"Write your name," ucap Nayla yang membuat kaget Erick. Cowok berambut brekele itu kepergok Nayla memasukan bunga ke laci meja Beca.
"Anjir!" Erick terkejut buru-buru menyembunyikan setangkai bunga mawar ke belakang badannya, tapi sudah terlambat karna Nayla sudah melihat.
Pagi itu belum ramai yang dateng ke sekolah. Di kelas yang terlihat hanya Erick dan Nayla. Cewek itu melangkah ke kursinya sambil melihat Erick yang sudah salah tingkah.
"Gimana dia bisa tau kalau lo nggak nulis nama lo, Rick. Lo pengen terus jadi misterius?"
"Ini bunga terakhir. Gue tau dia udah punya cowok. Karna lo udah liat, nggak jadi gue kasih." Erick keluar dari kelas. Nayla yang tidak enak hati mengikuti Erick.
"Kenapa gitu Rick?" tanya Nayla bingung, bukannya lebih baik dia tahu p
Teng! Teng! Murid SMA Budi Mulia berhamburan di koridor sekolah dan parkiran. Beberapa diantara mereka masih ada yang di sekolah karena jadwal ekskul. Anak PA mempersiapkan untuk besok pagi berangkat naik gunung. Terlihat Reno sedang memberikan kordinator untuk tiap kelompok. Ada yang pergi ke sekolah lain untuk meminjam tenda. Bagian perempuan menyiapkan alat dapur yang dibutuhkan untuk memasak di gunung. Nayla duduk dengan malas tidak mau membantu. Kenapa Raka sekejam itu. Dia tidak boleh ikut tanpa alasan. Kalau alasan pribadi mana bisa disebut alasan. "Lo buat cara lo. Gue buat cara gue," gumam Nayla seorang diri. Dia mengambil tasnya hendak meninggalkan basecamp. * Nayla *
Nayla dan Beca diam-diam mengambil motor matic di bagasi rumah. Nayla menggendong tasnya. Beca sudah berganti baju, memakai kaus oblong dan celana training milik Nayla. Padahal dia sudah berdandan dan memakai dress casual untuk pergi dengan Bagas. "Lo liatin Maps, perhatiin bener-bener. Awas salah, bisa nyasar kalau lo salah ngasih petunjuk." Nayla memperingatkan. Dia membawa motor dengan kecepatan 30/km. "La, 50 meter lagi belok kanan." teriak Beca di jalan raya. Nayla mengikuti arahan Beca. Nayla lupa kalau dia itu punya penyakit buta arah. Kanan bisa ke kiri. Kiri bisa ke kanan."Habis lampu merah ini, belok kiri," ucap Beca sambil melihat Maps di handphone. "Okay." Nayla menahan keseimbangan motor dengan kakinya. Sebenarnya
Para alumni menatap langit dengan wajah muram. Mereka batal mendaki gunung, Kang Deni menyayangkan prediksi cuacahnya terpeleset. Mereka akhirnya menyewa vila di dekat daerah itu. Hari semakin gelap. Raka duduk menikmati kopi hangatnya, wajahnya sedikit kesal. Di sampingnya Doni sedang asyik memfoto Tina, tanpa sepengetahuan gadis itu. "Lo bisa dilaporin polisi ambil foto tanpa izin tau," ujar Erga menatap Doni yang sok tidak perduli. "Kemarin gue liat dia like foto Instagram Tina, dari bawah sampe atas. Dilike semua." Mike berdecak. Erga tertawa sinis mendengar itu. "Banci banget lo! Samperin gih kalau suka." Kata Erga. "Dia suka sama lo Raka, gue mah tau diri aja," balas Doni menyimpan ponselnya. "Kira-kira Nayla lagi apa ya?" ucap Doni melirik Raka. Raka mengerutkan da
"Masi kuat?" tanya Reno melihat Nayla seperti kelelahan berjalan. "Kuat kok," jawab Nayla, ada perasaannya yang berkecamuk. Sampai di vila Nayla mendapatkan pandangan sinis dari Ellena dan anggota wanita yang lain. Tina juga tidak seberapa suka melihat kedatangan Nayla. Hanya Rangga yang masih mensyukuri kedatangan mereka dengan selamat. "Jadi cewek murahan banget sih? Ngapain lo nyamperin cowok, gatel lo? Sini biar gue garuk sekalian dengan muka lo." Kalau bukan sedang di hutan, mungkin ucapan Ellena lebih parah lagi. Abel menarik tangan Ellena untuk tidak menyentuh Nayla yang mematung di depan mereka. Cewek itu terlihat kelelahan membuat Abel kasihan. "Mendingan kita ke api unggun, anak-anak udah pada nungguin," ajak Abel. "Tugas
Sudah beberapa waktu yang lalu saat Raka mengambil ciuman pertama Nayla. Rasanya baru kemarin, mengingatnya saja pipi Nayla merona. Cewek itu menatap kepala sekolah dengan mata kosong. Suara pidato kepala sekolah yang bertele-tele itu terdengar seperti alunan musik di telinga Nayla. "Saya himbau semua murid pastikan mengikuti peraturan sekolah dengan sebaik-baiknya." Pak Bakri menatap seluruh siswa di depannya dengan semangat. Namun, kebanyakan siswa melotot tapi arwah sudah pergi entah kemana. "La..." panggil Beca di sampingnya dengan nada pelan. Berulang kali Beca memanggil, gadis itu tetap mengawang-awang, Beca mencubit tangan Nayla. "Auhh! Sakit Becak!" maki Nayla, pelan dan tajam. Cubitan pedas Beca membuyarkan lamunannya. "Dari tadi gue panggil nggak denger. Melamun lo ya? Sepatu lo bego! N
Setelah upacara selesai Nayla langsung menghadap Bu Maya di ruang guru. Tampak beberapa guru sedang berbincang dengan tamu mereka. Matanya tertuju pada sepasang suami istri yang berpakaian formal dan elegan itu. Wanita paruh baya itu tersenyum padanya saat mata mereka bertemu, sangat anggun dan laki-laki paru baya itu juga terlihat berwibawa. Nayla menunduk saat wanita itu melihat sepatunya. Dengan malu-malu Nayla berjalan ke arah Bu Maya. "Kamu lagi, kamu lagi! Saya sampai hapal. Hari ini kamu saya biarkan, karena sekarang ada tamu. Sana kembali ke kelas. Ini terakhir peringatan dari saya buat kamu." Peringatan keras dari Bu Maya. "Makasih Bu. Permisi." Nayla menunduk dengan lemas. 'Kamu lagi, kamu lagi' serasa dirinya si biang onar. Nayla mengumpat dalam hati. Untung ada tamu
Bagas masuk ke dalam kamar Nayla setelah mengetuk pintu berulang kali baru adiknya itu bersuara. Ternyata Nayla sibuk mengobrak-abrik seisi lemari mencari dress yang cocok untuk dipakai. "Kata Beca lo mau ke party ya?" tanya Bagas yang tidak direspon adiknya, "Udah bilang Mama sama Papa belum lo? Gue anterin ya, sekalian mau jalan sama Beca." Nayla menarik nafas melihat Bagas, "Beca lo jadiin spy ya? Selalu aja lo tau urusan gue." Bagas tertawa mendengar ucapan Nayla. "Gak usah ka Bagas. Gue nggak mau ganggu acara kalian," sahut Nayla yang masih memilih dress. Tadinya Nayla juga mengajak Beca, tapi karena udah janjian sama Bagas. Beca menolak, dengan dramanya. "Lo pergi sendiri?" Bagas masih belum puas. "Nggak. Rangga yang jemput." "Yakin pergi sama Ran
Suara music dan lampu yang berkedip-kedip membuat club itu semakin gemerlap, salah satu yang mencerminkan dunia malam, hiruk-pikuk dunia malam semakin menjadi saat DJ dan alkohol sudah menyatu."La! Pokoknya lo jangan macem-macem di sini, soalnya gue yang disuruh tanggungjawab sama bonyok lo," ucap Rangga memperingati Nayla sambil masuk."Iya bawel!"Mata Nayla membesar, kepala reflek mengikuti alunan music. Nayla dan Rangga masuk diantara kerumunan manusia yang lagi asyik bergoyang. Ini pertama kali Nayla melihat suasana seperti ini. Tiba-tiba matanya tertuju pada DJ cantik yang sedang bermain di atas panggung. Semakin dilihat semakin Nayla merasa mengenali wajah itu."LA! DJ-NYA TINA? ITU TINA KAN?" ujar Rangga yang duluan sadar kalau DJ itu Tina. Nayla tertegun, selama ini ternyata banyak yang tidak diketahui Nayla. Sebagai sahabat Tina. Sangat mengejutkan Tina benar-benar lincah. Nayla bangga punya tem