilan Bilqis.

"Maria, kamu itu jangan polos- polos kenapa, sih? Masa kamu sama anakmu nggak pernah beli baju baru? Baju kalian itu loh, nggak banget. Mana warnanya udah usang. Bulak gitu bahasa jawanya. Masih untung tapi, ya gak ada yang robek?" Dina menahan tawa saat melontarkan pertanyaan itu.

Dani mendengkus. Sungguh, saat ini ia kesal kepada istrinya. 'Duh, Maria malu- maluin aja, masa pakai baju jelek begitu? Emang gak ada apa baju yang bagus?' ucapnya dalam hati.

Sementara Maria sendiri hanya bungkam. Begitu pula dengan Bilqis yang merasa ingin menangis.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nafkah Yang Salah   Bahagia

    Arfan bangga. Jika awalnya ia meremehkan Maria yang terpaksa ia nikahi, kini justru ia malah dibuat tergila- gila oleh Maria. Maria adalah wanita dengan paket lengkap. Cantik, cerdas, dan pekerja keras. Benar kata Ibunya dulu, bahwa Maria adalah sebuah keberuntungan. Hanya saja, lelaki yang bersamanya dulu, telah salah merawat keberuntungan itu."Oh, ya. Katanya kamu jadi narasumber di acara zoom nanti?"Maria mengangguk. "Iya, Mas. Aku boleh minta tolong?" tanyanya."Apa?""Itu ... tolong jagakan Bilqis sebentar saat dia ngerjain PR selama aku nge-zoom. Aku gak bisa nemenin dia malam ini. Gak papa, kan? Kasihan kalau Ibu yang jaga."Arfan berdecak. "Gak perlu disuruh juga, Sayang. Bilqis kan putriku juga."Maria tersenyum. "Makasih, Mas."Maria merasakan sedikit pusing usai Zoom berakhir. Ia pikir itu adalah efek kelelahan saja karena sejak sore tadi ia terus menulis karena saking bersemangatnya. ***Pagi harinya, Maria merasa perutnya bergejolak saat menyantap sarapan. Kepalanya te

  • Nafkah Yang Salah   Sukses

    Tiga bulan telah berlalu ...Uang pesangon yang diberikan Arfan waktu itu ternyata jumlahnya lebih dari ketentuan. Dani memutuskan untuk membuka toko kelontong menggunakan uang tersebut. Sebab, mau bekerja di kantor lagi pun tak mungkin karena namanya telah jelek. Selain itu, ia juga tetap bisa berkumpul dengan Ibu dan adiknya. Setidaknya, toko yang dimilikinya saat ini membuatnya bisa mandiri."Mas, tadi Bu Yeyen minta dikirimin air galon sekalian sama beras satu sak waktu Mas kulakan," ujar Risa.Dani mengangguk. "Iya. Bentar lagi Mas anterin. Wildan mana, Ris?""Itu lagi main sama Ibu, Mas." Risa duduk di samping Kakaknya. "Ibu sekarang terlihat lebih bahagia, Mas. Semenjak meminta maaf sama Mbak Maria," katanya.Dani termangu mendengar ucapan Risa. Lantas, ia menghela napas berat. "Sebab, beban Ibu sudah berkurang, Ris. Selama ini Ibu menanggung beban berat, yaitu penyesalan yang teramat dalam pada Maria. Dan setelah meminta maaf dengan tulus, beban itu akhirnya terlepas.""Mbak M

  • Nafkah Yang Salah   Bebas

    Maria merasa kedua matanya memanas. Ia dapat merasakan ketulusan dari perempuan yang pernah ia panggil Ibu. Perempuan yang telah melahirkan ayah dari anaknya. Memang benar, bahwa kata maaflah yang selama ini ingin Maria dengar. Kata maaf yang tulus itu mampu dengan mudah melenyapkan rasa marah dalam hatinya."Bu, tenanglah ... Mas Dani tidak akan lama kok di penjara. Dia akan segera bebas," kata Maria."Be- benarkah?" Bu Mayang menatap Maria, ragu tapi binar matanya tampak bahagia.Maria mengangguk. Ia melepas genggaman tangan Bu Mayang dan beralih ia yang menggenggam tangan mantan mertuanya itu."Mas Arfan akan membebaskan Mas Dani hari ini. Mas Arfan hanya ingin membuat Mas Dani jera dan memberi contoh pada karyawannya yang lain. Tapi, maaf ... Mas Arfan tak bisa lagi mempekerjakan Mas Dani, Bu." Bu Mayang tersenyum. "Tidak apa- apa, Maria. Itu sudah lebih dari cukup. Nanti Dani bisa mencari kerja yang lain. Terima kasih ... terima kasih. Dari dulu kamu tidak berubah. Hatimu masih

  • Nafkah Yang Salah   Maafkan Kami

    Ting!"MasyaAllah ...." Maria tersenyum lebar saat melihat nominal pendapatan yang ia dapatkan dari aplikasi menulis. Kedua matanya berkaca- kaca melihat tiga digit angka baru saja masuk ke rekeningnya."Ada apa, Sayang?" Arfan yang baru saja mandi heran melihat wajah istrinya yang tersenyum tapi air matanya mengalir.Maria menunduk. Ia masih belum terbiasa dengan panggilan Arfan padanya. Ah, entahlah ... sejak melakukan malam pertama yang telah tertunda beberapa lama, Arfan jadi semakin romantis. Kini, sisi lain pria itu mulai tampak. Pria itu semakin menunjukkan kepeduliannya. Bahkan terang- terangan Arfan menunjukkan kecemburuannya dengan melarang Maria berinteraksi dengan pembaca novelnya yang laki- laki."Itu ... alhamdulillah aku dapat rezeki, Mas. Kalau saja masuk ke rekening kemarin bisa sekalian aku kasih ke Ayah," kata Maria.Arfan memakai pakaian kerjanya. "Minggu depan kita bisa ke sana lagi. Masih banyak waktu, Sayang."Maria mengangguk. "Iya, Mas. Emm ... aku mau membeli

  • Nafkah Yang Salah   Apakah ini Karma?

    Dani membuang napas. Semua kesialan yang menimpa keluarganya terjadi semenjak ia bercerai dengan Maria. Ah, mengingat wanita itu Dani merasa nelangsa. Penyesalan demi penyesalan terus saja menghantuinya. Segala macam kata 'seandainya' terus terbesit dalam benaknya.Seandainya, ia menjadi suami dan ayah yang loyal, apakah semua ini akan terjadi?Seandainya, ia selalu memperhatikan keluh kesah Maria, memperhatikan penampilan Maria, apa ia akan kepincut pada Erlina?Seandainya, ia tak menuruti kata ibunya untuk menikahi Erlina, apa ia tak akan merasakan sesal kedua kalinya?Dani mendongak, agar air mata yang menggenang di pelupuk mata urung keluar. Rasanya malu, jika ia menangis di dalam penjara. Apalagi dalam satu sel itu ada tiga orang yang membersamainya."Bung, pijitin kaki gue!" Dani tersentak kaget saat tiba- tiba seorang lelaki berbadan gempal berdiri di hadapannya. Dan tanpa izin pria itu duduk dan menyelonjorkan kakinya di depan Dani. "Cepetan, kaki gue udah pegel!" titahnya l

  • Nafkah Yang Salah   Nasib

    Maria memejamkan mata. "Tenanglah, Ris. Aku akan menghubungimu lagi nanti."Maria memutuskan panggilan telepon saat Risa hendak kembali bersuara. Bukan ia merasa tak simpati. Akan tetapi, Maria tak ingin merusak suasana hangat yang saat ini membersamai keluarganya."Dari adiknya Dani, ya?" Pak Yudi bertanya.Maria menjawab dengan anggukan. "Kita makan saja dulu, Yah. Aku gak mau acara makan kita diganggu sama mereka," cetusnya.Usai makan, Maria membersihkan piring dan mencucinya, dibantu oleh Bilqis dan Arfan. Ketiga orang itu nampak sangat lucu di mata Pak Yudi.Pak Yudi yang mengira bahwa Arfan tak akan mencintai putrinya, ternyata salah. Kini, ia dapat melihat cinta yang tulus menyorot dari kedua bola mata Arfan untuk putrinya."Maria, kalau sudah selesai ayah mau bicara sama kalian berdua," kata Pak Yudi."Iya, Yah ...." Maria tersenyum pada sang Ayah."Sepertinya Ayah mau membicarakan soal ...." Maria melirik Bilqis yang berdiri di sampingnya sambil membawa piring kotor."Nak, k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status