“Astaga!”
Hari sudah cukup siang pada saat Laura terbangun dan mendapati dirinya berada di kamar yang berbeda. Laura juga menepuk keningnya berkali-kali setelah melihat gorden jendela yang sudah terbuka dan terlihat cahaya yang masuk.Siapa yang membuka gorden jendela? Laura bertanya-tanya dalam wajah yang begitu panik.Jangan-jangan....Sontak Laura melihat tubuhnya yang cukup berantakan, bajunya sedikit tersingkap dan terlihat sedikit bagian perutnya.Tetapi kemudian dia berusaha berpikir positif, “Ah, emang Gue pikirin. Yang penting nggak kenapa-kenapa.”Dilihatnya ke samping, Kenzo masih tertidur pulas dengan posisi memeluk lengannya. Tangan Laura terangkat untuk memindahkan tangan mungil Kenzo secara perlahan. Lantas detik itu juga tubuhnya melompat ke bawah dan berlari ke atas untuk memasuki kamar mandi.Sementara Ivan yang melihat Laura langsung berdecak. Kepalanya menggeleng melihat kelakuan Nanny barunya tersebut. Tidur sembarangan, bangun kesiangan, melintas seperti angin kencang tanpa peduli lantai yang licin yang baru saja di pel.Ivan sempat bertanya-tanya, sebenarnya dia itu keturunan apa? Tokek?Ivan meletakkan cangkirnya setelah isinya berkurang. Dia kembali memfokuskan matanya ke layar laptop untuk melihat beberapa email penting yang masuk semalam. Belum sampai sepuluh menit, gadis itu sudah turun dengan pakaian yang berbeda dari sebelumnya.Laura mendekat sambil bersuara, “Maaf, Pak. Saya kesiangan.”Alis Ivan terangkat dia menatap datar seperti biasanya sebelum menjawab, “Hanya bekerja di sini kamu berkali-kali diampuni.”“Iya, kan Bapak baik, ganteng, kaya, idaman pokoknya lah,” katanya sambil meringis serupa orang yang sedang merayu.Ya, kata-kata itu bukanlah pernyataan sungguhan yang sama dengan hatinya. Ivan pun tahu maksud Laura yang hanya merayu dirinya supaya tak marah.“Sudah mandi belum kamu?”“Sudah.”“Bohong.”“Kok bohong?” kata Laura tidak terima.“Itu buktinya telingamu masih ada.”“Ya, masih lah, masa hilang?”“Ya sudah,” pungkas Ivan tak mungkin memarahinya. Dia sudah membuat anaknya nyaman semalaman. Apa lagi yang diinginkannya?Laura sedang tidak bekerja di kantor yang harus selalu tepat waktu. Yang terpenting adalah, anaknya terurus dengan baik.“Sementara AC-nya belum terpasang, kamu bisa tidur dulu dengan Kenzo.”“Terus dipasangnya kapan?” tanya Laura tak lama setelah Ivan mengatakan titahnya.“Kenapa? Kamu nggak nyaman tidur di sana?” tembak Ivan membuat Laura seperti tak bisa berkutik.“Bukan begitu,” Laura menyangkal, “Aaku hanya terbiasa tidur sendiri.”Laura cinta kebebasan. Tidur bersama orang lain tentu saja membuatnya kurang nyaman meski Kenzo anak kecil.Dia terbiasa tidur dengan hanya memakai celana pendek dan tidak mengenakan bra. Suka berisik, melompat-lompat di ranjang, dan berguling-guling sepuasnya.Tapi kalau diaharus tidur dengan Kenzo—otomatis dia juga harus mengubah semuanya. Namun apakah bisa?Tanpa memberi Laura kesempatan, Ivan memutuskan, “Ya, jadi mulai sekarang, biasakan dirimu.”“Astaghfirullahaladzim,” ujarnya lirih dengan nada yang panjang. Baru sekali ini Laura merasa tertekan oleh seorang manusia. “Dasar Om tua,” gumamnya mengumpat dalam hati.Laura memperhatikan Ivan, lelaki itu beranjak berdiri dan menutup laptopnya. “Ambilkan dasi saya di lemari!” katanya menitah Laura.Laura sontak melayangkan protes. “Lemari mana, yang bentuknya kayak apa? Jangan ngawur, deh, Pak. Saya di sini kan cuman mau ngurus Kenzo aja, bukan ngurusin Bapak.”“Kenzo anaknya siapa?” Ivan balik bertanya sehingga membuat Laura sontak menatapnya dengan pandangan yang tak bersahabat. “Yang menggajimu siapa?” katanya lagi tak lama berselang.Tanpa bisa dikendalikan, bibir Laura meleot dengan sendirinya mencibir lelaki tersebut.“Mau membantah?” ancam Ivan seperti biasanya.“Iya, iya iyaaa!” Laura berbalik badan menuju ke kamar Ivan. Dengan sangat tidak ikhlas dia membuka satu-persatu lemari yang terdapat beberapa gulungan dasi.Setelah menemukannya, gadis itu membawa beberapa dasi sekaligus supaya Ivan bisa memilih sendiri mana yang cocok dengan jas yang dia pakai.Ini dilakukannya agar dia tak perlu bolak-balik kalau seandainya Ivan tak cocok dengan salah satunya.Laura memang bukan tipe orang yang bisa berpura-pura. Gadis itu keluar dengan wajah yang cemberut. Meletakkan beberapa dasi itu ke meja, Laura berujar, “Nih, pilih sendiri yang mana yang cocok.”“Pasang!” kata Ivan setelah memilih salah satunya.“Ya ampun, masa saya suruh masangin juga?” keluh Laura dengan tatapan kesal, sama seperti tadi. Namun baru saja Ivan mau membuka mulutnya, Laura kembali berujar, menirukan gaya lelaki tersebut. “Mau membantah?”Ivan tak kuasa untuk menahan senyumnya. Ya, tapi hanya samar. Lelaki itu tetap saja cool, menjaga kewibawaannya di depan gadis yang baru dua hari ini ia kenal.Tanpa menunggu lebih lama lagi, Laura mendekati Ivan. Ia mulai mengalungkan dasi tersebut ke lehernya, lalu mengikatnya seperti yang pernah ia lakukan kepada Papanya sebelum beliau berangkat bekerja dulu.Namun karena terlalu fokus mengenang orang tuanya—tanpa sadar Laura malah mengikat dasinya ke leher Ivan sampai lelaki itu tercekik dan mengaduh.“Eh, kamu mau bunuh saya?” ucapnya menatap Laura dengan mata waspada.“Maaf, Pak. Nggak sengaja,” katanya sambil tergelak melihat raut wajah Ivan yang sedemikian aneh. “Baik, baik, saya pasang lagi.”Ivan memijat keningnya. Hampir saja dia hilang napas karenan Nanny elite yang baru bekerja selama dua hari di rumahnya.Perempuan itu membuka cadarnya dan terlihatlah wajah yang setengahnya rusak yang tidak diketahui apa sebabnya. Entah karena kecelakaan, atau memang berasal dari kalbu.“Aku Nadia,” katanya dengan lirih dan bersamaan dengan air mata yang mencuat keluar tanpa bisa dikendalikan, “seharusnya kau mengenaliku.”Ivan tertegun. Matanya menyorot dalam perempuan yang sedang menggarap dia mengenalinya. Bibirnya kelu untuk berucap. Tubuhnya memaku karena keterkejutannya.Kini pikirannya membayang kenangan beberapa tahun silam. Tepatnya di sebuah hotel dalam keadaan sangat tersiksa karena jebakan obat perangsang uang ditaruh ke dalam minumannya.Di sanalah ia menyeret seorang wanita tak bersalah untuk menjadi sasarannya dan menyebabkan Kenzo terlahir di dunia. Namun ia tak menyangka, seperti inilah bentuk wanita yang telah ia lukai.“Kamu ....” Ivan berdecak dan menggeleng, “kenapa kamu harus bersembunyi? Aku mencarimu selama ini.”“Karena sebab inilah aku selalu bersembunyi dari kalian,” jawab Na
Ivan tidak bisa menahan amarahnya tatkala pria itu mendengar Mira mengatakan, bahwa Nia membawa anaknya pergi kira-kira semenjak dua jam yang lalu tanpa izinnya dan tanpa ia melihat sama sekali kepergiannya.Rasa panik, cemas, gelisah, sakit bercampur menjadi satu. Entah bagaimana cara membuatdirinya menjadi lebih baik. Dia hampir saja tidak bisa menguasai dirinya lagi.“Memangnya dari tadi kamu ada di mana?” tanya Ivan dengan nada meninggi.“Saya tadi ada di atas. Saya pikir mereka hanya main bersama di halaman rumah. Tapi tahu-tahu sudah nggak ada suara apa-apa lagi. Sudah saya cari ke sekeliling, sudah saya telepon dia juga. Tapi ponselnya memang nggak aktif lagi.”“Ceroboh kamu!”“Maafkan saya, Pak. Saya janji akan bertanggung jawab mencari Nia.”“Melalui apa?”“Saya akan berusaha menghubungi keluarga-keluarganya, Pak.”“Ivan!” seru Laura menghentikan suaminya yang sedang kalap, “kamu nggak boleh bersikap seperti itu sama orang yang lebih tua. Nggak ada gunanya juga kamu marah-mar
“Ini bener?” tanya Laura memastikan. Dia mengambil stick itu dari tangan Ivan untuk ia pastikan sendiri hasil tes ulang tersebut. “Kok di aku nggak nampak tadi?”“Penggunaannya kurang benar.”“Masa, sih? Aku sesuai petunjuk, kok.” Mata Laura berkaca-kaca saat ini, hingga satu kedipan saja buliran itu langsung menetes. “Aku nggak tahu harus ngomong apa.”“Harus bersyukur, itu saja,” jawab Ivan kemudian. Lagi-lagi pria itu mencium keningnya dengan begitu lembut dan dalam.Rasa sayangnya berkali-kali lipat bertambah besar untuk istrinya. Tidak ada yang kurang lagi dalam hidup Ivan.Dia sudah mapan, punya anak laki-laki yang tampan, punya istri cantik, kaya, dan muda, dan sekarang akan di anugerahi lagi buah cinta dari pernikahan mereka.“Kita ke kamar,” kata Ivan menggendong tubuh Laura yang masih dalam keadaan lemas karena perutnya wara-wiri terkuras.“Aku bisa jalan sendiri. Aku nggak selemah itu kali, Om tua,” ucap Laura merasa keberatan diperlakukan seposesif ini.“Saya akan menjagam
Setelah menduga kemungkinan besar bahwa Laura sedang mengandung, pria itu langsung mengeluarkan motor dari garasinya, berniat untuk menuju ke apotek terdekat.Ivan bukanlah orang yang suka menunggu. Percuma saja dia menyuruh seseorang untuk membelikan alat tes kehamilan kepada Deni atau siapa pun jika ujung-ujungnya mendapat jawaban mengecewakan, misal: ‘nanti kalau sempat’ atau ‘sebentar lagi’ tapi lama, begitulah kiranya dan alasan macam-macam lainnya.Pun jika ia memesan online, pasti akan membutuhkan waktu yang lama juga. Tidak ada yang lebih cepat daripada itu selain harus berangkat sendiri. Toh, tidak terlalu jauh juga, pikirnya.Deru kendaraan motor besar itu mulai berbunyi setelah dinyalakan. Namun baru ia akan menarik gasnya, Laura berlari-lari kecil untuk mendekatinya. Ivan mendadak ngeri melihat Laura berlarian seperti itu. Takut dia sampai terjatuh.“Jangan lari-lari, Laura,” ucap Ivan memperingatinya.“Aku mau ikut,” rengeknya sudah seperti anak kecil saja. Dia mendekati m
Ivan memejamkan matanya merasakan sebuah kenikmatan yang tiada duanya. Lepas sudah semua beban yang menyiksanya selama Laura sakit.Mengatur nafasnya yang memburu, Ivan kembali mengecup bibir Laura dan melumatnya penuh perasaan. Bagian atas mau pun bawah secara bergantian. Setelah itu, ia memberi jeda sesaat sebelum melepaskan diri.Pria itu membiarkan semua benihnya masuk terlebih dahulu ke dalam rahim istrinya agar kelak dapat tumbuh menjadi zuriat di sana.Sembari menunggu beberapa menit lamanya, Ivan meletakkan kepalanya di atas dada Laura, kemudian perempuan itu menyambutnya dengan usapan-usapan lembut di kepalanya dengan sangat sayang.“Thank you, Sayang. Kamu yang terbaik,” ucap Ivan dengan napas yang masih terengah-engah.Laura tak menjawab dia hanya mengangguk dan dapat Ivan rasakan karena dagu wanita itu menempel di kepalanya.Lima menit setelah berkata demikian, Ivan menjatuhkan diri ke samping sang istri.“Aku harus membersihkan diri lebih dulu. Takut kalau ada seseorang y
Begitu terlihat mobil mewah berhenti di depan rumah Laura, satu security penjaga rumah Laura membukakan pintu gerbang.Beliau Pak Raman, tersenyum menyambut Laura dan menyapa keduanya.“Ya Allah, Non. Akhirnya saya bisa ketemu sama Non Laura lagi. Makin cantik lagi,” katanya dengan raut wajah yang begitu bahagia.“Pak Raman ... gimana kabarnya Pak, Raman?” tanya balik Laura dari dalam mobil. Wanita itu tersenyum ramah, masih dengan memangku Kenzo yang tidur nyenyak di pangkuannya.“Alhamdulillah baik, Non. Selamat untuk Non Laura dan Pak Ivan, atas pernikahannya semoga langgeng, akur terus dan cepat diberi momongan.”“Terima kasih Pak Raman,” jawab Laura. Sedangkan Ivan menanggapinya dengan kepala yang agak ditundukkan.Pembicaraan dicukupkan sementara, Ivan kembali melanjutkan laju mobilnya agar segera dapat terparkir di halaman rumah itu.Lagi pula tidak nyaman juga mengobrol dengan mobil di tengah-tengah jalan begini.Terbayar sudah rasa rindu Laura terhadap rumah ini. Matanya mena