Nama Mantan di Buku Pendaftaran Siswa BaruBab 78"Nanti, Bu … kalau Ai bilang di rumah Adit sama aja bohong," dalihku pada Ibu. Padahal ada sesuatu yang kurang agar bisa menjual rumah Mas Adit."Sudah, pokoknya sekarang Ibu istirahat. Nanti kita bicara lagi. Oke?" lanjutku pada wanita yang masih menatapku. Kembali aku berdiri, kali ini aku juga membawa gelas milik Ibu yang sudah kosong menuju ke wastafel.Setelah itu aku menuju ke kamar, merebahkan diri yang sudah terasa amat lelah. Lelah menghadapi cobaan hidup. Memang kalau dilihat tidak mengeluarkan tenaga, tetapi pikiran yang terkuras justru membuat badan ini jadi begitu lelah. Oh, iya, aku jadi ingat kalau aku butuh sesuatu untuk menjalankan misi merebut rumah Mas Adit. Kuambil ponsel yang berada di dalam tas selempang yang tadi aku pakai. Kemudian mulai mengetik pesan pada seseorang, masih dengan posisi rebahan. [ Hai, Ultraman gamon … lagi sibuk? ] Pesan segera centang dua tetapi belum berubah warna menjadi biru. Mungkin dia
Nama Mantan di Buku Pendaftaran Siswa BaruBab 79"Iya, aku mau dijodohkan, Bu Ai." Jadi masalahnya Bu Eli adalah tentang perjodohan. Pantas saja dia murung."Dijodohkan sama siapa?""Temannya kakakku. Aku juga nggak tahu orangnya, besok kalau kakakku pulang dinas baru aku bertemu dan langsung tunangan," jelasnya."Kamu mau kalau dijodohkan?" Lagi-lagi Bu Eli terdiam, entah apa yang sedang ada di pikirannya saat ini. "Mau tidak mau harus mau," jawabnya. Aku menelisik wajah ayu itu, yang kini membenamkan wajahnya di balik bantal guling milikku."Sabar, ya , Bu Eli. Kalau Bu Eli sudah punya pilihan, kenapa Bu Eli nggak ngomong?""Bu Ai, kalau aku punya pasangan, orang tuaku nggak mungkin mau jodohin aku. Ini pasti ulah Mas Eka. Dia ngebet banget pengin lihat aku nikah!" gerutu Bu Eli. Bantal guling dia singkirkan, kemudian dibuangnya ke sembarang arah. Mas Eka yang aku tahu adalah kakaknya Bu Eli. Dia bertugas di luar kota. Entah apa pekerjaannya aku kurang paham. Hanya namanya saja y
Nama Mantan di Buku Pendaftaran Siswa BaruBab 80"Iya, Mas. Ini cara terakhir agar rumah itu bisa menggantikan rumah yang dijual sama Mas Adit.""No! Aku tidak mengijinkan itu. Terlalu beresiko jika kamu harus kembali ke rumah itu. Kamu nggak lupa, kan, sama apa yang sudah mereka lakukan sama kamu?" Tangan Mas Reza menyilang di depan dada menandakan jika dia menolak apa yang sudah aku rencanakan. Tetapi, tidak ada cara lain selain ini. Mereka tidak akan mungkin menyerahkan rumah itu begitu saja."Betul, itu. Aku juga sangat tidak setuju kalau Bu Ai balik ke rumah itu lagi. Mau cari mati Bu Ai?" sergah Bu Eli. "Ya nggak, lah, masa cari mati. Aku masih pengin diberikan umur yang panjang buat bahagiain ibu peri.""Jangan bercanda, Na. Aku nggak suka. Tetaplah tinggal di sini. Ini tempat yang aman buat kalian. Atau kurang nyaman? Nanti aku carikan rumah yang lebih luas," timpal Mas Reza. Aku bisa melihat rasa khawatirnya saat ini. "Ini cara yang terbaik, bukan masalah rumah ini luas at
Nama Mantan diBuku Pendaftaran Siswa BaruBab 1Hari ini aku berangkat dengan sedikit tergesa-gesa. Pasalnya, motor yang aku gunakan mogok di tengah jalan. Beruntung, ada bengkel di dekatnya. Sungguh, pemilik bengkel benar-benar memilih tempat yang strategis."Bu Ai, tumben terlambat," sapa Bu Eli."Iya, Bu. Mogok," jawabku seraya meletakkan tas di atas meja."Oh iya, ini daftar calon anak-anak yang akan sekolah. Bu Ai silahkan cek, nanti mereka akan datang." Buku panjang diletakkan Bu Eli di depanku. Segera aku membukanya. Namaku Aisyah Naura Illana, guru honorer di salah satu TK. Bulan ini adalah waktu untuk pendaftaran calon murid baru. Ah, bukan murid sebenarnya, aku lebih suka jika menyebutnya anak-anak TK. Pukul sepuluh aku masuk ke ruangan yang sudah berisi orang tua dan anaknya. Riuh suara anak-anak sangat khas di telinga."Selamat pagi," sapaku."Pagi," jawab mereka serempak. Bersama dengan Bu Eli kami lantas duduk di kursi paling depan berhadapan dengan orang tua dan anak
Nama Mantan di Buku Pendaftaran Siswa Baru Bab 2Ponsel di sampingku terus bergetar, segera aku meraih dan membukanya. Ternyata pesan dari grup wali murid. Aku memang membuatnya dengan tujuan untuk mempermudah komunikasi. Satu per satu pesan aku baca hingga pada bagian akhir satu pesan membuatku terhenyak. [ Selamat malam, Bunda ….] Pesan dari mantan sekaligus wali muridku. Apa-apaan ini? Mendadak grup menjadi ramai saat mantanku mulai memperkenalkan diri dan juga mengirim fotonya. Memang, dari sekian banyak chat para wali murid mengirimkan foto mereka katanya sebagai bentuk perkenalan. Aku masih menyimak saja chat yang terus datang bergantian.[ Salam kenal Bunda semua. Perkenalkan saya papanya Zivanna. Sepertinya hanya saya yang bukan Bunda ][ Iya, lainnya memang Bunda semua ][ Salam kenal, Papa Zi ] [ Salam kenal juga Papa Zi, saya Bundanya Izza nantinya kita akan sering bertemu. Saya single parents. ]Duh, baca chat itu aku jadi malu sendiri. Bundanya Izza adalah seorang ora
Nama Mantan di Buku Pendaftaran Siswa Baru Bab 3"Nah, ini dia …, ambil saja motornya untuk melunasi hutangku!" ucap Ibu.Apa? Apa-apaan Ibu? Tidak! Aku tidak akan menyerahkan motorku. Lihat saja kalau sampai motorku diambil, aku akan lawan mereka. Enak saja mau ambil motor seenak jidat mereka, gelut juga aku ladenin!Tak terima dengan ucapan dari ibu, segera aku gulung lengan kemeja panjang yang aku kenakan hingga sebatas siku. Tas ransel yang tadinya dipunggung aku lepas dan kutaruh di atas motor. Rasanya tak terima, motor yang kubeli dari hasil jerih payahku selama ini mau dijadikan sebagai pembayaran hutang. Utang juga bukan aku yang ngutang kenapa jadi aku dibawa-bawa?"Kalian mau apa?" tanyaku pada dua orang laki-laki yang masih memandang pada motorku. "Ya mau ambil motor, lah!""Motor siapa yang mau diambil, hah?!""Ai, serahkan saja motornya buat bayar utang ibu. Lagian itu motor, kan, motor Adit juga," sela Ibu dengan wajah datarnya yang tentu saja semakin membuatku bertamb
Nama Mantan di Buku Pendaftaran Siswa Baru Bab 4[ Na, aku sudah berhasil. Satu per satu aku mewujudkan impian kita. Aku mewujudkannya untukmu, Na. Aku punya rumah untuk kita, aku punya mobil juga untuk kita dan satu lagi di rumah aku punya kolam renang. Bukankah impianmu dulu punya rumah yang ada kolam renangnya? Kamu mau, kan, hidup bersama denganku? ] Membacanya membuat hatiku semakin teriris. Apa kamu tahu Mas, kamu menceritakan segala impian kita dulu dan kamu mewujudkannya. Sedangkan aku di sini, hidupku dalam kekurangan. Apa aku tinggalkan saja semuanya dan hidup bersamamu? Rasanya aku lelah, capek dengan ini semua.Tanpa terasa bulir bening sudah mengalir di sudut mata, mengingat betapa berbedanya kehidupanku dan mantan. Aku jadi berandai-andai, kalau saja aku belum menikah mungkin sekarang aku akan langsung mengiyakan permintaan dari Mas Reza. Atau kalau saja dulu aku dan dia tidak berpisah mungkin takdirku akan lain. Tidak kekurangan dan punya mertua seperti sekarang. Boleh
Nama Mantan di Buku Pendaftaran Siswa BaruBab 5Aku terlena, saat Mas Reza meraih tanganku, membimbingku melewati karpet merah. Persis seperti sepasang pengantin yang tengah berbahagia. "Aku mencintaimu, Nana … maukah kamu hidup bersamaku? Kita wujudkan impian kita menjadi keluarga yang bahagia, bersama anak-anak kita nanti." Apa yang harus aku jawab? Imajinasiku Mas Reza mengatakan hal itu, akan tetapi nyatanya Mas Reza hanya berdiri di sampingku. Dia tidak meraih tanganku, ketika melihat ke bawah kedua tanganku masih dalam posisi semula. Sialan, bagaimana mungkin aku bisa membayangkan sejauh itu? Sadar Ai, sadar …. Aku bermonolog dengan diriku sendiri sampai kupukul kepalaku agar otakku tidak oleng seperti tadi.“Na, ayo,” ajak Mas Reza. “Ke mana?” tanyaku heran.“Ayolah.” Sedikit memaksa, Mas Reza menarik tanganku. berjalan melewati karpet merah dengan hiasan pada kanan dan kiri bunga mawar kini aku sudah sampai di sebuah meja dan kursi yang juga sudah tertata sedemikian rupa.