Share

Lima

Penulis: Ummatul Khoiroh
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-30 13:28:34

"Sudah, sudah. Kalian ini kenapa? Baru ketemu udah ribut! Gak menghargai Ibu sama sekali!" Bu Mayang melerai keributan di antara kedua anaknya.

"Din, kamu masuk dulu ke kamarmu. Ibu mau bicara sama adikmu ini," titahnya kemudian pada Dina.

"Aku nggak boleh ikutan ngobrol sama kalian?" Dina enggan beranjak. Ia penasaran apa yang hendak dibahas oleh ibu dan adiknya sampai menyuruhnya masuk.

"Ini masalah ibu sama Dani. Nanti kalau udah selesai, ibu panggil kamu lagi!" tegas Bu Mayang. Mau tak mau, Dina menurut. Ia berdiri dan beranjak ke kamarnya.

Dan kini, tinggal Bu Mayang beserta Dani, Maria, dan Bilqis di ruang tamu. Bu Mayang menatap Maria dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun, sungguh hatinya menolak untuk menerima Maria sebagai menantu. Menurutnya, Maria tak pantas bersanding dengan putranya yang kini menjadi manager.

"Maria?" panggilnya.

"Iya, Bu?" Maria tersenyum hangat.

"Kamu ini gimana, seharusnya jadi istri itu harus bisa mengurus suamimu, Mar," kata Bu Mayang memulai ucapannya.

Maria melebarkan mata. Sontak saja ia menyuruh Bilqis untuk bermain di luar. Sebab, ia tak ingin jika putrinya mendengar obrolan orang dewasa yang tidak pantas didengar anak seusianya.

"Maksud Ibu gimana? Mengurus yang seperti apa? Setiap hari saya selalu mengurus Mas Dani dengan baik." Maria menjawab sopan. Pertanyaan mertuanya masih dianggap wajar.

"Ya jangan boros- boros lah jadi istri. Istri itu harus pandai mengolah uang belanja yang diberikan suami. Ingat, kalian itu masih ngontrak. Belum punya rumah sendiri. Harus rajin nabung, jangan suka jajan supaya lekas kebeli rumah."

Hati Maria mencelos. Ia menatap suaminya yang hanya membisu. Tak mungkin mertuanya menasehati seperti itu jika Dani tak mengatakan sesuatu. Kenapa suaminya itu harus membuka urusan rumah tangga kepada orang lain?

"Saya tidak boros, Bu. Saya membelanjakan uang yang diberikan Mas Dani sebagaimana mestinya," jawab Maria dengan hati yang mulai terasa perih.

"Tapi, kamu kemarin belanja banyak, kan? Nafkah yang seharusnya untuk seminggu malah habis dalam sehari. Apa kamu tidak becus mengolah uang belanja, Mar?" Bu Mayang semakin emosi. "Mana bajumu sama baju Bilqis udah kayak kain lap gitu. Mbok beli baju yang baru, biar nggak bikin malu suamimu," tambahnya.

Maria kembali menatap Dani yang duduk di seberangnya. Akan tetapi, suaminya itu tetap diam dan fokus pada gawai di genggamannya.

"Uang dari mana?" Maria bertanya lirih. Namun, berhasil membuat Dani mengalihkan pandangan dari benda pipih di tangannya.

"Uang dari mana? Pertanyaan yang konyol!" cibir Bu Mayang dengan bibir meleyot- meleyot. "Tentu saja uang pemberian putraku. Putraku pasti memberimu nafkah, kan? Gunakan itu sebaik mungkin!" tuturnya.

"Jelaskan pada saya, bagaimana cara mengatur uang lima puluh ribu dalam seminggu, Bu? Bagaimana cara membuat uang lima puluh ribu itu cukup untuk makan dan membeli baju baru!" Maria menatap mertuanya dengan tajam.

"Putra Ibu hanya memberi saya lima puluh ribu dalam seminggu. Padahal, kebutuhan sekarang semua mahal. Belum lagi jika Bilqis minta jajan, Bu. Mana cukup?" tambahnya dengan dada yang kian terasa sesak.

Tanpa aba- aba, air mata Maria menetes. Membasahi pipinya yang tak terpoles apa pun. Untuk membeli bedak tabur seharga lima ribu saja ia harus berpikir berulang kali. Dari pada membeli bedak, lebih baik uangnya digunakan untuk jajannya Bilqis, pikirnya setiap kali ingin membeli kosmetik.

Bu Mayang mendelik mendengar jawaban menantunya. "Berarti memang kamu kurang bersyukur jadi istri, Mar!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nafkah Yang Salah   Calon Istri

    Di belakang Maria ada wanita paruh baya dan pria yang sangat dikenal Dani. Arfan. Sebenarnya ada hubungan apa antara Maria dan Arfan? Melihat Maria malam ini, entah mengapa ada rasa tak terima jika melihat Maria bersama pria lain."Dia mantan istrimu, kan? Waw, dia terlihat sangat berbeda malam ini," celetuk Erlin.Dani bergeming. Ia masih terpaku dengan penampilan Maria yang jauh berbeda dari biasanya. Wajah yang terbiasa polos dan berminyak, kini tampak segar dan cantik karena polesan make up. Baju yang biasanya lusuh, kini tampak bagus dan anggun. Begitu pula dengan Bilqis. Ah, Bilqis sangat mirip dengannya. Apa iya Bilqis bukan darah dagingnya? Mendadak hatinya gundah."Mas?" Erlin melambaikan tangan di depan wajah Dani. "Kamu merhatiin Maria dari tadi?" semprotnya tak terima."Enggak. Aku cuma lagi nahan kebelet, Lin. Aku tinggal ke kamar mandi sebentar, ya.""Hem, ya pergilah!" ***"Maria, kamu boleh makan apa saja yang kamu suka. Bilqis juga. Kamu makan apa saja yang kamu mau,

  • Nafkah Yang Salah   Ragu

    "Ya ampun, kenapa dengan wajahmu? Kenapa babak belur begitu, Daniii?" Bu Mayang histeris melihat wajah anaknya terdapat luka lebam di beberapa titik.Dani melengos saat ibunya hendak menyentuhnya. Ia duduk di sofa dan membuang napas kasar. Hari ini ia dilanda sial bertubi- tubi. Dan hatinya mulai terusik dengan ucapan Arfan tentang Maria dan Bilqis. "Bu?""Eh, iya?" Bu Mayang yang masih syok lantas duduk di samping Dani."Tadi, Yusuf datang dan menghajarku di kantor. Dia sudah tau kalau aku menceraikan Maria."Bu Mayang melotot. "Oh, jadi yang memukulimu kakaknya Maria? Berani sekali dia. Dia pasti gak terima kan kalau adiknya dicerai? Dia pasti bingung sekarang adiknya mau hidup dengan cara apa. Toh, kamu udah gak kasih nafkah sama mereka," cibirnya."Iya. Tapi, aku ragu kalau Maria jual diri, Bu. Aku ragu sekali."Bu Mayang mendengkus. "Jangan termakan ucapan Yusuf. Dia tak akan terima adiknya dihina meski faktanya begitu. Ibu pastikan kalau Yusuf nanti akan dapat balasan karena su

  • Nafkah Yang Salah   Penurunan Pangkat

    "Revan Bagaskoro, Ferry Danco, dan Dani Aulia Akbar!"Dada Dani mendadak sesak mendengar namanya disebut."Untuk ketiga nama yang barusan saya sebut, segera temui personalia unruk menanyakan jabatan baru dan alasan pemindahan kalian. Terima kasih!Semua orang bertepuk tangan. Tak ada yang protes karena tahu bahwa selama dua bulan terakhir, ketiga nama itu memang bekerjanya kurang baik dan banyak kesalahan sehingga membuat perusahaan rugi.***"Apa? Saya jadi karyawan biasa? Apa salah saya? Padahal saya tidak membuat kesalahan besar. Saya juga cuma sekali saja membuat laporan salah!"Dani mencoba bernegosiasi. Bagaimana mungkin. Dirinya yang seorang manager tiba- tiba jadi karyawan biasa? Apa kata orang- orang nanti? Ditambah lagi satu bulan lagi ia akan melangsungkan pernikahan dengan Erlin."Ini perusahaan Atmaja, Pak Dani. Pimpinan tidak menolerir kesalahan besar meski cuma sekali. Anda adalah manager. Seharusnya Anda bisa lebih cerdas dalam mengerjakan sesuatu," tutur Pak Radit.Da

  • Nafkah Yang Salah   Syok

    Dani mengusap wajahnya. Kepalanya terasa berdenyut saking kagetnya ia saat tidur dibangunkan secara paksa. "Iya. Ayo!" Dengan malas, Dani berjalan menuju aula sambil membawa laporan yang baru saja selesai ia buat."Pak, maaf, saya terlambat memberikannya pada Anda," ucap Dani pada Bima yang sudah duduk di kursinya.Bima berdeham, menatap Dani tajam. "Duduk di tempatmu! Sebentar lagi Pak Arfan akan datang!" titahnya."Baik, Pak." Dani menatap semua dewan direksi. Mereka semua tampak gugup. Apa ada hal besar yang akan terjadi sampai mereka bersikap seperti itu Bukankah rapat ini hanya rapat biasa di mana pemilik asli perusahaan Atmaja akan muncul untuk pertama kalinya? pikirnya."Do, kenapa semua terlihat tegang, ya? Aku heran." Dani berbisik pada Edo yang duduk di sisi kanannya. Ia bicara tanpa menoleh pada Edo agar tak menampilkan rasa curiga pada Bima yang tampak mengawasi."Bakalan ada pemindahan jabatan."Dani terkejut. "Kenapa mendadak?" sahutnya, hampir saja suaranya meninggi."

  • Nafkah Yang Salah   Tidak Fokus

    "Kamu kenapa, Dani?"Dani berpapasan dengan Edo. Teman dekatnya di kantor. Edo pula yang mengetahui segala sesuatu yang terjadi dalam hidup Dani. Termasuk perceraian Dani dengan Maria.Dani melengos. Hatinya masih dikuasai amarah karena tak terima dengan perlakuan Yusuf padanya."Kamu habis bertengkar, Dan?" Lagi, Edo melempar tanya pada Dani karena pria beralis tebal itu tak kunjung menjawab."Tak usah bertanya, Do! Pusing kepalaku! Mana kerjaan belum selesai!" Dani menjawab ketus. Edo berdecak. "Apa ada hubungannya sama Maria?" tebaknya.Dani menatap Edo dengan sinis. "Oke, oke. Aku tak akan lagi bertanya. Tanpa kau jawab pun aku sudah tahu," cetus Edo. "Oh, ya. Aku mau ngasih kamu kabar kalau hari ini pemilik perusahaan ini akan datang. Kita disuruh bersiap. Apalagi momen ini adalah kejadian langka," paparnya."Pemilik perusahaan? Bukankah pemilik perusahaan ini adalah Pak Subandi?" Dani mengangkat satu alisnya.Edo tergelak. "Banyak yang terkecoh. Pak Subandi itu cuma orang kepe

  • Nafkah Yang Salah   Mas Yusuf

    Yusuf bergeming. Ia bisa merasakan penyesalan yang mendalam di hati Ayahnya. Tangannya terkepal kuat, menahan emosi yang menggelegak dalam dada. "Ayah jangan menangis lagi. Ini sudah menjadi takdir Maria. Ayah juga tak salah. Yang salah adalah Dani karena dia sudah melanggar janji- janjinya pada kita." Yusuf merangkul pundak ayahnya. "Aku akan membuat perhitungan pada Dani besok!" tegasnya.Pak Yudi hanya diam. Ia tak bisa melarang Yusuf. Sebab, kehormatan mereka terletak pada Maria.***Maria kaget saat melihat kakaknya tiba- tiba tidur di sofanya. 'Kapan Mas Yusuf datang? Kenapa aku tidak tahu? Apa Ayah tahu?' batinnya."Mas? Mas Yusuf!" Maria menggoyangkan tubuh Yusuf."Hem, sudah pagi ternyata," racau Yusuf sembari mengumpulkan jiwanya usai bangun tidur. Ia lantas duduk dan menatap adiknya yang nampak sudah rapi."Mas Yusuf kapan datang? Kenapa tidak membangunkanku?""Tadi malam. Kenapa aku harus membangunkanmu? Aku tidak mau mengganggu tidurmu. Aku tau, hanya dalam tidur kamu bi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status