Share

Bab 4-Cemburu

Sudah menjadi rutinitas setiap jam istirahat anak-anak Nature Squad selalu berkumpul di kantin untuk berbagi cerita selama di kelas atau hanya sekadar untuk menyusun rencana sepulang sekolah.

Sama halnya dengan hari ini, mereka berkumpul untuk membahas rencana selepas pulang sekolah nanti.

"Nanti siang kumpul di rumahku, ok," ucap Dirgantara memulai pembicaraan.

"Bahas apa nih? Jahat banget gak ngajak," kata Samudra yang entah muncul dari mana.

"Ngapain ke sini?" tanya Bintang dengan ketus.

"Ya ampun kalian masih marah?" Tanya pemuda itu seraya menempelkan kedua tangannya di pipi mulusnya serta memasang ekspresi sok terkejut.

"Iya deh, sorry.” Lanjutnya seraya menatap satu persatu sahabatnya lalu menempelkan telapak tangannya, membuat gerakan seperti menyembah.

"Dir," panggil Samudra.

"Apa?" tanya Dirgantara masih bernada ketus.

"Sorry," ucap Samudra dengan tulus.

"hhh, Iya," jawab Dirgantara walaupun masih sedikit kesal.

Lalu ia beralih ke sahabat-sahabatnya yang lain dan melakukan hal yang sama.

"Angka," panggil Samudra.

"Huh! Ok," balas Angkasa tidak ingin memperpanjang masalah.

"Bintang," panggil Samudra kini pada sahabat sekaligus teman sebangkunya.

"Lihat nanti deh," timpal Bintang masih bernada ketus dan dingin.

Bercandaan pemuda itu memang sangat keterlaluan.

Berpura-pura pingsan, membuat semua orang panik. Sehingga Bintang ingin memberinya sedikit pelajaran agar tidak melakukan kesalahan yang sama lagi.

"Bintang." Samudra menempelkan telapak tangannya seraya mengerucutkan bibir, "maaf."

Bintang mendengkus dan sedikit tidak tega melihat Samudra terus memohon padanya. Akhirnya ia mau memaafkannya meski masih sedikit kesal dan terdengar tidak ikhlas.

"Iya. Puas?”

Samudra tersenyum lebar. "Nah, gitu dong."

Kini pemuda itu beralih ke sahabatnya yang galaknya melebihi emak-emak yang tidak mau disalahkan gara-gara membuat jatuh pengendara lain karena naik motor saat memberi sein kiri tapi belok ke kanan.

"Babas," panggilnya dengan suara di imut-imutkan seperti perempuan.

"Aku akan kasih maaf kalau kamu sudahku tonjok," balas pemuda itu sedatar dan dingin seperti biasanya.

Samudra menelan Salivanya. "Ngeri Bos."

Tidak ingin berlama-lama memaksa Baskara, kini Samudra harus meminta maaf kepada orang yang telah ia buat khawatir setengah mati, gadis yang kini hanya menundukkan kepalanya dan tidak berbicara sepatah katapun saat ia datang.

"Rain," panggil Samudra, kini nada suaranya lebih lembut dari sebelumnya.

Bukannya menjawab, gadis itu malah langsung beranjak pergi dari sana sedangkan Samudra hanya diam melihat kepergiannya.

Mungkin pemuda itu masih sedikit syok dengan respon dari sahabat cantiknya itu.

"Ngapain masih di sini? Kejar sana!" perintah Dirgantara.

Samudra mengangguk dan langsung berdiri serta mengejar Rain yang terus melangkahkan kakinya menjauh darinya.

"Rain!" Panggil Samudra seraya memegang tangan gadis itu agar tidak terus berjalan menjauhinya.

"Lepas!" Berontaknya.

Samudra sedikit tertegun kala melihat mata gadis itu berkaca-kaca.

"Apa dia menangis?" pikirnya, tetapi ia mencoba untuk mengabaikannya dan terus membujuknya agar Rain memaafkannya.

Jujur saja diabaikan olehnya membuat Samudra uring-uringan dan tidak memiliki semangat bahkan sekadar menarik bibirnya.

"Ayolah kemarin aku hanya bercanda, masa kamu tidak mau memaafkan sahabat tampanmu ini?"

Lagi-lagi pemuda itu mengerucutkan bibirnya, manik matanya mengisyaratkan bahwa dia benar-benar menyesal dengan perbuatannya tempo hari.

Rain mendongakkan kepalanya untuk menatap ke dalam matanya. Samudra bisa melihat gadis itu benar-benar sedang marah sekarang.

"Kamu bilang bercanda?" tanya Rain dengan nada yang cukup tinggi.

"Kita sudah panik dan kamu bilang cuma bercanda? Otak kamu di mana? Hah!" Gadis itu benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran pemuda itu.

Samudra kembali tertegun, ia tidak menyangka gadis itu akan semarah ini padanya.

"Itu tidak lucu Sam." Suara gadis itu bergetar menahan tangis dan emosi yang sedari tadi ditahannya.

Samudra tidak sanggup melihat air mata itu. Ia langsung menarik Rain ke dalam dekapannya seraya mengusap surai panjang berwarna hitam milik gadis itu.

"Sorry."

Hanya kata itu yang dapat diucapkan Samudra. Dia benar-benar menyesali perbuatan bodohnya.

"Hiks ... kamu jahat!" Racaunya seraya memukul dada pemuda itu dengan cukup kuat.

***

“Sam, kamu lupa rumahku atau gimana?” tanya Rain setengah bercanda. “kok lama.”

Sedangkan yang ditanya hanya menyipitkan matanya dan memperlihatkan barisan gigi putihnya.

"Aku bawa Sarah tidak apa-apa kan?" tanya Samudra.

Di belakangnya sudah berdiri seorang gadis yang seusia mereka.

Seperti yang di rencanakan tadi, kini mereka sedang berada di rumah Dirgantara dan Rain.

"Dia siapa?" Tanya Rain menunjuk Sarah dengan dagunya.

Dirgantara menyenggol siku adiknya. "Yang sopan sama tamu."

Gadis itu sama sekali tidak mengindahkan teguran kakaknya. Hatinya tiba-tiba panas melihat Samudra membawa gadis lain.

Entahlah perasaan apa yang sedang ia rasakan saat ini, ia pun tidak tahu.

"Perkenalkan aku Sarah, Sepupunya Sam," ujar gadis itu memperkenalkan diri.

Rain tersenyum. "Rain," jawabnya.

Entah kenapa hatinya langsung merasa lega setelah gadis itu mengenalkan diri sebagai sepupu pemuda itu.

"Sarah, ikut aku yuk!" ajak Rain.

Gadis itu mengangguk seraya mengekor dari belakang.

"Jangan jahilin dia!" teriak Samudra karena jarak mereka yang cukup jauh.

Rain menoleh dan ikut berteriak. "Aku bukan kamu."

Pppttt... HAHA! Kedua pemuda lainnya menyemburkan tawanya sedangkan Samudra hanya bisa mendengkus kesal.

"Main apa nih?" tanya Bintang setelah lelah tertawa.

"Berhubung kalau Basket si Sam pasti akan kabur lagi, gimana kalau kita main kartu?" saran Dirgantara, sang pemilik rumah.

"Tidak boleh! Dosa," sahut Samudra menirukan para Ustadz yang pernah ia tonton bersama ibunya di televisi.

Baik Dirgantara maupun Bintang sama-sama memutar bola matanya malas.

"Ini tidak pakai uang, PEA! Yang kalah hukumannya di jepit pakai jepit jemuran," sergah Dirgantara mengerti arah pikiran satu sahabatnya itu.

"Oh, bilang dong. Kalau itu ayo." Samudra hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

"Si Babas sama si Angka ke mana?" tanya Bintang baru sadar kalau jumlah mereka tidak lengkap.

"Si Angka katanya lagi ada urusan, kalau si Babas aku tidak tahu dia ke mana." Jawab Dirgantara mulai mengocok kartu-kartu yang akan dimainkannya.

"Hobi menghilangnya sedang kumat kali," timpal Samudra.

"Bisa jadi." Kini mereka setuju dengan pendapat pemuda itu. Mengingat memang Baskara sering sekali muncul dan pergi secara tiba-tiba seperti ... hantu.

***

"Kamu sekolah di mana? sepertinya wajah kamu agak familiar," Tanya Rain sekaligus berpendapat seraya memanaskan minyak goreng. Ia berencana membuat bakso goreng untuk camilan kali ini.

"Aku satu sekolah dengan kalian kok, cuma semester kemarin aku ikut pertukaran pelajar ke Singapura," jawabnya sbari memperhatikan cara gadis itu memasak.

"Sepertinya Rain cocok dengannya," pikir Sarah dalam hati.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Sarah setelah bergulum dengan pikirannya.

"Mmm, tidak usah, sebentar lagi juga selesai," kata Rain.

"Kamu berteman sama Angka juga?" tanya gadis itu, membuat Rain menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Tahu Angka juga? Iya kita berteman sudah sekitar satu tahun," jawabnya. Lalu mengambil piring dan membuat saus untuk cocolannya.

"Dia teman sekelas aku," lanjut Sarah dengan santai berbeda dengan respon yang ditunjukkan Rain.

"Berarti kamu kakak kelas aku dong? Aduh sorry Kak." Gadis itu sekarang benar-benar merasa tidak sopan karena bersikap sok akrab pada kakak kelasnya.

"Ih, Jangan panggil Kak! Panggil Sarah saja seperti tadi. Aku tidak gila hormat kok." Sarah berjalan ke arahnya untuk melihat Rain menuangkan saus.

Ia memperhatikan Rain yang sekarang sedang menuangkan susu putih untuk lima orang dan menuangkan segelas susu yang berbeda.

"Kamu sudah kenal Sam lama?" tanya Sarah lagi. Sepertinya gadis itu sangat tertarik untuk membahas sepupu tampannya itu.

"Dua tahun." Jawab Rain seraya menuangkan segelas susu kedelai.

"Mmm, pantas saja." Balas Sarah seraya menyilangkan tangannya di dada serta memperhatikan Rain yang sedang fokus dengan pekerjaannya, "sabar-sabar ya sama sifat jahilnya."

"Sudah kebal," timpal Rain.

Kemudian mereka saling tertawa.

Pemuda itu memang selalu menjadi topik yang sangat menyenangkan untuk dibahas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status