Share

Bab 6

               

Seminggu kemudian

Nayla sibuk mempersiapkan keberangkatannya naik gunung. Jam sudah menunjukkan pukul 7.30 Tepat seminggu yang lalu ayahnya dengan berat hati mendatangani surat izin Nayla untuk berangkat ke Gunung.

"Jangan lupa bawa jaket yang tebal. Selimut di bawa aja, semua makanan yang di kulkas biar di bawa Nayla juga, dia pasti kecapean, tenaganya habis. Butuh makanan yang banyak," kata Rahmat memperhatikan istrinya menyusun barang Nayla ke rancel.

"Bawa susu ya La, buat jaga stamina kamu di sana," ibunya memasukan minuman ke rancel Nayla. Tadinya ayahnya menyarankan membawa koper, karena tatapan tajam istrinya niatnya itu diurungkan.

"Mau bawa apel, Jeruk apa pisang?" Rahmat menawarkan."Bawa semua aja ya, biar nggak kelaparan di sana."

"Naylaa bukan mau berangkat perang, jangan banyak-banyak diisi tasnya, nanti Nayla diketawain." Nayla merengut menatap tasnya.

"Iya iya." Rahmat menghela nafas.

"Mama udah siapin bontot kamu sama beras dan mie instan pesanan kamu. Taruh di mana ya?" Tas berwarna merah itu sudah terlihat padat dan susah di kancing.

"Ma...Kebanyakan ini. Kurangin ya." Nayla mengeluh melihat tasnya yang masih ingin disumpel.

"Tapikan semua penting." Rahmat menegaskan.

"Nayla mau naik gunung. Mana bisa Nayla gendong tas sepenuh ini. Yang ada encok duluan sebelum sampai ke atas."

"Papa telpon Sekolah. Minta tolong apa ada yang bisa bawain barang kamu di sana." Rahmat merogoh kantongnya mengambil ponsel. Membuat kedua wanita di depannya terbelalak.

"Paaa... nggak bisa gitulahhh." Nayla merengek, apa kata temannya nanti?

"Atau kakak kamu Bagas ikut ya, bisa kan?" Rahmat belum rela anaknya pergi jauh.

"Laahh, kok Bagas ikutan?" Bagas bangkit dari tengkurapnya. Niat bantuin malah berbaring di tempat tidur.

Celana boxer, kaos gombrang dan rambut yang acak-acakan membuat dia terlihat seperti cowok kebanyakan yang pemalas. Dan memang pemalas.

"Pa..  ini sekolah Nayla Bagas mana bisa ikut. Terlalu khawatir namanya. Sudah-sudah biarin Nayla yang mandiri sendiri." Ibu Nayla berkata. Rahmat pasrah.

"Biar Bagas nanti yang anter ke Sekolah aja. Buruan kamu mandi, nanti adikmu terlambat!"

             * Nayla *

Diperjalanan hingga sampai di Sekolah tak henti-hentinya Bagas ceramah dan menyuruh Nayla mengurungkan niatnya.

"Ngapain sih ikut-ikutan ginian. Bagusan cancel aja," oceh Bagas sambil memarkirkan mobil.

"Cancel! Enak aja, ini masalah harga diri ka Bagas!"

"Slowww dong, esmosi gini. Awas ya kalau nanti ngeluh-ngeluh sakit sama nyokap bokap."

"Bawel banget sih dari tadi." Nayla keluar dari mobil.

"Laaa...Dari tadi gue carin baru muncul, cepatan kita mesti absen," teriak Beca yang tiba-tiba datang entah dari mana.

" Nih, tas lo." Bagas mengeluarkan tas Nayla lalu memberikan padanya. Untung saja sudah dikurangin isinya jadi terasa ringan saat Nayla menggendongnya.

Seketika itu juga Beca terpesona dengan Bagas. Matanya tidak berkedip sedetikpun. Yang dilihat Beca Bagas yang ini bukan yang baru bangun tidur mungkin tidak seliar itu mata Beca.

"Kenalin dong, La." Beca menyikut lengan Nayla.

"Sama siapa, Abang gue?" tanya Nayla melihat Bagas, "Abang gue namanya Bagas."

"Beca, tapi kalau mau mau manggil C-nya diganti K ya, ntar di sangka becak lagi. Kawan terdekat Nayla, satu bangku juga, " tanpa aba-aba Beca mengulurkan tangannya di depan Bagas dengan senyum manis.

"Bagas."

Bagas termasuk cowok playboy yang gampang banget tersenyum dengan banyak wanita. Dia membalas uluran tangan Beca.

Lol, Beca malah terperdaya oleh senyum Bagas. Gadis itu memainkan ujung rambutnya dengan mata yang masih memandangi Bagas penuh kekaguman.

"Udah cepetan yuk, katanya buru-buru." Nayla melepaskan tangan Beca yang menempel di tangan Bagas.

"Ya udah gue balik. Hati-hati di sana," kata Bagas, tangannya mengacak-acak rambut Nayla.

"Rambut gue!!"

"Ka Bagas, rambut aku nggak diacakiin sekalian." Beca menyodorkan dirinya. Nayla menghembuskan nafas lalu menarik tangan Beca menjauh dari Bagas.

***

"Sini-sini yang belum absen," teriak salah seorang alumni memanggil anggotanya. Terlihat beberapa orang menghampirinya.

Setelah absen semua anak PA menaiki Truk bekas angkut pasir yang sudah menunggu. Ada 3 truk yang akan dipakai.

"Seriusan kita naik ini?" Rangga dan Nayla saling melotot di depan truk besar itu. Untungnya Nayla memakai celana training dan kaus longgar supaya mudah bergerak. Dan Rangga memilih celana pendek sedengkul dengan kaus yang pas badan.

"Iya. Namanya juga pecinta alam. Masa iya naik BMW. Gue naik truk yang di depan ya. Soalnya masih mau cek barang-barang." Kata Tina. Dia sekertaris sudah tugasnya ikut mengecek barang yang akan dibawa.

Beca yang sudah naik truk mengulurkan tangannya membantu Rangga yang kesusahan naik ke truk. Apalah daya Rangga bukan seperti cowok kebanyakan yang langsung loncat, tak kuat dengan beban badan Rangga, Beca menarik nafas berkali-kali mencoba sekuatnya menarik tangan Rangga. Tiba-tiba Abel dari samping Beca bantuin menarik tangan Rangga, dan tanpa sengaja malah kelebihan dosis hingga Rangga jatuh ke atas Abel, untungnya Beca menghindar dengan cepat. sontak saja Abel langsung menendang Rangga ke samping dinding mobil lalu pergi.

"Gila! Sakit banget, Itu cowok kelebihan tenaga kali ya, dikira bukan manusia main tendang," protes Rangga mengelus kepalanya yang kehantam dinding mobil.

"Lo nggak papa?" Beca membantu memegang tangan Rangga. "Dia itu cewek bego! Lo sih, pake acara nimpah dia."

"Serius cewek? Pantesan dadanya datar aja gitu. Mana gue tahu dia cewek!"

"Mata Lo picek." Beca mengusap wajah Rangga kasar.

Nayla yang diacuhkan Beca dan Rangga mencoba naik ke truk sendiri. Tiba-tiba melihat uluran tangan ternyata Reno yang menariknya.

"Makasih." Nayla masih terpesona melihat Reno, kini pandangan mereka semakin dekat. Cowok berprestasi, anak basket, ketua OSIS bahkan sekarang pecinta alam juga dia ikuti. Ramah dan ganteng lagi. Nayla semakin mengagumi. Reno tersenyum lalu  turun dari truk untuk mengecek persiapan yang lain.

Akhirnya truk berangkat juga, setelah semua masuk ke dalam seperti masuk kedalam pengungsian walaupun berdesakan tampak mereka sangat gembira sambil membawa bendera merah putih juga bendera pecinta alam mereka.

Sambil bersenandung ria.

Tiga truk itu dikawal dengan 5 motor yang tidak lain adalah Raka dan kawan-kawannya. Para siswi keriangan melihat alumni mereka ikut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status