Share

BAB 2 Melawan Bandit

Author: Gz
last update Last Updated: 2025-04-13 20:33:09

Fadil menahan napas di balik semak-semak, matanya tidak lepas dari dua bandit yang tengah mengamati area sekitar. Ia bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat, dadanya naik turun karena ketegangan.

"Kita harus bergerak cepat sebelum ada petualang lain yang datang," ujar pria berbaju kulit.

"Kalau memang ada pemula yang membunuh Rabid Fang, dia pasti masih di sekitar sini. Kita tangkap saja dan lihat apakah dia punya sesuatu yang berharga," sahut pria bersenjata busur.

Fadil menggertakkan giginya. Tidak ada waktu untuk ragu. Jika ia tetap bersembunyi terlalu lama, mereka mungkin akan menemukannya. Namun, jika ia bertindak gegabah, ia bisa terbunuh.

Ia menimbang pilihannya. Kabur adalah opsi aman, tetapi kemungkinan mereka akan mengejarnya. Mengintai bisa memberi lebih banyak informasi, tapi juga berisiko ditemukan. Menyerang lebih dulu? Itu mungkin pilihan paling berbahaya, tetapi juga bisa menjadi kejutan bagi mereka.

'Aku tidak bisa terus lari… Aku harus belajar menghadapi lawan selain monster,' pikirnya.

Ia meraih belatinya lebih erat dan mengambil keputusan.

Dengan gerakan cepat, ia merunduk dan bergerak mengitari semak-semak, mencari sudut terbaik untuk menyerang. Ia mengamati pria dengan busur—jika ia membiarkan orang itu tetap berdiri, maka serangannya bisa datang dari jarak jauh. Dialah ancaman terbesar.

Fadil mengambil batu kecil dan melemparkannya ke arah semak lain. Suara gemerisik langsung menarik perhatian kedua bandit.

"Di sana!" seru pria bersenjata busur.

Kesempatan itu tidak ia sia-siakan.

Fadil menerjang keluar dari tempat persembunyian, mengincar pria pemanah terlebih dahulu. Dengan langkah cepat, ia menebaskan belatinya ke arah lengan pria itu.

"ARGH!" teriak si pemanah, paniknya menjatuhkan busurnya.

Namun, pria berbaju kulit bereaksi cepat. Dengan gerakan refleks, ia mencabut belatinya dan menebaskan ke arah Fadil. Ia nyaris tidak bisa menghindar. Ujung belati lawan menggores bahunya, menyisakan rasa perih.

'Cepat! Jangan beri mereka kesempatan menyerang balik!'

Fadil memanfaatkan momentum. Ia mengayunkan kakinya dan menendang dada pemanah yang sedang kesakitan. Bandit itu terjatuh ke tanah dengan erangan keras.

Tersisa satu lawan.

Pria berbaju kulit menatapnya dengan tatapan penuh amarah. "Brengsek! Berani kau menyerang lebih dulu?!"

Ia menerjang, belatinya meluncur ke arah perut Fadil. Fadil menghindar ke samping, tetapi pria itu lebih berpengalaman dalam pertarungan. Dengan cepat, ia memutar tubuhnya dan menebaskan belatinya ke arah leher Fadil.

Namun, tubuh Fadil kini lebih cepat. Dengan refleks, ia merunduk dan menyodok perut lawannya dengan lututnya. Pria itu terhuyung mundur, kehilangan keseimbangan.

Tanpa ragu, Fadil menghunuskan belatinya ke bahu lawannya.

"Khh—!" pria itu tersentak, matanya melebar karena rasa sakit. Ia mencoba melawan, tetapi Fadil tidak memberinya kesempatan. Dengan dorongan kuat, ia menjatuhkan pria itu ke tanah dan menekan belatinya lebih dalam.

Beberapa detik kemudian, tubuh bandit itu melemas. Nafasnya terhenti.

Fadil terengah-engah, menatap tangannya yang kini berlumuran darah. Ia baru saja membunuh manusia untuk pertama kalinya.

Suara sistem kembali bergema di kepalanya.

[Quest Tersembunyi: "Bertahan dari Ancaman Manusia" Selesai] [Hadiah: 10 EXP, 5 Koin Tembaga, Dagger Bandit] [Level Naik!]

Ia menelan ludah. Meski tubuhnya lelah dan pikirannya kacau, ia tahu satu hal: dunia ini tidak akan memberinya belas kasihan.

Dan ia harus terus bertahan, dengan cara apa pun.

Fadil berdiri di tengah hutan yang sunyi, napasnya masih berat setelah pertarungan tadi. Ia menatap tubuh bandit yang terbujur kaku di tanah, darah menggenang di sekitar mereka. Tangannya masih gemetar, tetapi ia tidak punya waktu untuk larut dalam perasaan bersalah. Dunia ini kejam, dan ia harus terus bergerak.

Suara sistem kembali bergema di kepalanya.

[Item Baru Diperoleh: Dagger Bandit]

Fadil meraih belati yang sebelumnya digunakan bandit itu. Pegangannya kasar, tetapi bilahnya tajam dan lebih baik daripada belatinya sendiri. Ia menyarungkan senjata itu di ikat pinggangnya dan bergegas meninggalkan tempat itu.

Langkah kakinya pelan namun mantap, ia bergerak lebih dalam ke dalam hutan. Meski ia berhasil menang, pertarungan itu membuktikan satu hal: ia masih terlalu lemah. Jika ia bertemu lawan yang lebih kuat, mungkin ia tidak akan selamat.

Saat ia melangkah, sebuah suara samar terdengar di kejauhan. Bukan suara hewan atau angin yang menerpa dedaunan—melainkan suara langkah kaki manusia.

Fadil segera mencari tempat persembunyian, menempel di balik batang pohon besar. Ia mengintip dari sela-sela dedaunan, matanya menangkap siluet seseorang yang mendekat.

Sosok itu mengenakan jubah hitam panjang dengan tudung menutupi kepalanya. Gerakannya tenang, tetapi ada aura bahaya yang memancar darinya. Pria itu berhenti sejenak, menunduk memeriksa tubuh bandit yang telah mati.

Fadil menahan napas.

Orang itu menyentuh dada mayat bandit, lalu menggumamkan sesuatu. Cahaya redup berwarna ungu keluar dari tangannya, dan dalam sekejap, tubuh bandit itu mengering seolah seluruh energinya tersedot habis.

'Necromancer?!' Fadil merasakan bulu kuduknya meremang.

Sosok berjubah itu berbisik pelan, dan tiba-tiba, mayat bandit yang sudah kering itu bergerak. Dengan suara retakan mengerikan, tubuhnya perlahan bangkit, matanya yang kini bersinar merah menatap kosong ke depan.

Fadil menggigit bibirnya. Ia sudah cukup lelah setelah melawan dua bandit, dan sekarang ia harus berhadapan dengan sesuatu yang lebih mengerikan.

'Aku harus pergi dari sini sebelum dia menyadari keberadaanku.'

Namun, sebelum ia bisa bergerak, pria berjubah itu berbicara dengan suara rendah namun jelas.

"Keluar dari tempat persembunyianmu, anak muda. Aku tahu kau ada di sana."

Jantung Fadil berdegup kencang. Pilihannya terbatas: tetap bersembunyi dan berharap orang itu pergi, atau menghadapi kemungkinan yang jauh lebih berbahaya.

Ia mengepalkan belati di tangannya. Apapun yang akan terjadi, ia harus siap menghadapinya.

Fadil masih menempel di balik pohon, menahan napas. Pria berjubah hitam itu tetap berdiri di dekat mayat yang baru saja dihidupkannya kembali, matanya tajam menatap ke arah tempat Fadil bersembunyi.

"Aku tahu kau ada di sana. Jangan buang waktuku," katanya dengan suara datar.

Fadil menelan ludah. Mungkin ini saatnya menggunakan strategi yang lebih... unik.

"T-Tidak ada siapa-siapa di sini! Ini hanya suara angin!" katanya, berusaha mengubah nada suaranya agar terdengar seram.

Necromancer itu mengerutkan alis. "Kau serius?"

"Iya! Aku arwah pohon ini! Pergilah sebelum aku mengutukmu dengan... uh... daunku yang busuk?" Fadil melanjutkan, setengah menyesali idenya sendiri.

Seketika, suasana hutan menjadi hening. Bahkan mayat hidup yang baru saja bangkit tampak kebingungan.

Necromancer itu menutup matanya sejenak, lalu menghela napas panjang. "Kau benar-benar berpikir aku akan tertipu oleh hal semacam itu?"

Fadil menghela napas. "Baiklah, baiklah! Aku menyerah." Ia keluar dari balik pohon dengan tangan terangkat. "Tapi, serius, kalau aku beneran arwah pohon, kamu bakal takut nggak?"

"Tidak."

"Yah, percobaan yang gagal..." Fadil menggaruk kepalanya, lalu melirik mayat hidup yang berdiri kaku. "Jadi, ini... temenmu?"

Necromancer itu melirik mayat tersebut. "Bukan. Ini hanya alat." Lalu, dengan satu jentikan jari, mayat itu ambruk kembali ke tanah.

"Wah, aku kira dia bakal jadi partner percakapanmu yang setia," ujar Fadil, melipat tangan.

Pria berjubah itu menyipitkan mata. "Kau benar-benar banyak bicara."

"Itu mekanisme pertahanan diri, bang. Kalau aku diem, aku bakal makin takut. Jadi, daripada panik, lebih baik aku ngomong aja. Ngomong-ngomong, siapa namamu? Kalau boleh tahu, sih. Kalau nggak boleh ya... nggak apa-apa."

Necromancer itu terdiam sesaat. Seakan mempertimbangkan sesuatu.

"Orang memanggilku Alden," katanya akhirnya. "Dan kau, bocah yang suka bicara ini, siapa namamu?"

Fadil tersenyum kecil. "Namaku Fadil. Jadi, Alden, kenapa kamu ada di hutan ini? Jangan bilang kamu lagi nyari mayat buat koleksi pribadi?"

Alden menatapnya tanpa ekspresi. "Aku punya urusan. Dan sekarang, aku ingin tahu, apa urusanmu di sini?"

Fadil berpikir sejenak. "Jujur aja? Aku tersesat. Dan sekarang aku baru saja sadar kalau aku ngobrol santai dengan seseorang yang bisa bikin orang mati jalan lagi. Ini masuk kategori 'hari yang aneh' buatku."

Alden menatapnya lama, lalu—untuk pertama kalinya—seperti menahan senyum kecil. "Kau memang aneh."

Fadil mengangkat bahu. "Aku tahu. Tapi aku juga penasaran... Kalau misalnya aku mati, kamu bakal bangkitin aku juga nggak?"

Alden mengernyit. "Kenapa kau menanyakan hal seperti itu?"

"Soalnya kalau iya, aku mau pesen. Tolong kasih aku suara seram pas bangkit, kayak 'AKU AKAN BALAS DENDAM!' gitu. Biar dramatis."

Alden menatapnya lama, lalu menghela napas. "Aku harus pergi. Jangan mati sebelum kau menjadi lebih kuat, Fadil."

Dengan itu, Alden berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Fadil yang masih berdiri di tempatnya.

"Oke... Itu orang keren banget," gumamnya. "Tapi juga agak serem."

Dengan pertemuan aneh ini, Fadil merasa petualangannya baru saja bertambah satu tingkat lebih gila.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Naik Level : Dari Nol Jadi Legenda    BAB 14 Musuh Bertopeng

    Fadil menarik napas dalam. Tatapannya tajam menembus kegelapan, mengarah ke penjara yang kini diliputi asap hitam pekat. Aura mencekam merayap semakin dekat, seolah menelan udara malam itu."Lily, masuk ke dalam sekarang!" serunya tegas tanpa menoleh."Aku ingin ikut!" protes Lily. Matanya menyala dengan semangat."Bukan waktunya membantah! Kita belum tahu musuh seperti apa yang kita hadapi!" bentak Fadil, suaranya keras dan penuh tekanan.Lily mengepalkan tinjunya dengan gemetar, tetapi ia tahu Fadil benar. Dengan enggan, ia berbalik dan berlari masuk kedalam meninggalkan Fadil yang kini sudah bergerak.Tanpa ragu, Fadil melompat ke atap terdekat, mengikuti arah keempat pilar kerajaan yang telah lebih dulu menuju penjara. Angin malam berhembus kencang, membawa bau darah dan kehancuran.Langkah Fadil ringan namun cepat. Ia melompati atap demi atap, semakin dekat ke pusat kekacauan.Akhirnya, ia tiba. Dari atas salah satu rumah dekat penjara, ia mengamati situasi dengan tajam.Keempat

  • Naik Level : Dari Nol Jadi Legenda    BAB 13 Perjamuan

    Setelah mandi, Fadil mengenakan pakaian yang baru dibelinya di toko, sebuah setelan hitam dengan aksen perak yang membuatnya tampak lebih serius namun elegan. Di cermin, dia memeriksa penampilannya sekali lagi."Aku tidak terbiasa dengan pakaian mewah seperti ini, ini membuat ku sedikit gugup."Kata Fadil sambil melihat dirinya di cermin.Setelah memastikan dirinya siap, dia keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang perjamuan istana.Di sepanjang jalan, suasana di dalam istana tampak lebih sibuk dari biasanya. Pelayan dan prajurit bergegas kesana kemari, mempersiapkan segala sesuatunya untuk perjamuan yang akan berlangsung malam ini. Fadil berjalan dengan tenang, sesekali berpapasan dengan beberapa penjaga yang memberi hormat padanya.Begitu tiba di ruang perjamuan, Fadil disambut oleh Raja Victor yang sudah menunggunya di meja utama. Raja itu mengenakan jubah megah dengan mahkota di kepalanya, memperlihatkan aura kebijaksanaan dan kewibawaan."Fadil, kamu akhirnya datang juga. Si

  • Naik Level : Dari Nol Jadi Legenda    BAB 12 Skil Baru

    Sore hari dalam kamar di istana kerajaan Aurelia Fadil membuka sistemnya."Sistem analisis kerusakan pada tubuh!"[Ding..Menganalisis kerusakan pada tubuh!]Sistem sedang menganalisis kerusakan pada tubuh Fadil setelah pertarungannya melawan Roderic.[Ding!... Kerusakan di konfirmasi, Luka dalam mengalami kerusakan 60%, goresan pada bagian dada di konfirmasi, ingin menyembuhkan semua luka dengan menggunakan 5 gold?]Fadil berpikir sejenak. "Hmm... menyembuhkan semua luka dengan 5 gold? Sistem, berapa gold yang aku punya sekarang?"[Anda memiliki gold sebanyak 205.]"Baiklah pulihkan seluruh tubuh!"[Perintah di konfirmasi, Memulihkan tubuh dengan mengkonsumsi 5 gold.]Pada saat itu luka dalam dan goresan di dadanya pun pulih.[Pemulihan selesai.]"Sistem ini benar-benar ajaib, sistem buka status!"[Status Fadil]Nama: FadilLevel: 70Gelar: Abyss SovereignKekuatan: 950Kelincahan: 820Daya Tahan: 880Mana: 1000[Skill Dasar]1. Sword Mastery (Lv.5) → Kemampuan menguasai pedang dengan

  • Naik Level : Dari Nol Jadi Legenda    BAB 11 Serangan Pamungkas

    Fadil melangkah maju dengan napas terengah-engah, merasakan sisa energi yang mengalir liar di tubuhnya. Roderic, meski masih berdiri tegap, jelas telah merasakan tekanan luar biasa dari pertarungan ini. Duel di atap istana ini semakin memanas, dan Fadil tahu bahwa kemenangan tidak bisa diraih hanya dengan mengandalkan kecepatan atau kekuatan belaka. "Kau hampir membuatku terpojok, anak muda," kata Roderic sambil menggerakkan bahunya, mengendurkan otot-ototnya yang mulai tegang. Fadil tersenyum tipis. "Hampir? Aku pikir kau sudah terpojok." Roderic hanya mengangkat alis sebelum meluncurkan serangan mendadak. Swift Strike! Fadil nyaris tidak sempat menghindar. Serangan itu begitu cepat hingga udara di sekitarnya bergetar. Dengan sigap, Fadil mengaktifkan Abyssal Phantom Step, menghilang dari pandangan sesaat sebelum pedang Roderic mencapai dirinya. Saat Fadil muncul kembali di sisi kanan lawannya, dia segera mengayunkan pedangnya dengan Shadow Slash (Lv.4). Namun kali ini, dia

  • Naik Level : Dari Nol Jadi Legenda    BAB 10 Pertarungan Sengit

    Fadil menatap tajam ke arah Roderic, yang berdiri dengan percaya diri di atas genteng kota. Angin pagi bertiup kencang, membuat jubah mereka berkibar.[Ding! Quest Diperbarui!]Judul Quest: Duel di Atap!Target: Kalahkan Jenderal Roderic dalam pertarungan langsung!Hadiah: +700 EXP, "Shadow Cloak"Roderic menghunus pedangnya, bilah peraknya berkilat diterpa matahari. "Aku akui, kau cukup cepat, tapi menangkapku adalah hal yang berbeda!"Tanpa aba-aba, Roderic melesat ke depan dengan kecepatan luar biasa! Fadil mengangkat pedangnya untuk menangkis—Clang! Benturan keras menggema di udara!Fadil hampir terdorong ke belakang, tapi dia segera mengaktifkan [Wall Run], melompat ke dinding sebelahnya, lalu menyerang balik dari sisi yang tidak terduga![Ding! Serangan Mendadak Berhasil!]Roderic terkejut, tapi masih sempat menangkis—Clang! Clang! Percikan api muncul dari setiap benturan pedang mereka!Di bawah, Lily akhirnya berhasil keluar dari tumpukan jerami dan melihat pertarungan di atas.

  • Naik Level : Dari Nol Jadi Legenda    BAB 9 Jenderal Penghianatan

    Fadil dan Lily tiba di sebuah kota kecil di perbatasan Kerajaan Aurelia yang masih berada di bawah kendali kerajaan. Malam sudah larut, dan sebelum melanjutkan misi, mereka memutuskan untuk menginap di penginapan sederhana.Saat masuk ke dalam, mereka disambut oleh pemilik penginapan, seorang wanita tua dengan senyum ramah. "Selamat datang! Kalian pasangan muda yang ingin menginap?"Lily langsung tersedak air liurnya. "H-Hah?! Kami bukan pasangan!"Fadil tetap tenang dan hanya mengangkat alis. "Dua kamar, kalau boleh."Wanita tua itu terkekeh. "Maaf, nak, hanya ada satu kamar tersisa. Tapi jangan khawatir, ranjangnya cukup besar untuk berdua."Lily membeku di tempat, wajahnya memerah. "A-Apa nggak ada opsi lain?!"Fadil hanya menghela napas. "Baiklah, satu kamar saja."Di dalam kamar, Lily menatap Fadil dengan tatapan curiga. "Kamu nggak bakal aneh-aneh, kan?"Fadil duduk di kursi dan menatapnya datar. "Tenang, aku lebih takut sama musuh daripada kamu."Lily cemberut. "Huh, dasar ngga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status