Share

Bab 009

last update Last Updated: 2025-09-01 16:05:33

Namun, walaupun Evelyne tidak bisa membela Kael, berdiri di sisinya, selayaknya istri yang baik, tapi dia masih ingin melakukan sesuatu untuknya.

Kael masih duduk dengan tenang, seperti biasa. Wajahnya datar, matanya santai—hampir seolah tak terjadi apa-apa. Tapi Evelyne tahu... pria itu pasti lelah. Bukan secara fisik, tapi hati dan kesabaran.

Lalu, dengan sedikit ragu, Evelyne meraih botol wine merah yang berada di tengah meja. Tangannya bergetar samar saat menuangkannya ke dalam gelas kosong di depannya.

Suara gluk... gluk... dari wine yang mengalir terasa sangat nyaring di tengah ruangan.

Semua mata langsung tertuju padanya.

Bahkan Mariana, yang barusan tertawa paling keras, kini memandangi Evelyne dengan dahi berkerut.

Mengapa Evelyne menuangkan wine di gelas yang baru? Untuk siapa gelas itu?

Dan, jawaban yang dia terima selanjutnya adalah Evelyne menggeser gelas itu ke depan Kael, dan dengan suara pelan namun terdengar jelas, dia berkata, “Kau sepertinya belum minum wine apa pun, Kael. Jadi... silakan.”

Kael menoleh, terkejut.

Matanya bertemu dengan mata Evelyne. Sekilas, hanya sekilas, dia bisa melihat rasa bersalah... dan sesuatu yang lain—yang belum bisa dia definisikan.

Kael menatap gelas itu, lalu kembali menatap Evelyne.

Senyum kecil terbit di sudut bibirnya. Bukan senyum puas. Bukan juga ejekan. Tapi... semacam rasa haru yang tak perlu diungkapkan.

“Terima kasih,” jawabnya singkat, lembut.

Momen itu—sederhana dan tanpa suara berlebihan, tapi justru terasa lebih keras daripada teriakan mana pun.

Para anggota keluarga Laurent saling pandang, tidak percaya dengan apa yang baru mereka saksikan.

Mariana memutar bola matanya. “Astaga... sekarang kau bahkan menuangkan wine untuknya? Apakah dia raja di sini?!”

Sepupu Evelyne menyikut sepupu lain di sampingnya, lalu berbisik, “Sejak kapan dia...?”

Namun Evelyne tidak menggubris.

Untuk pertama kalinya, dia tidak peduli dengan komentar mereka. Untuk pertama kalinya, dia memutuskan melakukan sesuatu bukan karena tuntutan... bukan karena tekanan... tapi karena dorongan hatinya sendiri.

Dan entah kenapa, rasanya... tidak seburuk yang dia bayangkan.

Kael meneguk wine itu sedikit, lalu meletakkan gelasnya kembali ke meja.

Rasa itu... jauh lebih manis dari yang dia duga.

Melihat itu, tangan Damian di bawah meja mengepal begitu keras hingga buku jarinya memutih. Wajahnya masih tersenyum... tapi matanya nyaris membunuh.

Dia jelas sedang jatuh dalam kemarahan yang besar.

Tidak perlu dijelaskan, ini adalah kekalahan besarnya.

Dia kalah dari bajingan yang bahkan dianggap sampah dan tidak punya pekerjaan.

Ini benar-benar memalukan.

Sembari memancarkan kebencian yang besar, Damian berkata di dalam benaknya, "Lihat saja, besok adalah hari di mana hidupmu hancur! Aku akan membuat Evelyne merasa jijik padamu, dan akan benar-benar menganggapmu sebagai sampah yang sesungguhnya!"

Sama seperti Damian, Agatha juga mulai menganggap Kael sebagai ancaman nyata.

Jika dia terus membiarkan Kael melakukan apa yang dia inginkan, Evelyne mungkin akan benar-benar jatuh cinta padanya, dan memisahkan keduanya akan semakin sulit.

Dia harus melakukan sesuatu untuk menghentikan Kael! Bajingan ini tidak lagi boleh dibiarkan bergerak bebas!

Pada titik ini, Agatha meletakkan serbetnya ke atas meja dengan pelan namun tegas. Wajahnya datar, matanya menatap Kael dengan dingin.

Lalu dia berdiri, merapikan gaun elegannya dengan anggun sebelum akhirnya berkata, “Kurasa makan siang ini sudah cukup panjang. Sudah waktunya kita pulang.”

Dia lalu menatap Evelyne sejenak. Senyumnya tipis, tapi ada ketegangan di balik matanya.

“Evelyne, aku tidak menyangka kau mulai belajar jadi istri yang... penuh perhatian.” Suaranya tenang, tapi nada sarkastisnya tajam bagai pisau yang diselubungi sutra. “Walau agak terlambat, setidaknya kau masih bisa... menuangkan wine dengan tepat sasaran.”

Beberapa sepupu tertawa kecil, menahan senyum geli. Mariana dan Hector menunjukkan ekspresi tidak berdaya sekaligus kecewa. Tapi Evelyne tidak membalas. Wajahnya tetap tenang, hanya sedikit mengangguk.

Agatha kembali menatap Kael, matanya tajam seperti biasa, tapi kali ini... ada kebencian besar yang tersimpan di dalamnya.

“Dan Kael… nikmati saja wine itu. Mungkin hari ini adalah satu dari sedikit hari... di mana kau merasa seperti bagian dari keluarga.”

Setelahnya, dia berbalik.

“Semua orang, mari kita pergi.”

Dia berjalan lebih dulu meninggalkan ruangan, langkahnya tenang namun penuh tekanan. Yang lain menyusul, satu per satu, di antaranya Evelyne dan Damian.

Kael hanya menatap punggung mereka tanpa berkata apa-apa. Setelah mereka benar-benar pergi, dia menelan habis wine yang ada di gelasnya, lalu tersenyum puas.

Dia tahu, bahwa akan terjadi sesuatu yang menarik setelah ini.

"Si sok keren dan nenek keras kepala itu pasti akan melakukan sesuatu. Mereka akhirnya menyadari bahwa aku adalah ancaman nyata. Tentu saja, aku menantikan tantangan yang lebih besar."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 265

    Setelah selesai sarapan, Kael membawa Lily kembali ke Maple Inn."Lily, kau mandi dulu. Setelahnya kita akan pergi membeli pakaian."Mata Lily langsung berbinar. "Pakaian baru?! Benarkah, Paman?!"Kael tersenyum. "Tentu saja. Kau akan mulai sekolah, tidak mungkin masih pakai pakaian yang kotor, robek, dan kebesaran seperti ini, bukan?"Lily mengangguk dengan semangat, lalu berlari masuk ke kamar mandi dengan penuh antusias.Tak lama kemudian, mereka sudah berada di jalan menuju mall terdekat.Lily berjalan di samping Kael dengan wajah yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Membeli pakaian baru? Dia belum pernah melakukan ini sebelumnya!---Mall itu ramai. Orang-orang berlalu-lalang dengan tas belanjaan di tangan, suara musik latar mengalun lembut, dan aroma parfum bercampur dengan kopi dari kafe-kafe kecil.Kael membawa Lily ke toko pakaian anak-anak yang terlihat rapi dan nyaman."Lily, pilih pakaian yang kau suka. Ambil lima, minimal," kata Kael dengan nada lembut.Lily men

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 264

    KANTOR POLISI KOTA SILVERTON - PAGI HARI.Ruangan Kepala Kepolisian.Seorang pria bertubuh besar dengan rambut hitam pendek yang mulai beruban di pelipis, duduk di belakang meja kerjanya—Inspektur Richard Donovan, Kepala Kepolisian Kota Silverton. Usianya sekitar pertengahan lima puluhan, dengan tatapan tajam dan dagu yang tegas.Ia sedang membaca laporan rutin pagi itu ketika pintu ruangannya diketuk dengan keras.TOK! TOK! TOK!"Masuk," katanya tanpa mengangkat kepala.Pintu terbuka. Seorang detektif muda dengan wajah pucat masuk dengan tergesa-gesa—napasnya terengah-engah, tangannya memegang setumpuk dokumen dengan erat."Pak! Ada berita penting!"Richard mengangkat kepalanya dengan alis terangkat. Jarang sekali bawahannya terlihat sepanik ini."Apa?"Detektif itu menelan ludah, lalu berkata dengan suara yang sedikit bergetar."Marcus 'The Reaper' Volkov... dia mati, Pak. Di markasnya. Tadi malam."Richard membeku.Keheningan singkat.Lalu—BRAK!!!Ia bangkit dari kursinya dengan c

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 263

    Pria pekerja bertubuh sedang dengan wajah tegas itu berjalan mendekati Kael. Langkahnya gemetar, tapi ia memaksakan diri untuk tetap terlihat sopan.“Ta-tuan… dia sudah mati,” ucapnya pelan.Kael menoleh sekilas ke arah tubuh Diana—kepalanya hancur, darah berceceran di tanah, tubuhnya tidak lagi bernyawa. Kael mengamati sebentar, lalu mengangguk pendek.“Bagus,” katanya tenang. “Sekarang kau boleh pergi.”Wajah pria itu langsung berubah lega. “Te-terima kasih! Terima kasih banyak!”Ia hampir berlari ketika pergi, seolah takut Kael akan berubah pikiran jika ia menunda sedetik pun.Para pekerja lain memandanginya dengan iri—sangat iri.“Andaikan aku yang mengambil tugas itu,” gumam salah satu dengan nada menyesal.“Dia benar-benar pergi… kita masih di sini,” ujar pekerja lainnya lirih, penuh kecemasan.Kael menatap mereka satu per satu, lalu berbicara dengan nada datar namun tegas.“Turunkan kontainernya. Sekarang.”Para pekerja itu langsung mengangguk cepat—tak satu pun berani membanta

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 262

    Kael berdiri dengan tenang di tengah dermaga, menatap keempat kultivator yang masih membeku dengan ketakutan, lalu menatap Diana dan para pekerja yang juga gemetar.Lalu ia bertanya dengan nada dingin."Siapa pemimpinnya?"Hening.Tidak ada yang menjawab.Semua orang diam, walaupun beberapa di antara mereka, terutama para pekerja, memandang Diana sebagai jawaban.Diana di sisi lain, juga diam—tidak mengatakan apa pun.Ia tidak perlu pintar untuk tahu bahwa dia akan bernasib buruk jika mengaku.Karenanya, ia menatap dingin para anggotanya—tatapan yang penuh dengan ancaman, yang memerintahkan mereka untuk menutup mulut!Kael menunggu beberapa detik.Namun tidak ada jawaban.Lalu ia berkata dengan nada tenang, namun di balik ketenangan itu, ada ancaman yang sangat mengerikan."Jika tidak ada yang mengaku, aku akan menganggap kalian semua sebagai pemimpinnya, dan tidak ada satu pun yang selamat!"Lalu—WUUUUUUMMMMM!!!Kael mengeluarkan sedikit energinya—sangat sedikit, hanya sebagian keci

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 261

    PELABUHAN TUA - PUKUL 00:20 DINI HARI.Di sebuah pelabuhan tua yang gelap dan sepi, dengan dermaga kayu yang sudah lapuk dan lampu-lampu redup yang hampir mati, sebuah kapal kargo besar sedang bersandar di tepi dermaga.Para pekerja dengan wajah keras dan tatapan dingin sedang sibuk mengangkat dua kontainer besar dengan derek—kontainer besi yang berbobot lebih dari satu ton, dengan pintu yang tertutup rapat dan dikunci dengan gembok tebal.BANG! BANG! BANG!"TOLONG! KELUARKAN KAMI!""KUMOHON! SELAMATKAN KAMI!""TOLONG! SIAPAPUN?!"Teriakan minta tolong terdengar dari dalam kontainer—teriakan yang penuh dengan kepanikan, dengan ketakutan, dengan keputusasaan.Itu membuat seorang wanita yang berdiri di dekat kontainer—wanita bertubuh kekar seperti binaragawan, dengan otot-otot yang menonjol di lengan dan kakinya, berusia sekitar akhir 30-an—menatap kontainer dengan tatapan kesal.Namanya Diana "The Iron Lady" Cross.Ia adalah bos dari sebuah sindikat perdagangan manusia, sindikat yang s

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 260

    Kael berdiri di tengah ruangan dengan tenang, menatap dua puluh preman yang berlari ke arahnya dengan senjata tajam dan beberapa senjata api.Lalu—Kael mengeluarkan sedikit auranya.WUUUUUUMMMMM!!!Aura perak yang sangat kuat meledak dari tubuhnya—aura yang menciptakan tekanan yang luar biasa besar, yang membuat seluruh gudang bergetar hebat.WHOOOOOOSSSSHHHHH!!!Sebagian besar preman langsung terlempar mundur dengan keras—tubuh mereka melayang di udara seperti daun yang tertiup angin badai.BANG! BANG! BANG! BANG!Beberapa dari mereka menabrak dinding dengan keras, tulang mereka retak, tubuh mereka jatuh dengan lemas.Beberapa menabrak tumpukan besi, kepala mereka berdarah, disertai pusing hebat.Bahkan beberapa menabrak rekan mereka yang lain, menciptakan tumpukan tubuh yang saling bertabrakan.Hanya dalam sekejap—Enam belas preman sudah tergeletak di tanah dengan luka-luka parah.Namun ada sekitar empat orang yang masih berdiri—empat preman dengan senjata api di tangan mereka.Me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status