Share

Bab 9-Sejarah

"Selamat siang anak-anak," sapa Bu Mita, guru Seni Budaya.

"Siang, Bu," jawab mereka serempak.

"Baik, materi kali ini tentang seni peran. Hari ini Ibu akan membagi kelompok, satu kelompok terdiri dari dua sampai tiga orang--"

"Kelompoknya bebas atau ditentukan sama Ibu?" potong salah satu siswa di kelas XI IPA 1.

Bu Mita mendengkus seraya menatap siswa yang memotong ucapannya itu, kesal karena sudah memotong perkataannya saat beliau masih menjelaskan.

"Makanya jika Ibu sedang bicara jangan dulu disela. Untuk anggotanya Ibu yang akan menentukan. Di kotak ini sudah ada nomor kelompok, silakan kalian pilih dan bagi siapapun yang nomornya di panggil harap ke depan," jelas Bu Mita kembali serius.

"Semoga aku bisa satu kelompok dengan Bintang," harap beberapa siswa di sana.

Sementara para siswinya berharap bisa satu kelompok dengan Samudra, siswa yang dijuluki sebagai most wanted sekolah.

"Semoga sama bebeb Sam." Harap siswi-siswi itu disertai dengan gerakan-gerakan centilnya

"Huh!" Mereka disoraki oleh semua siswa yang ada di kelas itu.

"Sudah! Sudah! Mari kita mulai," lerai Bu Mita, setelah itu murid-muridnya mulai maju ke depan untuk mengambil nomor undian.

"Tiga," panggil Bu Mita secara acak.

Sudah banyak yang maju, mereka yang belum terpanggil merasa senang sekaligus deg-degan. Bukan karena apa, tetapi karena dua orang yang mereka harapkan belum juga terpanggil.

"Delapan," panggil Bu Mita lagi.

Bintang berdiri kemudian maju untuk menunjukan nomor yang ia pegang. Namun, tidak ada yang menyusul, semuanya terheran-heran.

"Kok sendirian?" heran mereka semua karena tidak ada lagi yang maju selain pemuda terpintar di kelas mereka itu.

"Nomor delapan," panggil Bu Mita untuk kedua kalinya.

Mereka tersentak ketika melihat siapa yang berdiri dari kursinya. Mereka semua mulai bertanya-tanya siapakah orang beruntung yang akan masuk ke kelompok dua pemuda terkenal itu.

Sudah tampan-tampan otaknya juga cerdas. Itulah isi kepala para siswa-siswi di sana terhadap Bintang dan juga Samudra.

Bu Mita kembali memanggil nomor selanjutnya sampai semuanya kebagian kelompok.

"Bu, mereka kok cuma berdua?" protes salah satu siswi.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Bu Mita dengan tatapan tajamnya.

"Ya tidak sih Bu, tapi--"

"Baiklah, jika tidak ada yang mau ditanyakan lagi pembelajaran kali ini Ibu cukupkan, terima--"

"Iya, kenapa Bintang?" tanya Bu Mita ketika melihat salah satu siswanya mengacungkan tangan.

"Saya mau bertukar kelompok Bu," tutur Bintang tanpa menoleh kiri-kanan.

"Loh kenapa? bukankah kalian berteman baik? Jadi tidak akan menjadi sebuah masalah bukan?" tanya Bu Mita merasa sedikit aneh.

Pemuda itu terdiam, bingung harus memberi alibi apa. Sementara teman-temannya mulai berbisik-bisik tentang hubungan dua siswa tampan itu.

Ya, sudah pasti mereka sedang ada masalah sehingga tidak ingin satu kelompok.

"Sudah, pokoknya kelompok tadi tidak dapat diubah lagi. Ibu tidak peduli kalian sedang ada masalah apa, yang jelas jangan membawa masalah pribadi kalian ke sekolah," ingat Bu Mita kepada Bintang dan Samudra.

***

Selama perjalanan ke perpustakaan, baik Sarah maupun Angkasa tidak berbicara sepatah katapun. Mereka seperti orang asing yang hanya melaksanakan perintah dari guru untuk membawa buku paket.

"Semuanya tiga puluh buku, ya," ujar penjaga perpustakaan.

"Silakan tanda tangan dulu." Lanjutnya menyodorkan sebuah buku besar yang di dalamnya terdapat banyak tanda tangan dari siswa-siswi maupun guru yang meminjam buku.

Angkasa yang menandatanganinya kemudian mengambil setengah dari buku paket yang mereka pinjam.

Sedari tadi, Sarah masih sibuk menata buku yang akan ia bawa. Maklum, untuk seorang perempuan membawa buku sebanyak itu cukup merepotkan dan membutuhkan tenaga.

Angkasa kembali dan tanpa basa basi dia membawa kembali lima buku paket bagian Sarah lalu segera pergi dari sana meninggalkan gadis itu yang masih terkejut dengan sikap manisnya.

Senyum gadis itu merekah. "Dia lucu jika sedang marah seperti ini."

Mereka berjalan beriringan, Angkasa yang berada di depan membawa dua puluh paket buku dan sisanya dibawa oleh Sarah.

***

"Terima kasih Angka, Sarah," kata Bu Rere, guru Sejarah.

"Oh iya, Angka, Ibu dengar Babas masuk rumah sakit. Apa itu benar?" tanyanya. Angkasa hanya menganggukan kepalanya membenarkan.

"Dia sakit apa?" tanya Bu Rere lagi.

"Hanya sakit biasa saja, Bu," jawab Angkasa dengan sopan.

"Ya sudah, kalian silakan kembali ke tempat duduk masing-masing." Perintah Bu Rere lalu mulai mengabsen para siswa-siswinya.

"Baik, sekarang Ibu akan menjelaskan materi tentang berdirinya bangsa Indonesia," tuturnya.

“Negara Nusantara kita ini merupakan sebuah negara kepulauan dengan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa banyaknya. Indonesia terletak di antara tanah besar Asia Tenggara dan Australia dan diantara Samudera Hindia dan Samudra Pasifik. Ada beberapa era sebelum Indonesia merdeka seperti sekarang, yang pertama adalah era pra kolonial atau biasa disebut sebagai era sebelum penjajah datang. Pada era ini banyak sekali kerajaan. Sebut saja kerajaan Hindu Budha, kerajaan Islam dan kerajaan-kerajaan lainnya. Kedua adalah era penjajahan kolonial. Karena Indonesia telah dikenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah yang bermula dari Malaka, bangsa Eropa mulai berbondong-bondong datang ke Indonesia yang saat itu masih bernama Nusantara untuk mengambil rempah-rempahnya. Sebut saja negara Portugis, Belanda, dan Jepang yang merupakan negara Asia ….”

Bu Rere mulai menjelaskan awal mula berdirinya Bangsa Indonesia. Mulai dari jaman kerajaan, lalu dijajah oleh Belanda dan Jepang, berdirinya VOC, sampai Indonesia bisa merdeka.

“PPKI atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia melantik Soekarno sebagai presiden pada tanggal 18 Agustus 1945 dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden dengan menggunakan konstitusi yang telah dirancang. Kemudian tata letak dibentuk berupa KNIP atau Komite Nasional Indonesia Pusat hingga pemilu dapat dilaksanakan. Pada tanggal 31 Agustus, pemerintahan baru dideklarasikan dan menghendaki Republik Indonesia terdiri dari 8 provinsi yaitu, Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Sejak saat itu Indonesia telah merdeka dan terus berkembang negaranya hingga sekarang menjadi tanah air bangsa dan negara.” pungkas Bu Rere menjelaskan materinya yang telah ia baca dari buku juga internet. 

"Jadi itulah Sejarah Berdirinya Bangsa Indonesia. Sejak saat itu, Indonesia telah merdeka serta terus berkembang negaranya hingga sekarang menjadi tanah air bangsa dan negara," pungkasnya.

Mereka sudah mendengar ini beratus-ratus kali. Materi ini selalu dijelaskan saat mereka duduk dibangku sekolah dasar. Nmaun, anehnya mereka tidak pernah hafal.

"Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Bu Rere setelah berbicara panjang lebar.

Angkasa mengacungkan tangan. "Bu, kenapa kita harus mengetahui sejarah? Menurut saya itu hanya akan mengingat masa-masa penderitaan pada jaman itu."

Bu Rere mengangguk-anggukkan kepalanya mendengarkan pertanyaan dari salah satu siswanya yang cukup menarik untuk dibahas.

"Baik, sebelum Ibu yang menjawab barangkali ada yang mau memberikan tanggapannya?" tanya Bu Rere lagi.

Kini giliran Sarah yang mengacungkan tangan. "Izin memberi pendapat, menurut saya karena sejarah itu sangatlah penting. Kita tidak akan bisa berdiri di titik ini tanpa adanya sejarah. Mungkin yang dikatakan Angka memang benar, bahwa dengan mempelajari sejarah kita akan selalu diingatkan pada cerita kelam bangsa ini yang menyakitkan hati siapaupn yang mendengarnya. Namun, dengan tahu sejarah, kita akan lebih mencintai, menjaga dan membela negeri ini, bukan? Karena para pahlawan berjuang mati-matiin hanya untuk memerdekakan negeri tercinta ini. Maka dari itu kenapa pentingnya kita sebagai generasi muda mengetahui akan sejarah. Jika bukan kita lantas siapa yang akan menjagi negeri ini sedangkan para pahlawan telah lama gugur?"

Bu Rere tersenyum bangga akan tanggapan siswinya itu. Dia memang tidak salah mengikut sertakan gadis itu untuk pertukaran pelajaran tahun lalu.

"Ya, benar kata Sarah, kalian sebagai generasi muda harus dapat mencintai, menjaga dan melindungi negeri tercinta ini. Karena jika penerus bangsanya saja tidak tahu akan sejarah negeri sendiri bagaimana mereka akan mencintai negerinya? Terima kasih Sarah atas tanggapannya."

"Baik, jika tidak ada yang mau ditanyakan lagi pelajaran hari ini Ibu cukupkan," ucap Bu Rere mengakhiri pembelajaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status