Dua tahun kemudian.Diandra telah bebas dari masa hukumannya. Papa dan Mama beserta Tiara yang sudah tumbuh jadi balita ikut serta menjemput kepulangan wanita itu.Diandra dulu tentu berbeda dengan sekarang. Saat ini wanita itu bertubuh kurus dan berwajah kusam. Namun, hal itu bukan suatu masalah bagi dirinya.Prinsip wanita itu telah berubah, yang ada di pikirannya hanya rindu terhadap anak tercinta, ia ingin memeluk dan mencium bocah itu sepuasnya."Oma, takuut, toloong," rengek Tiara, saat Diandra berusaha mendekatinya."Kok takut, dia 'kan Mama kamu," ucap Mama Diandra.Anak berumur empat tahun itu merenung, ia tak terbiasa dengan hadirnya seorang Mama, yang ada dalam hidupnya selama ini hanya oma, opa dan papa."Ga apa-apa, Diandra, anakmu ga terbiasa dengan hadirnya kamu, nanti juga terbiasa pasti sayang kok sama kamu." Mama Diandra menenangkan."Ma, aku minta maaf ya udah buat Mama dan Papa malu selama ini," ucap Diandra dengan wajah sendunya.Mama Diandra mengangguk."Yang pen
Sementara Wira berdiri di hadapan pintu masuk rumah Pak Mustafa, sejak tadi ia berdiri di sana, menunggu tamu yang di dalam keluar, dengan harapan agar Rara kembali jadi miliknyaWira bersender di pintu, tubuhnya mendadak lemas mengetahui sang pujaan hati hendak jadi milik orang lain."Wira," ucap Pak Mustafa saat menyadari ada seseorang yang berdiri di hadapan pintu rumahnya.Sontak semua orang melirik ke arah yang sama, Rara terkejut matanya sempat menghangat, bukan masih cinta melainkan tak tega.Pak Mustafa melangkah keluar seorang diri sementara yang lain menunggu di dalam."Ayo masuk," ajak Pak Mustafa.Tapi Wira malah berdiam diri, enggan masuk lantaran kakinya terasa berat dibawa melangkah."Saya pulang aja, Yah." Wira tersenyum sungkan."Ya sudah hati-hati." Pak Mustafa menepuk bahu WiraSatu bulan semenjak kejadian itu akhirnya ada surat undangan yang datang ke rumah Wira, bertuliskan nama Rara dan Faruq, Wira menghirup napas dalam-dalam saat membacanya."Tuh mantan istrimu
Nenek dari pihak Diandra yang memberikan nama itu, mereka berdua mengurus bayi Tiara dengan dengan didikan yang baik, tak ingin anak ini tumbuh liar seperti ibunya."Ma, aku udah transfer ke rekening Mama ya kalau Tiara kenapa-napa telpon aku aja," ujar Wira saat ia mengunjungi anaknya.Pria itu tak ingkar janji, hingga anak itu tumbuh dan bisa berjalan ia tetap memberi nafkah dan kasih sayang, setiap akhir pekan ia menyempatkan waktu untuk bertemu anaknya.Mengajak jalan-jalan atau membawanya menginap di rumah Mama Sandra, wanita itu teramat gembira jika sang cucu datang menginap di rumahnya.Tak ada benci seperti sebelumnya. Tiara benar-benar dilimpahi kasih sayang dari ayah dan kakek neneknya."Wira, kapan kamu nikah lagi? kalian sudah dua tahun bercerai, masa iya kamu menduda terus," ucap Mama Sandra.Wira terdiam, hatinya masih tertutup belum ada wanita yang bisa menggantikan Rara."Nanti saja, Ma, belum dapat yang sreg di hati." Wira tersenyum.Mama Sandra mendesah, lagi-lagi pu
Sidang pertama sukses, Rara beserta pengacara bersalaman sebagai ungkapan terima kasih. Di ruang mediasi Wira sempat membela diri, tak ingin bercerai. Namun, berkat bantuan Bu Lala pengacaranya akhirnya hakim berpihak pada mereka."Ra, please, berfikir ulang," ujar Wira saat sudah keluar dari ruang sidang."Maaf, Mas. Ini yang terbaik. Aku ga mau hidup ngebatin terus," ucap Rara lalu segara meninggalkannya.Sakit sekali hati Wira, begitu pula dengan Rara. Mereka sama-sama merasakan sakit akibat perpisahan ini.Waktu cepat berlalu, sekarang tiba saatnya Diandra melahirkan, pihak lapas yang mengabari Wira, selaku ayah dari bayi itu.Wira menagajak Mamanya dan Pak Dirga, karena kedua orang tua itu memaksa ikut, ingin melihat cucu pertama mereka.Walaupun sempat membenci, tapi dalam hatinya masing-masing mereka penasaran dengan wajah anak itu, dan tak dapat dipungkiri ada setitik sayang untuk anak itu."Bayinya perempuan, Mas. Lihatlah hidung dan bibirnya mirip denganmu," ucap Diandra lir
"Atas kasus apa?" tanya lelaki yang kini berjanggut sedikit tebal itu, maklum jarang mengurus wajah karena sibuk dengan berbagai masalah."Kasus prostitusi dan satu lagi dia juga terjerat kasus nark*ba, dia digrebek saat lagi pesta s*bu bersama seorang pria."Jantung Wira serasa mau copot mendengar kabar itu, ia langsung menduga soal penemuan barang haram di restorannya, apa mungkin itu juga ulah Diandra?"Saya ga ngerti, dia itu 'kan sudah menikah lagi hamil pula kok bisa-bisanya pakai barang haram itu?" Pak Haryadi memijat kening."Apa kalian ada masalah?" tanyanya lagi dengan raut putus asa.Wira masih diam, antara harus memberitahu mertuanya atau tidak."Kalian ada masalah apa sih?" Pak Haryadi bertanya lagi."Iya, Pa, Diandra kabur dari rumah karena berantem sama aku. Aku meragukan anak yang dikandungnya, karena ada lelaki yang bernama Kevin yang dicurigai ayah dari bayi itu." Wira terpaksa membeberkan.Ia sudah lelah menanggung masalahnya sendirian. Ternyata setelah berzina itu
Hari ini Wira dapat bernapas lega, pasalnya polisi mengabarkan ada penemuan sidik jari orang lain di plastik yang membungkus benda har*m itu.Tak hanya itu, ada dua orang saksi yakni yang sedang makan melihat seorang perempuan asing masuk ke dapur restoran, kini polisi sedang memburu wanita itu."Jadi, sekarang kamu sudah terbukti bukan pengedar ataupun pemakai benda haram itu?" tanya Mama Sandra, ia sampai bolak balik ke rumah anaknya."Iya, Ma. Alhamdulillah. Jadi kasus ini sebenarnya jebakan aja supaya restoran aku sepi."Mama Sandra dan Papa Dirga bernapas lega."Sekarang selesaikan masalahmu yang lain," timpal Papa Dirga.Wira melirik sang ayah."Papa sudah tahu masalahmu antara kalian bertiga, selesaikan secepatnya dan pilih salah satu," lanjutnya dengan sedikit ketegasan."Papa tahu dari mana masalah di hotel itu?" tanya Wira penasaran."Dari temen Papa, kebetulan kemarin katanya kamarnya bersebalahan, jadi ia mengetahui keributan yang terjadi."Wira merasa malu, masalah pribad