Menuju ke belakang, Laura kembali melihat sosok Ivan lagi yang sedang berada di meja makan menikmati makan siangnya. Namun berbeda dengan tadi karena dia sudah mengenakan bajunya secara lengkap.
Rupanya, lelaki itu pulang pada saat dia tengah tertidur pulas di atas. Kemudian mandi pada saat Laura turun dan tanpa sengaja terpergok olehnya.Kerja apa dia jam segini pulang tapi banyak duit?Jangan-jangan dia punya pesugihan babi ngepet.Astaga! Laura langsung menggeleng menghilangkan pikiran buruknya yang sedang semena-mena menuduh orang lain. Mana mungkin Om tua itu ngepet? Masa ganteng-ganteng jadi ....Laura melintas menuju ke belakang dan menarik kursi di sana, serta merta mengisi perutnya dengan makan siang yang sebelumnya sudah Mira masakkan. Tidak terbayang sebelum ia datang, bagaimana repotnya wanita itu sendirian mengurus rumah sebesar ini sambil menjaga Kenzo. Kasihan sekali.***Selesai sudah pekerjaannya hari ini. Tepat pukul jam sembilan malam, Laura naik ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya ke kasur.Oh, begini, ya, rasanya bekerja? Padahal tidak angkat-angkat benda berat. Tetapi tetap saja rasanya amat melelahkan.Membuka ponsel, Laura melihat notifikasi pesan yang masuk ke DM-nya yang ternyata adalah pesan dari Papa. Bukan dari teman-temannya yang entah sudah tak tahu ke mana sekarang ini. Mungkin saja mereka sudah tertelan bumi.Papa : Laura, kamu di mana sekarang? Jangan lupa kabari Papa.Laura melihat isi pesan tersebut dengan perasaan nelangsa. Dia selalu berharap, tantenya tetap memperlakukan papanya dengan baik walau beliau sudah tidak seperti dulu lagi. Tetapi dari yang selama ini Laura lihat, Tantenya selalu baik. Ya, mudah-mudahan saja demikian.Laura : Ada di Kota Tangerang Selatan, Pa. Papa tenang aja, ya. Laura sekarang udah kerja, kok. Papa sehat terus, ya. Pokoknya jangan khawatirkan Laura. Laura baik-baik saja.Klik. Pesan terkirim. Tak lama setelah itu, matanya terpejam. Mengantuk.Baru sekitar beberapa puluh menit Laura tertidur, gadis itu terbangun. Bajunya basah, dia kepanasan dan tenggorokannya terasa kering.Wajar saja Laura merasakan hal demikian. Baru sekali ini Laura tidur menggunakan kipas angin. Dan sekarang malah justru tubuhnya terasa jadi panas dingin tak karu-karuan. Perubahannya yang jadi orang biasa secara tiba-tiba itu tidak dapat diterima dengan mudah ditubuhnya.Laura beranjak dari tidurnya. Dia menatap kosong. Matanya mengembun.‘Aku butuh AC, aku butuh kasur yang empuk, aku butuh jalan-jalan, aku butuh cermin besar untuk make up, aku butuh bath up untuk berendam. Tapi sekarang semuanya udah nggak ada lagi.'Lantaran tak bisa tertidur lagi, gadis itu turun ke bawah untuk mengambil minum air dingin di dapur. Dia membuka kulkas, lalu menuangkan minum ke gelasnya dan meneguknya hingga tandas.Tapi sialnya, lagi-lagi saat Laura akan kembali, ia harus bertemu dengan Ivan. Lelaki itu sudah berada dimeja makan, sedang membuat susu untuk anaknya.‘Apa setiap malam dia selalu begini? Owh, kacian ...,” dalam hatinya Laura menertawakan. “Lain kali jangan lupa mengisi termos. Jadi saya tidak perlu keluar malam-malam seperti ini,” ujarnya tanpa menoleh.“Maaf, Pak. Bukan lupa. Tapi saya benar-benar nggak tahu. Belum hafal kebiasaan-kebiasaannya di sini,” jawab Laura.Hening.Tak ada jawaban lagi hingga kemudian lelaki itu membalikkan tubuhnya. “Kenapa kamu turun malam-malam?”“Panas, Pak. Panas banget. Saya nggak bisa pakai kipas. Kalau dikecilin kepanasan, kalau dibesarin bikin masuk angin. Duh, gimana ya? Serba salah. Boleh nggak, request pasangin AC gitu,” jawab Laura tanpa ingin berpura-pura.Dia berharap lelaki itu mengerti dan mau menyejahterakan orang-orang di bawahnya.Meski Mira atau siapa pun itu tidak pernah melayangkan protes, tetapi bukankah kita sebagai manusia harus mempunyai sifat perasa dengan memosisikan diri sebagai orang lain?Agak lama lelaki itu terdiam menatapnya dengan sorot mata tak terbaca, hingga kemudian menjawab dengan singkat, “Baiklah, kalau itu maumu.”Tanpa disadari Laura menyipitkan matanya dan bertepuk tangan kecil, “Yeay!”“Kamu berikan ini padanya!” Tiba-tiba Ivan menyodorkan botol susu untuk anaknya.“Kok, saya?” ucap Laura merasa agak keberatan. Dia sudah lelah, panas dan mengantuk, tapi malah diberi tugas lagi. Sesaat Laura menyesal lantaran sudah turun kebawah.“Mau membantah?” tegur Ivan dengan sorot mata horor seperti biasanya. “Baiklah, kamarmu tidak akan saya pasang AC.”“Iyaaaa iyaaa!” sela Laura langsung mengambil alih botol tersebut dari tangan Ivan. Lantas masuk ke dalam kamar bos kecil, takut ancaman itu benar-benar terjadi. ‘Huh, niat turun ingin minum malah dikasih kerjaan lagi,’ batinnya menggerutu kesal.Pada pertengahan malam, Ivan kembali keluar untuk memastikan keadaan Kenzo, tetapi pada saat ia membuka pintu, kedua orang yang baru mengenal belum satu hari itu, tidur dengan saling memeluk dalam satu selimut yang sama.Tanpa sadar, bibir Ivan mengembang membentuk sebuah lengkungan.“Astaga!”Hari sudah cukup siang pada saat Laura terbangun dan mendapati dirinya berada di kamar yang berbeda. Laura juga menepuk keningnya berkali-kali setelah melihat gorden jendela yang sudah terbuka dan terlihat cahaya yang masuk.Siapa yang membuka gorden jendela? Laura bertanya-tanya dalam wajah yang begitu panik.Jangan-jangan....Sontak Laura melihat tubuhnya yang cukup berantakan, bajunya sedikit tersingkap dan terlihat sedikit bagian perutnya.Tetapi kemudian dia berusaha berpikir positif, “Ah, emang Gue pikirin. Yang penting nggak kenapa-kenapa.”Dilihatnya ke samping, Kenzo masih tertidur pulas dengan posisi memeluk lengannya. Tangan Laura terangkat untuk memindahkan tangan mungil Kenzo secara perlahan. Lantas detik itu juga tubuhnya melompat ke bawah dan berlari ke atas untuk memasuki kamar mandi.Sementara Ivan yang melihat Laura langsung berdecak. Kepalanya menggeleng melihat kelakuan Nanny barunya tersebut. Tidur sembarangan, bangun kesiangan, melintas seperti angin ke
Usai dasi terpasang dengan rapi di pakaiannya, Laura memundurkan tubuhnya. Berada di dekat lelaki dewasa seperti Ivan membuat tubuhnya tidak baik-baik saja. Ada gelenyar aneh yang ia rasakan meski tak tahu apa penyebabnya.Jantungnya berdegup lebih cepat, napasnya terasa jadi lebih pendek-pendek, otaknya jadi bodoh, hidungnya pun seperti tersumbat mencium harum parfum maskulin yang menguar dari tubuh lelaki di depannya.‘Lagian nyuruhnya aneh-aneh aja. Masa disuruh pakein dasi. Ini mah tugasnya seorang istri. Amit-amit jabang kura-kura jangan sampai aku nikah sama si Om tua ini. Meskipun lumayan, tapi memangnya nggak ada boejangan lagi di dunia ini? Wekk!’“Makasih,” kata Ivan terhadapnya. Sedangkan Laura hanya mengangguk.Tetapi kali ini dapat Laura akui bahwa mereka sudah bisa sedikit mencair. Keakrabankah yang terjalin? Atau memang Laura sendiri tipe gadis yang gampang akrab dengan setiap orang?Mendengar Kenzo menangis membuat keduanya sontak menoleh. Ternyata bos kecil tersebut s
Kurang lebih lima menit kemudian Laura turun dengan keadaan sudah berganti pakaian. Gadis itu memakai dress warna peach dengan pita yang terikat di belakangnya. Sedangkan rambutnya yang agak pirang dan panjang itu dibiarkan tergerai begitu saja.Untuk menambah kesan manis dan simpel, Laura hanya mengambil sedikit rambut bagian luar kanan kirinya, lalu di satukan ke belakang dengan memakai jepit rambut yang berukuran kecil.Ivan menatap gadis yang baru saja tersebut. Tanpa Laura ketahui, Ielaki itu sudah memandanginya selama beberapa lama karena merasa ‘tersepona’ dengan penampilan Laura saat ini.Laura tidak tampak berumur 23 tahun, dia malah justru seperti seorang gadis SMA yang baru saja tamat sekolah. Wajahnya imut, tubuhnya kecil, bulu matanya lentik dan bibirnya ... merah, kecil, namun sedikit tebal di bagian bawahnya seperti bibir Donald Duck yang sering di tonton anaknya di televisi, begitulah yang sedang Ivan umpamakan.“Jadi berangkat nggak, sih?” Laura bertanya kepada lelaki
Keduanya termenung dengan apa yang mereka lakukan saat ini. Salah tingkah, Laura segera memundurkan tubuhnya. ‘Apa aku sudah gila?’ batinnya begitu heran. Bahkan jantungnya kini terasa melompat seperti akan keluar dari tempatnya. Sudah jelas-jelas, Kenzo memanggil ‘Papanya’, namun kenapa dia malah menyodorkan tubuhnya ke sana?Laura hanya tak ingin nanti Ivan salah mengira bahwa ia dengan berkelakuan seperti ini lantaran sedang berusaha menggodanya. Ah, ini sangat memalukan sekali.“Saya nggak bermaksud ngapa-ngapain, kok, Pak. Jangan salah sangka,” kata Laura membela diri agar Ivan tak berpikir macam-macam.Ivan hanya menatapnya selama beberapa detik, sebelum akhirnya pria tersebut menundukkan pandangannya lagi ke bawah. Memastikan keadaan anaknya yang tadi memanggilnya. Tetapi rupanya, Kenzo hanya mengigau saja.Terdengar helaan napas dalam dari pria itu, sebelum akhirnya dia menegakkan tubuhnya kembali. Namun tatapannya masih enggan berpaling dari putranya tersebut.“Aku harap ka
Hari telah beranjak siang, matahari mulai naik merangkak ke atas kepala, yang sinarnya mencapai kedalaman ruangan-ruangan gedung melalui kaca jendela.Kedua manusia berisik; Laura dan Kenzo sudah bangun beberapa puluh menit yang lalu dan kini sedang duduk di sofa besar, tidak jauh dari meja kerja Ivan berada.Memang tidak mengganggu, mereka sedang membuat dunia sendiri dengan cara bercanda dan saling menggelitik tubuh masing-masing. Tetapi lagi-lagi membuat fokus Ivan menjadi ambyar tak karu-karuan adalah karena merasa tertarik dengan keseruan mereka.Bibirtegas Ivan mengulum senyum membayangkan kehidupannya di masa depan nanti. Akankah seperti ini? Tetapi dengan ia bergabung bersama mereka di sana.Terkadang Ivan bertanya-tanya sendiri. Siapakah kira-kira orang yang akan menjadi jodohnya kelak? Rasanya sangat sulit sekali mencari wanita yang benar-benar tulus mencintainya selain mempunyai maksud tertentu. Dan ini sudah ia buktikan selama beberapa kali sehingga ia lebih memilih untuk
Seraya turun, Laura terus menatap ke bawah dengan terus memaki pelan seolah lantailah objek sasaran kemarahannya. Sebenarnya ia ingin sekali bebas, bisa tidur sendiri dan berguling semaunya, tetapi kenapa harus tidur sama anaknya om tua lagi?Tetapi kalau dilihat dari sisi nurani, Laura juga tidak mungkin tega membiarkan Kenzo tidur sendirian. Lagi pula, ini adalah bagian dari pekerjaannya menjaga Kenzo agar dia selalu baik-baik saja. Ah, memang menyebalkan sekali menjadi orang yang serba salah begini.Seperti biasa, dia terus menyebut kata monyet yang dibalik seolah sedang berzikir. “Tenyom, tenyom, tenyom, tenyom.”“Oh, Ayah sedang perjalanan ke sini?” terdengar suara Ivan sedang menelepon di ruang tengah. “Sudah sampai mana? Hem, iya. Tapi cucu Ayah sudah tidur. Iya, Yah. Iya.”Bersamaan dengan itu, ponsel yang ada di kantong piyama Laura juga berdering. Ternyata dari Yuna. Tak mau obrolannya di dengar, Laura menuju ke depan rumah. Melewati Om tua yang kini baru saja menutup telepo
“Sudah,” ujar Laura setelah selesai. Ivan cepat-cepat memundurkan wajahnya sebelum gadis itu mendapatinya demikian.Laura tersenyum dan menatapnya sekilas. Kemudian memasukkan kembali salep tersebut ke tempatnya. “Kalau gitu saya ke kamar dulu, ya. Mau rebahan.”“Tunggu, ada yang ingin saya tanyakan,” ucap Ivan menahan Laura sebelum gadis itu beranjak berdiri.Laura hanya menaikkan alis, seolah sedang bertanya, ‘Apa?’“Jelaskan, kenapa kamu bisa sampai di sini.”Laura tersenyum. “Karena saya membutuhkan pekerjaan, jadi saya bisa sampai di sini,” jawabnya tak ingin membahas lebih lanjut. “Ya, saya tahu kamu butuh pekerjaan. Tapi pasti kamu punya penyebabnya,” kata Ivan selanjutnya. “Benar kamu sepupunya pacar Fero?”“Iya benar, Pak,” jawab Laura. Mendadak gadis itu merasa getir, “Bapak nggak percaya, ya? Kalau saya ini orang baik-baik. Saya masuk ke sini nggak bermaksud jahat kok. KTP saya juga sama Bapak sekarang, kalau saya ketahuan berbuat jahat, Bapak bisa langsung laporin saya ke
Wijaya menyoroti tajam putranya yang kini sedang kedapatan berduaan dengan gadis yang masih belia.Batinnya bertanya-tanya sekaligus merasa was-wasdan gelisah. Apalagi yang dilakukan Ivan kali ini? Berani sekali dia membawa seorang perempuan tidur di rumahnya.Ya, tidak salah bukan, apa yang dilihatnya sekarang? Buktinya gadis itu sudah memakai piyama, itu artinya dia tinggal di dalam rumah ini.“Tidakkah kamu belajar dari kesalahanmu sebelumnya?” tanya Wijaya dengan nada dingin.“Tolong jangan sangka kami sedang berbuat macam-macam. Kulitku ruam karena tersiram kopi panas,” ujar Ivan berusaha menjelaskan secara lugas ditengah-tengah kepanikannya.Laura yang tadinya diam kini ikut menyahut untuk membela diri, “Percaya sama kami, Om. Kami nggak ngapa-ngapain. Saya yang ceroboh udah bikin Pak Ivan kesiram kopi panas. Makanya dia lepas baju.”Laura mengambil kaus Ivan yang tadi dilepas. Lalu menunjukkan noda kopi yang tercetak di sana agar Wijaya lekas percaya kepadanya, “Ini, Om. Kita n