Share

Bab 008

last update Last Updated: 2025-09-01 16:04:44

Mendengar itu, Kael tertawa pelan, bukan mengejek, tapi penuh rasa geli yang tak bisa ditahan.

Apakah dia sungguh terlihat seperti pria yang baik?

Sejujurnya, jika bukan karena permintaan kakeknya, dia tidak akan menikah. Dia lebih suka menghabiskan waktunya dengan berlatih atau meramu ramuan obat daripada mendengarkan ocehan wanita.

Namun, setelah menikah dengan Evelyne, Kael menyadari bahwa ini tidak terlalu buruk.

Seiring berjalannya waktu, dia mulai mencintai Evelyne, dan hanya ingin bersamanya.

Karenanya, Kael menatap Gerard dengan santai sebelum akhirnya membalas, “Maaf, Pak tua, saya sudah punya istri. Dan meskipun keluarganya memperlakukan saya seperti sampah... saya bukan tipe pria yang melirik ke rumah sebelah hanya karena ditawari atap yang lebih bagus.”

Saat Kael mengatakan itu, dia melirik sedikit ke arah Evelyne, memberikan senyum tipis, yang seolah mengatakan, 'hanya kau yang kuinginkan'.

Evelyne yang melihat itu, wajahnya seketika memerah. Entah karena malu, tersentuh, atau bingung dengan perasaan sendiri yang tak bisa dijelaskan.

Baru saja pria yang selama ini ia abaikan, yang ia anggap beban... menolak kesempatan besar demi mempertahankan pernikahan mereka—pernikahan yang bahkan ia sendiri ragukan bertahan lebih lama.

Mendengar jawaban Kael, Gerard jelas kecewa, tapi dia tidak menunjukkannya di permukaan.

Dia berkata sembari memaksakan senyum di wajahnya, "Baiklah jika kau memilih bertahan di tempat yang menganggapmu sampah, Anak muda. Namun, jika kau berubah pikiran, kami akan selalu menyambut kedatanganmu."

Gerard kemudian menyodorkan kartu nama hitamnya kepada Kael, melanjutkan, "Ini tolong terima kartu namaku. Ketika kau membutuhkan bantuan, aku dengan senang hati membantumu, tidak peduli sesulit apa pun itu. Hubungi saja aku. Jangan ragu."

Namun, Kael menolak sekali lagi.

"Aku tidak butuh ini, Pak tua. Jika kau benar-benar ingin membalas kebaikanku, lakukan saja kepada keluarga Laurent. Mereka lebih membutuhkannya daripada aku."

"Ah, baiklah jika itu yang kau inginkan," balas Gerard dengan ekspresi canggung, sembari menyimpan kembali kartu namanya di saku jasnya.

Sejujurnya, dia tidak ingin melanjutkan kerjasama bisnis ini. Dia lebih tertarik pada Kael.

Namun, karena Kael memilih untuk bertahan di keluarga Laurent, dia mau tidak mau melanjutkan kerjasama ini.

Setidaknya, dia tidak kehilangan keberadaan Kael.

Sementara itu, Damian mengepalkan kedua tangannya dengan keras, rahangnya mengatup. Ia datang hari ini dengan satu tujuan—menjatuhkan Kael di depan semua orang, mempermalukannya hingga Evelyne tak sudi menatap pria itu lagi.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Semua mata kini tertuju pada Kael... bukan dengan hinaan, melainkan dengan kekaguman.

Bagaimana bisa pria itu—yang bahkan tidak tahu cara berpakaian layak untuk acara formal—berbalik menjadi pusat perhatian?

Mengapa Gerard Whitmore, tokoh yang paling sulit dipengaruhi, justru ingin menjadikannya bagian dari keluarganya?

Ini tidak masuk akal. Semua rencananya terasa runtuh... hanya karena satu detak jantung yang diselamatkan.

Secara alami, kebenciannya terhadap Kael semakin besar dan besar.

Sekarang, kebenciannya tidak hanya datang karena Kael menikahi Evelyne, tapi juga karena Kael merebut semuanya yang seharusnya menjadi miliknya!

Dia bersumpah, dia akan menghancurkan hidup Kael dengan tangannya sendiri! Dia akan pastikan Kael hancur berkeping-keping, tidak menyisakan apa pun selain penyesalan karena telah dilahirkan di dunia!

Setelahnya, diskusi dilanjutkan, tapi tidak dengan suasana cair seperti sebelumnya. Ini hanya sekedar formalitas.

Tidak ada lagi senyuman, saling menyanjung, sampai akhirnya acara makan siang berakhir.

---

Pada titik ini, para investor telah kembali, menyisakan anggota keluarga Laurent, Damian, dan Kael dalam suasana yang hening.

Nyonya Agatha akhirnya angkat suara, suaranya tajam dan sarat dengan rasa tak percaya. "Baiklah, kita semua lihat sendiri apa yang terjadi tadi. Tapi ada satu hal yang perlu dijelaskan."

Ia menatap Kael tajam, alisnya terangkat. “Dari mana kau bisa melakukan hal seperti itu? Apa kau seorang dokter? Atau… kau belajar dari mana?"

Mariana ikut mengangkat alis, tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, “Mengapa kau menyembunyikan ini dari kami?! Jika kau adalah dokter, mengapa kau tidak pernah memberitahu kami?"

Damian, yang masih terbakar oleh penghinaan tak langsung dari Gerard, menahan ejekannya tapi tidak bisa menahan sorot sinis di matanya.

Dia jelas menunggu jawaban dari Kael, penasaran dengan apa yang terjadi.

Kael menghela napas pelan, lalu menjawab santai, “Kakekku mengajariku. Dulu dia seorang tabib. Dia menggunakan teknik pengobatan kuno, perpaduan titik akupresur dan energi tubuh.”

Hening selama beberapa saat. Lalu detik berikutnya, tawa meledak dari Mariana.

"Oh astaga, tabib? Teknik kuno? Ini tahun berapa, Kael? Apa kita sekarang berada di era dinasti?"

Nyonya Agatha mencibir. “Jadi kau menyelamatkan nyawa investor miliaran dolar... dengan ilmu sihir dari kakekmu? Apa selanjutnya? Kau akan terbang dengan karpet ajaib?”

Damian yang tadi murung, sekarang bisa tertawa kecil sambil menggelengkan kepala.

Dia berkata, “Sungguh luar biasa. Bahkan ketika melakukan sesuatu yang hebat, kau tetap membuatnya terlihat... murahan.”

Jawaban Kael membuat mereka merasa lega. Mereka pikir Kael dulunya adalah dokter yang hebat atau semacamnya, tapi ternyata hanya seseorang yang pernah belajar teknik pengobatan kuno dari kakeknya.

Dengan ini jelas, Kael hanya beruntung!

Dia menekan beberapa titik acak di tubuh Gerard, lalu secara kebetulan, itu menyembuhkannya.

Mereka yang awalnya mengira Kael menyimpan sesuatu yang luar biasa, ternyata hanya trik murahan kuno.

Di sisi lain, Kael hanya tersenyum kecil, tidak terpancing.

“Ilmu kuno mungkin terlihat murahan di mata kalian,” katanya tenang. “Tapi nyawa pria tua itu bukan diselamatkan oleh cemoohan, atau gelar medis dari universitas ternama... tapi oleh sesuatu yang kalian anggap ‘rendahan’.”

Mendengar itu, senyum mereka langsung hilang. Tak ada yang langsung menjawab, karena mereka tahu Kael benar.

Namun, tidak satu pun dari mereka yang rela mengakuinya.

Pada akhirnya, Hector yang berbicara, "Jangan sombong hanya karena memiliki sedikit keberuntungan, Kael. Bagi kami kau masih menantu yang tidak berguna! Status itu sama sekali tidak berubah!"

Salah satu sepupu Evelyne menambahkan, "Sejujurnya, kau membuat keputusan yang tepat dengan menolak tawaran Tuan Gerard, Kael. Jika kau menikah dengan salah satu cucunya, itu hanya akan menghancurkan hidup wanita itu. Kau hanya akan menjadi beban baginya. Cukup Evelyne yang menjadi korban, jangan sampai wanita lain mengalaminya."

"Kau benar. Dimanapun dia berada, dia tetap jadi beban." Sepupu lain tertawa, seolah mereka lupa siapa yang baru saja menyelamatkan miliaran dolar mereka.

Evelyne yang berada di antara mereka, diam dengan ekspresi pahit.

Tawa keluarganya bergema di ruangan, tapi entah kenapa, baginya semua itu terasa... hampa. Tidak lucu. Tidak menyenangkan.

Matanya tertuju pada Kael, pria yang duduk di sudut meja tanpa membela diri, tanpa marah, tanpa mengangkat suara—hanya dengan senyum kecil dan tatapan yang nyaris kasihan kepada mereka semua. Bukan karena dia merasa lebih baik... tapi karena dia tahu, mereka tidak akan pernah benar-benar mengerti.

Seseorang menyelamatkan masa depan keluargamu... lalu kau tertawa di wajahnya? pikir Evelyne getir.

Dia tidak bisa menjelaskan apa yang ia rasakan. Ada rasa malu. Marah. Dan... sakit. Tapi bukan karena orang lain—melainkan karena dirinya sendiri.

Selama ini, ia ikut menjadi bagian dari itu semua. Ia ikut mencibir Kael. Kadang ia ikut tertawa. Ia ikut memalingkan wajah saat Kael terluka diam-diam.

Dan kini, ketika semua orang mencaci pria itu karena menyelamatkan nyawa seseorang dengan cara yang tidak bisa mereka mengerti… justru Kael yang tetap tenang.

Tak sekalipun dia membalas.

Tak sekalipun dia meminta balas jasa.

Bahkan, dia menolak tawaran Tuan Gerard... demi dirinya.

Dan sekarang, dia yang hanya bisa duduk diam. Hatinya seperti dicengkeram.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Evelyne ingin berkata sesuatu untuk membela Kael. Untuk berdiri di sisinya. Tapi... lidahnya kelu.

Sebab hatinya sendiri belum selesai dihukum oleh rasa bersalah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 265

    Setelah selesai sarapan, Kael membawa Lily kembali ke Maple Inn."Lily, kau mandi dulu. Setelahnya kita akan pergi membeli pakaian."Mata Lily langsung berbinar. "Pakaian baru?! Benarkah, Paman?!"Kael tersenyum. "Tentu saja. Kau akan mulai sekolah, tidak mungkin masih pakai pakaian yang kotor, robek, dan kebesaran seperti ini, bukan?"Lily mengangguk dengan semangat, lalu berlari masuk ke kamar mandi dengan penuh antusias.Tak lama kemudian, mereka sudah berada di jalan menuju mall terdekat.Lily berjalan di samping Kael dengan wajah yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Membeli pakaian baru? Dia belum pernah melakukan ini sebelumnya!---Mall itu ramai. Orang-orang berlalu-lalang dengan tas belanjaan di tangan, suara musik latar mengalun lembut, dan aroma parfum bercampur dengan kopi dari kafe-kafe kecil.Kael membawa Lily ke toko pakaian anak-anak yang terlihat rapi dan nyaman."Lily, pilih pakaian yang kau suka. Ambil lima, minimal," kata Kael dengan nada lembut.Lily men

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 264

    KANTOR POLISI KOTA SILVERTON - PAGI HARI.Ruangan Kepala Kepolisian.Seorang pria bertubuh besar dengan rambut hitam pendek yang mulai beruban di pelipis, duduk di belakang meja kerjanya—Inspektur Richard Donovan, Kepala Kepolisian Kota Silverton. Usianya sekitar pertengahan lima puluhan, dengan tatapan tajam dan dagu yang tegas.Ia sedang membaca laporan rutin pagi itu ketika pintu ruangannya diketuk dengan keras.TOK! TOK! TOK!"Masuk," katanya tanpa mengangkat kepala.Pintu terbuka. Seorang detektif muda dengan wajah pucat masuk dengan tergesa-gesa—napasnya terengah-engah, tangannya memegang setumpuk dokumen dengan erat."Pak! Ada berita penting!"Richard mengangkat kepalanya dengan alis terangkat. Jarang sekali bawahannya terlihat sepanik ini."Apa?"Detektif itu menelan ludah, lalu berkata dengan suara yang sedikit bergetar."Marcus 'The Reaper' Volkov... dia mati, Pak. Di markasnya. Tadi malam."Richard membeku.Keheningan singkat.Lalu—BRAK!!!Ia bangkit dari kursinya dengan c

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 263

    Pria pekerja bertubuh sedang dengan wajah tegas itu berjalan mendekati Kael. Langkahnya gemetar, tapi ia memaksakan diri untuk tetap terlihat sopan.“Ta-tuan… dia sudah mati,” ucapnya pelan.Kael menoleh sekilas ke arah tubuh Diana—kepalanya hancur, darah berceceran di tanah, tubuhnya tidak lagi bernyawa. Kael mengamati sebentar, lalu mengangguk pendek.“Bagus,” katanya tenang. “Sekarang kau boleh pergi.”Wajah pria itu langsung berubah lega. “Te-terima kasih! Terima kasih banyak!”Ia hampir berlari ketika pergi, seolah takut Kael akan berubah pikiran jika ia menunda sedetik pun.Para pekerja lain memandanginya dengan iri—sangat iri.“Andaikan aku yang mengambil tugas itu,” gumam salah satu dengan nada menyesal.“Dia benar-benar pergi… kita masih di sini,” ujar pekerja lainnya lirih, penuh kecemasan.Kael menatap mereka satu per satu, lalu berbicara dengan nada datar namun tegas.“Turunkan kontainernya. Sekarang.”Para pekerja itu langsung mengangguk cepat—tak satu pun berani membanta

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 262

    Kael berdiri dengan tenang di tengah dermaga, menatap keempat kultivator yang masih membeku dengan ketakutan, lalu menatap Diana dan para pekerja yang juga gemetar.Lalu ia bertanya dengan nada dingin."Siapa pemimpinnya?"Hening.Tidak ada yang menjawab.Semua orang diam, walaupun beberapa di antara mereka, terutama para pekerja, memandang Diana sebagai jawaban.Diana di sisi lain, juga diam—tidak mengatakan apa pun.Ia tidak perlu pintar untuk tahu bahwa dia akan bernasib buruk jika mengaku.Karenanya, ia menatap dingin para anggotanya—tatapan yang penuh dengan ancaman, yang memerintahkan mereka untuk menutup mulut!Kael menunggu beberapa detik.Namun tidak ada jawaban.Lalu ia berkata dengan nada tenang, namun di balik ketenangan itu, ada ancaman yang sangat mengerikan."Jika tidak ada yang mengaku, aku akan menganggap kalian semua sebagai pemimpinnya, dan tidak ada satu pun yang selamat!"Lalu—WUUUUUUMMMMM!!!Kael mengeluarkan sedikit energinya—sangat sedikit, hanya sebagian keci

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 261

    PELABUHAN TUA - PUKUL 00:20 DINI HARI.Di sebuah pelabuhan tua yang gelap dan sepi, dengan dermaga kayu yang sudah lapuk dan lampu-lampu redup yang hampir mati, sebuah kapal kargo besar sedang bersandar di tepi dermaga.Para pekerja dengan wajah keras dan tatapan dingin sedang sibuk mengangkat dua kontainer besar dengan derek—kontainer besi yang berbobot lebih dari satu ton, dengan pintu yang tertutup rapat dan dikunci dengan gembok tebal.BANG! BANG! BANG!"TOLONG! KELUARKAN KAMI!""KUMOHON! SELAMATKAN KAMI!""TOLONG! SIAPAPUN?!"Teriakan minta tolong terdengar dari dalam kontainer—teriakan yang penuh dengan kepanikan, dengan ketakutan, dengan keputusasaan.Itu membuat seorang wanita yang berdiri di dekat kontainer—wanita bertubuh kekar seperti binaragawan, dengan otot-otot yang menonjol di lengan dan kakinya, berusia sekitar akhir 30-an—menatap kontainer dengan tatapan kesal.Namanya Diana "The Iron Lady" Cross.Ia adalah bos dari sebuah sindikat perdagangan manusia, sindikat yang s

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 260

    Kael berdiri di tengah ruangan dengan tenang, menatap dua puluh preman yang berlari ke arahnya dengan senjata tajam dan beberapa senjata api.Lalu—Kael mengeluarkan sedikit auranya.WUUUUUUMMMMM!!!Aura perak yang sangat kuat meledak dari tubuhnya—aura yang menciptakan tekanan yang luar biasa besar, yang membuat seluruh gudang bergetar hebat.WHOOOOOOSSSSHHHHH!!!Sebagian besar preman langsung terlempar mundur dengan keras—tubuh mereka melayang di udara seperti daun yang tertiup angin badai.BANG! BANG! BANG! BANG!Beberapa dari mereka menabrak dinding dengan keras, tulang mereka retak, tubuh mereka jatuh dengan lemas.Beberapa menabrak tumpukan besi, kepala mereka berdarah, disertai pusing hebat.Bahkan beberapa menabrak rekan mereka yang lain, menciptakan tumpukan tubuh yang saling bertabrakan.Hanya dalam sekejap—Enam belas preman sudah tergeletak di tanah dengan luka-luka parah.Namun ada sekitar empat orang yang masih berdiri—empat preman dengan senjata api di tangan mereka.Me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status