Share

Bab 7 Gosip dan Jebakan

Fiolina kini merasa sangat lelah. Dia tidak pernah mengerjakan begitu banyak pekerjaan rumah tangga seperti hari ini sebelumnya.

Namun, ada sedikit kebanggan dalam diri karena dia sudah menyelesaikan tugas mencuci dan menyetrika. Dia bahkan sudah membersihkan sebagian besar lantai bawah.

Sayangnya, masih ada dua lantai lagi yang harus dibersihkan. Fio menghela nafas lelah. Dia hanya ingin beristirahat sejenak.

Tapi, baru saja dia ingin duduk, Fiolina mendapati dua orang pelayan sedang menggosipkan dirinya di belakangnya.

"Si pelayan baru yang tugasnya se-abrek itu, gayanya kayak artis banget. Cantik, tapi kok jadi pelayan, ya?" ujar salah satu pelayan.

"Eh? Kamu gak tahu? Dia itu kan istri Pak Julio. Anak kandung Pak Ferdinan yang baru datang itu."

"Hah? Istri Pak Julio? Kok jadi pelayan gimana ceritanya?"

"Ck! Kamu emang suka ketinggalan gosip. Dia itu jual diri ke Pak Julio. Ya, kayaknya Pak Julio gak cinta. Keluarga sini juga gak ada yang suka sama dia makanya dia dijadikan pelayan."

"Oh... gitu. Kasihan banget ya."

"Halah ngapain kasihan? Salahnya sendiri jual diri, kan? Perempuan murahan emang cocoknya dijadiin babu hihihi."

Telinga Fiolina menjadi merah mendengar komentar itu. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak terlibat dalam pembicaraan.

Menanhan tangis, Fiolina menghampiri pelayan yang merendahkan dirinya. Segera, perempuan itu menegurnya. "Kalau kamu gak tahu apa-apa, sebaiknya jangan komentar terlalu jauh."

Bukannya menyesal, pelayan itu justru menampakkan wajah menghina. "Bukannya emang bener? Kamu jual diri ke Pak Julio, kan? Kamu pikir dengan menikahi Pak Julio kamu bisa jadi bagian dari Keluarga Young? Cih! Apesnya ternyata cuma dijadiin babu."

"Kamu sepertinya menikmati bisa menghina saya. Kita gak ada urusan, jadi sebaiknya kamu berhenti merendahkan saya. Atau, saya akan bertindak tegas sama kamu."

"Hahaha! Emangnya kamu mau ngapain hah?" Pelayan itu tertawa sambil mendorong bahu kanan Fiolina.

"Jawab! Kamu mau ngapain emangnya?" Sekali lagi, dia mendorong bahu kiri Fiolina.

"Jangan diem aja!" teriaknya sambil mengangkat tangan hendak menampar Fiolina.

Fiolina mampu membaca gerakan itu. Sontak, tangan kananya mampu menahan serangan dari si pelayan.

"Tolong jangan main kekerasan. Kamu pikir saya gak akan berani melawan kamu?" Fiolina tidak bersikap gentar sedikit pun.

Di luar dugaan, bukannya berhenti, si pelayan menjadi lebih agresif.

Dia menjambak rambut Fiolina. Sedangkan Fiolina, tak ada pilihan lain selain mendorong si pelayan dan juga menjambaknya sebagai serangan balik.

"Heh kalian berdua, stop!" Nirmala muncul di tengah keributan mereka, melerai keduanya.

"Kalian bukannya kerja malah ribut di sini?!"

"Maaf Bu Nirmala," ucap si pelayan.

Nirmala beralih memandang Fiolina. Fiolina tak merasa menyesal. Maka dari itu, dia berkata, "Saya cuma membela diri. Dia yang menghina dan menyerang saya lebih dulu."

"Saya cuma mengatakan yang sebenarnya. Kamu yang mengancam saya lebih du--"

"Cukup! Dina, kamu kembali bekerja! Fiolina, kamu ikut saya!"

Fiolina bergegas mengikuti Nirmala dari belakang.

Setelah memastikan bahwa mereka hanya berdua saja, Nirmala kemudian berkata, "Lebih baik kamu fokus bekerja dan jangan lakukan kesalahan apapun. Di sini banyak yang berbahaya buat kamu, jangan habiskan tenaga untuk mengurusi pelayan laon yang bergosip tentang kamu."

Fiolina terdiam. Dia merasa ucapan Nirmala cukup masuk akal.

"Ini bawalah!" Nirmala kemudian menyerahkan sebuah benda bulat kecil dengan tombol di tengahnya.

"Apa ini?" tanya Fiolina.

"Ini tombol panik. Tekan tombolnya kalau kamu butuh pertolongan darurat."

"Apa saya akan memerlukan ini?"

"Simpan saja. Dan bawa kemana-mana. Siapa tahu kamu perlu. Sekarang sana kembali bekerja!"

Fiolina sontak memandang Nirmala dengan penuh rasa terima kasih. "Baik. Terima kasih."

Fiolina kemudian hendak pergi, namun Nirmala menahannya.

Wanita itu mendekatkan bibirnya ke telinga Fiolina dan berbisik. "Rossi memang jahil dan menyebalkan. Tapi, kau harus berhati-hati pada Glins."

Sontak, Fiolina membolakan matanya. Namun, belum sempat bertanya, Nirmala justru pergi meninggalkan Fiolina.

*****

Sedikit lagi matahari akan tenggelam. Waktu berlalu cepat saat Fiolina bekerja. Hanya saja, di lantai tiga, masih ada beberapa ruangan yang belum Fiolina bersihkan, termasuk ruang perpustakaan pribadi keluarga Young.

"Fiolina, aku ada kerjaan buat kamu!" Rossi mendadak muncul mengagetkan Fiolina yang sedang fokus menata dan membersihkan rak buku.

"Ada apa?"

"Bakar beberapa barang yang udah gak berguna di gudang," perintah Rossi dengan bossy.

"Gudang yang mana?"

"Ayo sini aku tunjukin!"

Fiolina meragu. Dia belum selesai dengan pekerjaannya di perpustakaan. "Sekarang? Tapi, aku masih harus bersihin ruangan ini dulu."

"Ih... ini gak terlalu penting. Barang-barang itu harus disingkirkan segera sebelum Oma marah-marah. Sini buruan!" Rossi menarik lengan Fiolina dengan tidak sabar.

Bahkan, Fiolina sampai terseret, hingga sampai ke sebuah ruangan yang terlalu bagus untuk sebuah gudang menurut Fiolina.

"Nah, ini dia! Tuh, barang-barang yang di rak sebelah pojok situ ... dibakar semua ya!"

"Ini semua?" Fiolina merasa kurang yakin. "Barang-barang ini kelihatan masih bagus dan terawat, beneran ini mau dibakar? Maksudku, kalau udah gak dipakai, barang ini masih bisa dijual."

"Cih! Mental orang miskin banget sih. Buat apa jualin barang bekas? Uangnya juga gak seberapa, lama lakunya lagi. Buang-buang tenaga! Udah bakar aja gak perlu banyak nanya. Sekarang ya, buruan!"

Fiolina menghela nafas. "Ya udah oke."

Mendengar itu, Rossi tersenyum bahagia melihat Fiolina jatuh dalam jebakannya.

Saat Fiolina mengangkut barang-barang peninggalan Opa ke tempat pembakaran sampah, Rossi diam-diam mengirim pesan kepada Glins. 

[ Berhasil, Kak! Kita akan lihat si Fiolina dimarahin Oma. Mampus dia! ]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status