Butuh tenaga ekstra untuk membawa barang-barang itu ke pembakaran sampah.
Meski ragu, Fiolina memasukkan benda-benda itu ke tong pembakaran sampah. Asap yang mengepul mulai terlihat.
Saat sudah separuh jalan, tiba-tiba terdengar lengkingan suara dari belakang punggungnya.
"AAHH! FIOLINA! APA YANG KAMU LAKUKAN?" Suara Rossi yang panik membuat Fiolina bingung. Bukankah perempuan itu yang menyuruhnya?
"Apa maksudmu? Aku membakar barang-barang ini sesuai deng--""Ada apa Ross?" Oma datang dengan sedikit panik setelah mendengar teriakan Rossi.Selain Oma, ada Papa dan Mama Rossi yang juga tiba dengan sama paniknya--mengira anak mereka dalam bahaya."Itu Oma! Fiolina bakar barang peninggalan Opa.""Apa?" Oma segera menengok ke tong pembakar sampah. Saat dia melihat barang-barang yang sangat dia kenal, dia berteriak dengan histeris.Fiolina dengan sekejap tahu apa yang terjadi. Rupanya, Rossi telah menjebaknya!Sekarang dia telah merusak barang yang berharga bagi Oma. Benda-benda yang dia bakar ternyata ada peninggalan Opa.
Dengan segera, Fiolina mengambil tabung APAR (Alat Pemadam Api Ringan) yang memang sudah tersedia di halaman belakang.Sayangnya, proses pembakaran sudah berlangsung agak lama dan api sudah menghanguskan sebagian besar barang-barang itu."Maaf, Oma. Saya benar-benar gak tahu tadi Rossi bilang ini barang rongsokan dan menyuruh saya untuk membakarnya." Fiolina membela diri."Fitnah! Jangan ngarang kamu, Fiolina! Oma, aku gak pernah lakukan itu. Gak mungkin aku suruh Fiolina untuk bakar barang peninggalan Opa." Rossi berkelit diiringi oleh air mata buaya yang mulai menetes di pipinya.Fiolina memandangnya dengan jijik. Namun, tidak ada yang peduli dengan dirinya sama sekali."Rossi benar. Dia juga menghargai barang peninggalan Opa, gak mungkin dia melakukan apa yang perempuan ini bilang!" Rossa, Mama dari Rossi, ikut berkomentar."Kamu tahu betul siapa yang menfitnah siapa Rossi! Kamu pasti mau Oma semakin benci sama aku kan? Saya bener-bener gak tahu Oma!" Fiolina masih berusaha meyakinkan Oma."Cukup! Diam kalian!" Dengan wajah yang sudah merah karena menahan amarah dan kesedihan sekaligus, Oma berkata dengan suara lantang.Wanita yang sudah berusia senja itu lalu memanggil kedua bodyguardnya. "Kalian berdua, kurung Fiolina di ruang bawah tanah!"Mata Fiolina terbelalak. Dikurung di ruang bawah tanah? Ini bukan salahnya, dan dia harus ditahan di ruang bawah tanah?"Gak Oma! Saya mohon! Saya gak bersalah!"Namun, tidak ada yang peduli. Kedua bodyguard itu mencengkeram lengan Fioljna dengan kuat--membuatnya tak bisa melawan saat di seret pergi.Sementara Rossi amat senang dengan hasil kerjanya.BRAKK!!Suara pintu ditutup dengan keras saat Fiolina sudah dilempar ke dalam ruang bawah.Fiolina menggedor-gedor pintu. Dia berteriak hingga suaranya nyaris menghilang. Namun, semuanya sia-sia. Kini, hanya air mata yang mampu dia teteskan untuk meluapkan emosi dan kesedihannya.Dia merasa bodoh dan malang sekaligus. Bisa-bisanya, dia terperangkap oleh jebakan Rossi. Kini, dia dikurung dalam ruang sempit yang gelap dan dingin.Fiolina hanya mampu duduk di atas lantai yang dingin, menunggu bantuan datang.Dalam keheningan, tiba-tiba Fiolina mendengar suara langkah kaki mendekat. "Siapa itu?" teriaknya."Hai Fiolina, ini aku Rossi, hahaha!"Fiolina kembali tertunduk lemas. Dia kecewa, baru saja dia berharap itu adalah Julio yang ingin membebaskannya. Tapi, justru orang yang menjebaknya."Gimana rasanya di dalam? Seru? Atau seram? Hahaha!" Suara centil Rossi terdengar sangat mengejek."Kamu pasti senang, kan? Sekarang, aku dikurung di dalam sini karena perbuatan kamu. Kalau kamu ke sini cuma buat ngejekin aku, mendingan kamu pergi aja. Suara kamu terlalu sumbang!"Tawa Rossi sontak berhenti.
"Jangan terlalu arogan Fiolina! Kamu tuh udah gak berdaya. Harusnya, kamu memohon ke aku. Dasar bodoh kamu! Gampang banget ketipu."
"Terserah. Aku males ngomong sama kamu lagi.""Ih, kamu kira aku seneng ngomong sama kamu? Oke aku pergi. Bye... selamat bermalam bareng tikus dan kecoa, hihihi."Fiolina menghela nafas. Rasanya sudah berjam-jam dia di sini.Di luar, hari pasti sudah malam. Bukankah harusnya Julio sudah pulang? Kenapa lelaki itu tidak mencarinya?
Ruangan ini begitu dingin.Fiolina terpaksa melengkungkan tubuhnya seperti ulat bulu untuk menahan dingin.
Saat itu, dia mengeluh karena Julio menurunkan suhu AC kamar hotel hingga begitu dingin. Namun, di sini ternyata lebih dingin lagi.Dan parahnya, tidak ada sofa empuk untuknya berbaring. Belum lagi, bau apek dan hewan-hewan kecil merayapi tubuhnya, hingga terasa gatal.
Tubuhnya lelah. Namun, dia tidak bisa tidur. Entah sudah berapa lama dia di sini.Perutnya juga sangat lapar. Dia belum makan dan tidak ada tanda-tanda akan ada orang yang mengantar makanan.
Saking lelahnya, pada akhirnya Fiolina pun pingsan dalam keadaan gelap, dingin, dan lapar.*****
Saat terbangun keesokan harinya, Fiolina tidak tahu apakah hari masih pagi ataukah sudah siang.
Dari kejauhan, terdengar langkah kaki seseorang.Fiolina pun terduduk dan menanti orang di luar sana.
Brak!
Pintu pun terbuka. Seorang laki-laki yang merupakan salah satu dari bodyguard keluarga Young berdiri di ambang pintu.
"Ini, makanlah!" Lelaki itu lalu menyodorkan sebuah mangkuk berisi makanan ke hadapan Fiolina lalu keluar lagi dan mengunci pintu.Ruangan masih sangat gelap. Fiolina berusaha melebarkan pupil matanya untuk melihat makanan yang ada di hadapannya.Perlahan, dia menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.Keningnya mengkerut. Ini adalah bubur dengan sayur. Rasa dan aromanya seperti sayur kemarin yang terlambat dihangatkan, hampir basi.Menahan tangis, Fiolina tak ada pilihan lain selain memakannya. Perutnya sudah sangat lapar.Jam demi jam berlalu dalam keheningan. Setiap ada langkah suara kaki terdengar, dia berharap itu adalah seseorang yang akan mengeluarkannya. Tapi, lagi-lagi harapannya putus.Lagi-lagi, itu adalah bodyguard yang sama mengantarkan makanan untuknya.Fiolina mengangkat sepiring makanan di hadapannya. Semoga kali ini bukan bubur setengah basi lagi. Untungnya, bukan. Ini adalah sebuah roti yang keras. Setidaknya, ini tidak basi dan masih terasa manis.Terus begitu, hingga akhirnya mantan model sejuta prestasi itu kembali tidur meringkuk dengan lelehan air mata di pipi.
"Julio ...."
"Julio!" teriak Ferdinan saat memasuki ruang kerja Julio yang berada di lantai tiga kediaman keluarga Young. Julio menatap ayah kandungnya itu dengan malas. "Ada apa? Ini sudah malam.""Cepat bujuk Oma kamu untuk mengeluarkan Fiolina! Ini sudah hampir dua malam dia terkurung di ruang bawah tanah. Papa sudah berkali - kali bicara dengannya tapi Oma kamu masih bersikap keras." "Papa benar. Sikap Oma memang keras. Gak ada yang bisa bujuk dia. Termasuk, aku." "Berusahalah dulu!""Buat apa aku berusaha? Cuma akan buang-buang waktu.""Buat apa? Fiolina itu istri kamu!" "Lalu?" "Lalu? Istri kamu dikurung di ruang bawah tanah yang kotor, gelap dan dingin. Kamu gak ingin mengeluarkan dia?" Ferdinan sontak memijit kepala pening memikirkan nasib pernikahan putranya ini."Biarin dia dapat pelajarannya. Lagi pula, itu akibat ulahnya sendiri membakar barang peninggalan Opa." "Itu pasti ulah Rossi yang menjebaknya Julio." Ferdinan kembali berusaha membujuk anaknya. Sayang, Julio justru mengge
"Julio?!" tanya Fiolina dalam hatinya. Sekuat tenaga, dia berusaha mencari sosok suaminya lewat netra mata."Rey! Beraninya kamu berbuat sehina ini!" teriak seorang lelaki yang berhasil mendobrak masuk. Fiolina mengenali suara itu. Dia salah. Ternyata, bukan Julio yang datang, melainkan papa mertuanya. Ada sedikit kekecewaan di hati, namun Fiolina menahannya. Setidaknya ... dia bisa diselamatkan dari predator ini.Sementara itu, Rey tampak syok dengan kedatangan Ferdinan secara tiba-tiba. Tubuhnya seketika mematung. Namun, Ferdinan dengan sigap menariknya menjauh dari Fiolina. "O--Om?" gugup Rey. Plak!Ferdinan menampar keponakannya dengan marah. "Keterlaluan kamu!" Dengan gemetar, Fiolina menyaksikan itu semua. Segera, perempuan itu membuka sumpalan mulutnya. Ingin dia berteriak, tetapi tak kuasa.Terlebih, dia melihat Ferdinan dengan membabi buta memukuli keponakannya sendiri. "Tunggu Om! Berhenti! Om salah sangka!" ucap Rey semakin panik.BUKK! Sayangnya, Ferdinan tidak ped
"Iya. Lebih tepatnya, ini penyadap suara dan semua yang berhasil benda ini rekam, tersimpan dalam memori hape ini," terang Ferdinan sambil melambaikan ponselnya. Ferdinan lalu mengotak - atik ponselnya, "Nah ini dia folder penyimpanannya. Penyadapnya aktif mulai sore dua hari lalu. Sepertinya ini diaktifkan saat Nirmala menyerahkannya ke Fiolina. Ayo kita percepat sampai ke rekaman beberapa menit yang lalu." "Tunggu Pa," seru Fiolina. "Bisakah rekamannya diputar mulai dua hari mulai pukul 5 sore?" "Tentu," jawab Ferdinan. Fiolina tersenyum miring dan melirik ke arah Rossi. Rossi menyadari apa maksud Fiolina. Dengan panik, Rossi bertindak cepat dengan merebut ponsel Ferdinan. "Hei! Rossi!" teriak Ferdinan. Ponsel itupun berhasil terlepas dari tangan Ferdinan. Rossi segera berlari hendak membawa pergi ponsel itu pergi. Ferdinan mengejarnya. Sadar bahwa kemampuan larinya tak akan mengalahkan Ferdinan, tanp
"Kamu pasti menderita di dalam sini. Kamu ingin keluar?" Bunyi suara Rey terdengar dari dalam rekaman.Julio memicingkan matanya. "Iya, pasti. Kamu mau bantu aku?" Jawab FiolinaTerdengar suara Rey tertawa kecil. "Kenalin, namaku Rey. Aku kakak kandung Rossi. Maaf ya adikku agak jahil. Aku bisa bantu kamu buat keluar dari sini." "Beneran? Makasih banyak ya.""Tapi ada syaratnya." "Syarat? Apa?" "Puasin aku dulu sekarang. Setelah itu aku akan langsung bawa kamu keluar dari sini." Kali ini bukan hanya Oma yang mengepalkan tangannya, namun juga Ferdinan. Wajahnya memerah mendengar percakapan yang terjadi antara Rey dan Fiolina. Sedangkan Julio masih memperlihatkan wajah datar dan dinginnya. "Tolong, jangan apa - apain aku. Aku gak punya sugar daddy. Dan aku masih perawan, please!" Fiolina terdengar memohon."Masih perawan? Bullshit banget sih! Udahlah gak usah sok polos.
Ferdinan berhasil mengeluarkan Fiolina dari rumah keluarga Young. "Nah, ini rumah Papa. Ayo masuk," Ferdinan berjalan ceria ke dalam salah satu rumah pribadinya."Makasih ya Pa," ucap Fiolina lirih karena kehabisan tenaga. "Gak perlu terimakasih. Papa kan mertua kamu, sama aja seperti orang tua kamu. Tugas papa melindungi kamu. Maafkan Julio karena..." "Gak usah bahas Julio dulu Pa." Ferdinan mengangguk, "Oke. Ayo, Papa tunjukin kamar kamu." Ferdinan membawa Fiolina ke kamarnya lalu meninggalkannya untuk beristirahat. Badannya pegal, Fiolina membaringkan tubuhnya di ranjang.Dia menatap ponselnya yang sudah berhari - hari tidak ada dalam genggamannya. Ferdinan berhasil mencuri ponsel itu dari Julio. Ada banyak pesan masuk terutama dari keluarganya. Namun ada satu pesan yang Fiolina buka pertama kali, yaitu pesan dari julio yang dikirim satu menit yang lalu. [Jangan kamu pikir akan semudah ini lepas dari aku] Fiolina meng
Fiolina tidur dengan nyenyak. Setelah beberapa hari akhirnya dia merasa tidur dengan nyaman dan layak. Pikirannya tenang karena merasa aman bersama papa mertuanya. Di pagi hari, Fiolina terbangun dengan aroma telur dadar dan sosis goreng menyapa indera penciumannya. Terdorong oleh rasa lapar, Fiolina dengan sigap bangkit dari ranjangnya dan keluar menuju sumber aroma itu. "Sudah bangun Fiolina?" sapa Ferdinan dengan ceria. Ternyata Ferdinan memasak sendiri telur dan sosis itu. "Papa yang masak? Baunya enak banget. Aku kira pelayan berpengalaman yang masak hehe." "Ah, ini kan cuma telur dadar sama sosis goreng, gak perlu pelayan atau koki untuk bikin. Ayo sarapan, sudah siap." Ferdinan meletakkan sepiring sandwich berisi telur dan keju beserta sosis dan kentang goreng. "Maaf Fiolina bangun kesiangan. Malah papa yang repot masak," Fiolina merasa tidak enak kepada papa mertuanya. "Ah gak
"Tapi..." Fiolina hendak menolak permintaan Ferdinan yang terasa begitu berat itu. "Papa tahu kok," potong Ferdinan. "kamu mungkin khawatir. Tapi, Julio gak akan menyakiti kamu sebagaimana Oma, Rossi ataupun Rey, dia tidak jahat seperti mereka." "Julio itu hanya korban, dia kurang kasih sayang. Itulah mengapa dia dingin dan kaku. Dia gak pernah jatuh cinta ataupun berpacaran sebelumnya. Tapi tiba - tiba dia jatuh cinta sama kamu. Pasti gak mudah baginya menerima penolakan. Mungkin dalam hati kecilnya, dia merasa tidak layak dicintai siapapun, itulah mengapa dia menjadi sangat keras hati." "Kalau kamu bisa membuatnya merasa dicintai, papa yakin Julio bisa melunak. Apa kamu mau belajar mencintai Julio?"Fiolina tak bisa berkata - kata. Mendadak dia menjadi susah menelan makanan. Namun, jika benar Julio sampai menculik Rey karena marah akan perbuatan Rey yang mencoba melecehkannya, entah mengapa Fiolina merasa itu sangat manis.
"Kamu ngapain di sini?" Fiolina menatapnya dengan sebal. Hari ini dia ingin menghibur diri. Jadi, Javeline termasuk dalam daftar orang terakhir yang ingin dia temui. "Cafe ini milikku," jawab Javeline dengan bangga. "Oh, pantes pelayanannya super buruk," sela Sarah. "Kami cuma menjaga cafe kami dari kotoran. Aku gak mau para pelanggan risih karena ada artis prostitusi di sini."BUKK!! Sarah mendorong Javeline dengan keras. "Jangan sembarangan kalau ngomong ya." Fiolina yang sudah terbiasa dengan tingkah Javeline merasa malas untuk menanggapi. "Udahlah Sar, biarin aja. Ayo kita pergi," Fiolina menarik lengan Sarah untuk pergi. "Jadi istri dari salah satu keluarga Young kelihatannya gak cukup berdampak baik buat kamu," ujar Javeline tiba - tiba, membuat langkah Fiolina terhenti. "Kata siapa? Fiolina hidup mewah dan dicintai keluarga barunya. Dia dapat f