Share

Bab 011

last update Last Updated: 2025-09-01 19:19:27

Kael mengayuh sepeda listriknya perlahan melewati gerbang depan mansion keluarga Laurent.

Dengan hoodie hitam tipis dan tas kecil berisi dokumen di punggung, ia tampak seperti kurir—bukan suami yang sedang menuju kantor istrinya.

Roda sepeda meluncur mulus di atas jalan berbatu, meninggalkan debu halus yang nyaris tak terlihat.

Dari lantai dua, di balik tirai ruang kerjanya, Agatha berdiri dengan tenang sambil memandangi punggung Kael yang makin menjauh. Senyum jahat muncul di wajahnya saat dia berkata, “Dia sudah bergerak. Bergerak menuju ke kehancurannya.”

Damian yang berdiri tak jauh darinya, menyilangkan tangan dan menatap ke arah yang sama. Dia tersenyum puas, nyaris tertawa.

"Ketika dia kembali, kondisinya tidak akan lagi sama!"

Setelah mengatakan itu, dia mengeluarkan ponsel, mengirim pesan kepada orang-orangnya, "Lakukan seperti yang aku perintahkan!"

Di saat yang bersamaan, sebuah van hitam melaju pelan di jalan kota, menyatu dengan keramaian pagi tanpa menarik perhatian. Kaca jendelanya gelap, plat nomornya palsu, dan suaranya nyaris tak terdengar di tengah deru kendaraan lain.

Di dalamnya, empat pria berpakaian kasual duduk diam, masing-masing fokus pada tugas yang sudah diberikan.

Di bangku tengah, pria bertubuh besar dengan bekas luka di pelipis membuka tas hitam di pangkuannya.

Di dalamnya, botol kecil berisi cairan bening yang disimpan dalam wadah kaca tebal—air keras berkadar tinggi, cukup untuk menghancurkan wajah seseorang dalam hitungan detik. Tidak hanya itu, juga ada kabel pengikat dan suntikan berisi cairan penenang.

Semuanya disiapkan untuk satu tujuan: menghancurkan hidup Kael!

"Targetnya sedang menuju pusat kota. Rute kemungkinan melewati Jalan Elmare atau belok ke Timur lewat Pasar Tua," ujar pria kurus berjaket denim, sambil menatap peta digital di tablet kecilnya. "Kita tunggu di titik tiga. Begitu dia lewat, kita potong dari depan. Apakah kau mengerti, Stitch?"

Sopir van; Stitch, mengangguk pelan, jari-jarinya mengetuk setir dengan ringan.

Pria kurus berjaket denim; Great, kemudian memandang pria bertubuh besar, berkata, "Blade, suntik dia dengan cepat dan tepat. Kita hanya punya satu kesempatan. Jangan gagal."

Sama seperti Stitch, pria bertubuh besar; Blade, hanya mengangguk tanpa suara.

Di kursi di samping supir, seorang pria muda dengan topi kupluk; Hook, mengayunkan-ngayunkan karambit di tangan kirinya, berkata, "Ini misi yang sederhana, tapi dengan bayaran yang fantastis, satu setengah juta dollar! Aku penasaran mengapa bos bersedia membayarkan mahal hanya untuk menyiksa satu pria biasa, yang identitasnya bahkan tidak pernah terdengar."

Great langsung menjawab, suaranya tajam dan dingin, "Jangan pernah anggap sepele sebuah misi. Siapa tahu seseorang yang kau anggap lemah, adalah yang membunuhmu! Tetap waspada bahkan ketika menghadapi musuh yang terlihat tidak berdaya! Anak kecil masih berbahaya jika memegang pisau. Apakah kau mengerti?"

Hook mengangkat bahu, santai. "Ya ya, aku paham.”

Setelahnya, keheningan menghiasi dalam mobil. Hanya suara AC dan deru kendaraan dari luar yang terdengar.

Lalu tiba-tiba, Stitch berkata, "Ketemu! Dia berada di jalan Elmare!"

Great langsung membalas, "Bagus. Kita tunggu di titik tiga!"

Setelah menunggu selama dua menit, Kael akhirnya muncul kembali di pandangan mereka, sekitar lima puluh meter jauhnya, perlahan mendekat.

Blade dengan gerakan yang cepat keluar dari mobil.

Walaupun tubuhnya besar, tapi dia lincah dan gesit, menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang terlatih.

Begitu dia tiba di depan Kael, dia menyuntikkan cairan penenang di lehernya.

Dalam dua detik, Kael terkulai. Tanpa membuang waktu, tubuh dan sepedanya langsung diseret masuk ke van. Hampir tidak ada orang di sekitar yang menyadarinya karena gerakannya yang mulus dan sempurna.

Hook yang melihat Blade melakukannya dengan sangat mudah, seolah tanpa usaha, tersenyum kecil saat dia menatap Great, berkata dengan nada sarkastik.

"Aku tidak melihat ada sesuatu yang mengancam tentang misi ini."

Great tidak membalas, dia hanya berkata kepada Stitch, "Jalan sekarang. Kita bawa dia ke gudang kosong yang sudah disiapkan. Kita eksekusi semuanya di sana."

Stitch memberikan anggukan setuju, melaju mobil dengan kecepatan rata-rata, seolah tidak ada hal besar yang terjadi.

---

Gudang Kosong, Tepian Kota – 10:40 pagi.

Suara pintu besi tua berderit keras saat didorong paksa. Cahaya pagi menyelinap masuk melalui celah-celah dinding seng yang berkarat. Lantai gudang berdebu, dengan beberapa peti kayu tua berserakan.

Di tengah ruangan, tubuh Kael duduk tak bergerak, diikat ke kursi logam dengan tali nilon tebal. Tangan dan kakinya terikat erat, kepalanya tertunduk, masih pingsan.

Keempatnya berdiri mengelilinginya. Blade menyiapkan botol air keras, sementara Great mengecek kabel pengikat. Hook masih memainkan karambit-nya sambil bersiul pelan, seolah ini hanya permainan.

"Haruskah kita bermain dulu dengannya, sebelum mematahkan kakinya dan menyiramnya dengan air keras? Aku ingin..."

Belum sempat kalimatnya selesai, terdengar suara lirih dari arah Kael.

“Hei…”

Mereka langsung menoleh, terkejut.

Kael mengangkat kepalanya perlahan. Senyumnya muncul pelan—tipis, santai, nyaris tak sopan.

“…ada yang punya air minum? Tenggorokanku kering banget habis akting barusan. Kalian tahu, menahan tawa itu sulit.”

Suasana langsung menegang. Blade mencengkeram botol air keras di tangannya lebih erat. “Kau… sudah sadar?”

Cairan penenang itu punya efek paling cepat dua jam. Lalu, bagaimana mungkin hanya beberapa menit pria ini sudah sadar?

Kael melirik ke sekelilingnya, menatap wajah-wajah tegang itu satu per satu. Lalu tertawa kecil—seolah menertawakan lelucon pribadi.

“Dari awal. Dari saat kau keluar van seperti aktor gagal dalam film kriminal murahan.”

Great maju selangkah, nada suaranya berubah keras. “Kau—kau pura-pura?!”

Kael memiringkan kepala, ekspresinya seperti guru yang sedang bersabar mengajari murid lamban.

“Kalian pikir menyuntik leherku dengan cairan penenang akan membuatku pingsan? Konyol. Kalian tahu tidak, tubuhku sudah beradaptasi dengan racun-racun yang bahkan bisa membunuh seekor banteng.”

Dia melirik tali di tangannya—dan dalam satu gerakan halus, kreeek, tali itu terlepas begitu saja dari pergelangan tangannya.

“Dan tali nilon? Serius? Kalian menculik orang pakai tali yang bahkan anak SMA bisa lepasin dalam sepuluh detik?"

Marah Kael mempermainkan mereka, Blade menyimpan kembali botol air keras di tas dan langsung menyerang dengan pukulan lurus. Namun, belum sampai tinjunya menyentuh wajah Kael—tangan Kael sudah lebih dulu menyentuh lengannya.

BRAK!

Tubuh besar itu melayang dan menghantam peti kayu di pojok ruangan, hancur bersama serpihan debu. Dia seketika memuntahkan seteguk darah segar.

Tiga orang lainnya membeku. Wajah mereka berubah pucat.

Hook berkata di dalam benaknya dengan ekspresi tidak percaya, “Apa-apaan dia ini…”

Kael berdiri dari kursinya, melenturkan leher dan menggerakkan bahunya seperti seseorang yang baru bangun tidur.

"Kalian tahu... aku sebenarnya berharap kalian lebih tangguh. Tapi ternyata... kalian cuma semut yang kebetulan dapat senjata."

Dia melangkah pelan, penuh percaya diri, matanya menatap tajam seperti elang.

“Dan sekarang... biar kutunjukkan dengan siapa kalian sebenarnya berurusan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 268

    Kael membuka folder itu dengan perlahan—halaman demi halaman penuh dengan foto-foto yang mengerikan.Foto-foto korban dengan tubuh yang hancur. Dada yang terbuka lebar, dan jantung yang hilang.Kael menatap foto-foto itu dengan tatapan yang tenang—tidak ada ekspresi jijik, tidak ada ekspresi takut. Hanya... fokus.Richard menatap Kael dengan serius, lalu mulai menjelaskan dengan nada yang profesional—nada seorang polisi berpengalaman yang sudah terbiasa dengan kasus-kasus brutal."Kasus ini dimulai satu tahun lalu, ketika kami menemukan korban pertama di gang sempit dekat Distrik Industri. Seorang buruh pabrik berusia 42 tahun. Tubuhnya hancur, tulang rusuk patah, dan jantungnya hilang—diambil dengan cara yang sangat brutal."Richard berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan nada yang lebih serius."Sejak saat itu, korban terus berjatuhan. Hingga saat ini, sudah lebih dari seratus orang tewas di Kota Silverton saja. Semuanya mati dengan kondisi yang sama—tubuh hancur, jantung hilang.

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 267

    PUKUL 12:30 SIANG - KANTOR POLISI KOTA SILVERTON.Kael berjalan memasuki gedung Kantor Polisi Kota Silverton dengan langkah yang tenang, mengenakan kemeja putih polos yang bersih, celana panjang hitam, dan sepatu kulit hitam. Masih pakaian yang sama seperti kemarin.Begitu ia melangkah masuk melewati pintu kaca otomatis—Sesuatu yang aneh terjadi.Para anggota kepolisian yang sedang bekerja di meja mereka, para detektif yang sedang mengetik laporan, para petugas patroli yang sedang mengisi formulir—semua langsung menghentikan pekerjaan mereka.Mereka berdiri, lalu membungkuk hormat."Selamat datang, Tuan.""Silakan masuk, Tuan.""Kami menghormati kedatangan Anda."Kael berhenti sejenak, alisnya terangkat sedikit."Apa... ini?"Ia tidak terbiasa dengan sambutan seperti ini. Terlalu formal. Terlalu... berlebihan.Tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya mengangguk pendek, lalu melanjutkan langkahnya dengan tenang.Di sudut ruangan, seorang detektif muda dengan rambut cokelat pendek me

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 266

    PUKUL 11:00 PAGI - SILVERTON ACADEMY.Kael dan Lily berdiri di depan gerbang besi megah yang menghubungkan dunia luar dengan dunia baru Lily—Silverton Academy, sekolah berasrama terbaik di kota ini.Gedung utamanya berdiri kokoh dengan arsitektur klasik yang elegan—bata merah tua yang dipadukan dengan jendela-jendela besar berbingkai putih, halaman hijau yang luas dengan pepohonan rindang, dan jalanan batu yang rapi menuju pintu masuk utama.Lily menatap sekolah itu dengan mata yang berbinar—campuran antara takjub, gugup, dan kebahagiaan."Ini... ini akan jadi sekolahku?"Kael tersenyum melihat ekspresi Lily, lalu mengulurkan tangannya."Ayo. Kita masuk."Lily mengangguk dengan cepat, lalu meraih tangan Kael dengan erat, seolah takut kehilangan pegangan satu-satunya yang ia miliki.---Di ruang kepala sekolah.Ruangan itu luas dan hangat. Dinding kayu cokelat tua, rak buku yang penuh dengan ensiklopedia dan novel klasik, meja kerja besar yang rapi, dan aroma kopi yang menenangkan.Di

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 265

    Setelah selesai sarapan, Kael membawa Lily kembali ke Maple Inn."Lily, kau mandi dulu. Setelahnya kita akan pergi membeli pakaian."Mata Lily langsung berbinar. "Pakaian baru?! Benarkah, Paman?!"Kael tersenyum. "Tentu saja. Kau akan mulai sekolah, tidak mungkin masih pakai pakaian yang kotor, robek, dan kebesaran seperti ini, bukan?"Lily mengangguk dengan semangat, lalu berlari masuk ke kamar mandi dengan penuh antusias.Tak lama kemudian, mereka sudah berada di jalan menuju mall terdekat.Lily berjalan di samping Kael dengan wajah yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Membeli pakaian baru? Dia belum pernah melakukan ini sebelumnya!---Mall itu ramai. Orang-orang berlalu-lalang dengan tas belanjaan di tangan, suara musik latar mengalun lembut, dan aroma parfum bercampur dengan kopi dari kafe-kafe kecil.Kael membawa Lily ke toko pakaian anak-anak yang terlihat rapi dan nyaman."Lily, pilih pakaian yang kau suka. Ambil lima, minimal," kata Kael dengan nada lembut.Lily men

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 264

    KANTOR POLISI KOTA SILVERTON - PAGI HARI.Ruangan Kepala Kepolisian.Seorang pria bertubuh besar dengan rambut hitam pendek yang mulai beruban di pelipis, duduk di belakang meja kerjanya—Inspektur Richard Donovan, Kepala Kepolisian Kota Silverton. Usianya sekitar pertengahan lima puluhan, dengan tatapan tajam dan dagu yang tegas.Ia sedang membaca laporan rutin pagi itu ketika pintu ruangannya diketuk dengan keras.TOK! TOK! TOK!"Masuk," katanya tanpa mengangkat kepala.Pintu terbuka. Seorang detektif muda dengan wajah pucat masuk dengan tergesa-gesa—napasnya terengah-engah, tangannya memegang setumpuk dokumen dengan erat."Pak! Ada berita penting!"Richard mengangkat kepalanya dengan alis terangkat. Jarang sekali bawahannya terlihat sepanik ini."Apa?"Detektif itu menelan ludah, lalu berkata dengan suara yang sedikit bergetar."Marcus 'The Reaper' Volkov... dia mati, Pak. Di markasnya. Tadi malam."Richard membeku.Keheningan singkat.Lalu—BRAK!!!Ia bangkit dari kursinya dengan c

  • Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia    Bab 263

    Pria pekerja bertubuh sedang dengan wajah tegas itu berjalan mendekati Kael. Langkahnya gemetar, tapi ia memaksakan diri untuk tetap terlihat sopan.“Ta-tuan… dia sudah mati,” ucapnya pelan.Kael menoleh sekilas ke arah tubuh Diana—kepalanya hancur, darah berceceran di tanah, tubuhnya tidak lagi bernyawa. Kael mengamati sebentar, lalu mengangguk pendek.“Bagus,” katanya tenang. “Sekarang kau boleh pergi.”Wajah pria itu langsung berubah lega. “Te-terima kasih! Terima kasih banyak!”Ia hampir berlari ketika pergi, seolah takut Kael akan berubah pikiran jika ia menunda sedetik pun.Para pekerja lain memandanginya dengan iri—sangat iri.“Andaikan aku yang mengambil tugas itu,” gumam salah satu dengan nada menyesal.“Dia benar-benar pergi… kita masih di sini,” ujar pekerja lainnya lirih, penuh kecemasan.Kael menatap mereka satu per satu, lalu berbicara dengan nada datar namun tegas.“Turunkan kontainernya. Sekarang.”Para pekerja itu langsung mengangguk cepat—tak satu pun berani membanta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status