“Eh, mau ke mana?” tanya Meliana, ia tahan tangan Rika.
Rika terpaksa mundur kembali, ia tahu Meliana sudah tidak ingin bertemu kembali dengan Arga, masa lalu mereka sangatlah buruk. “Lihat siapa?” Meliana bertanya kembali, tidak mungkin bila ada pria yang mendadak melambaikan pada Rika di taman ini. “Ti-tidak, aku lupa mau apa tadi. Kau mau membeli sesuatu?” Meliana edarkan matanya, mulai memilih makanan dan minuman apa yang ingin ia beli. Tiba-tiba satu tangannya terangkat dan menunjuk ke arah pedagang kembang gula, Meliana sangat suka itu sejak dulu dan kembang gula bisa membuat dirinya lupa dengan masalah yang sedang ia hadapi. “Belikan aku itu, kau tadi berjanji akan membelikan apa saja yang aku mau, bukan?” Astaga, “Kau tidak bosan apa makan kembang gula?” Rika berusaha mengalihkan perhatian Meliana, ia lihat sekali lagi orang-orang yang tengah duduk di dekat pedagang itu. Dan Rika akhirnya bisa bernafas lega, pria yang ia duga mirip dengan Arga itu sudah tidak ada, dia yakin tadi hanya salah melihat saja. Di tempat duduk itu hanya ada pria paruh paya, bukan Arga dan temannya. Rika yang tadinya menolak, memutuskan untuk mengajak Meliana membeli kembang gula kesukaannya itu, bahkan ia berjanji akan membelikan sebanyak Meliana mau, dia sangat berharap hati Meliana sedikit lebih tenang dan semua permasalahan itu terlupakan. Walau Meliana tidak bercerita kepadanya, Rika paham dengan apa yang Meliana rasakan, ada duka dan luka yang mendalam di hati Meliana, sangat dalam sampai air mata pun tidak mau ke luar untuk meringankan rasa sakit itu. “Aku mau yang warna hijau,” ucap Meliana antusias. “Kau seperti bocah ingusan saja, kita ini sudah 27 tahun, Mel!” “Biar, week!” balas Meliana, ada senyuman yang melebar ketika kembang gula itu mulai diputar dan siap untuk ia lahap. Baru saja Rika ingin memilih warna dan Meliana membuka mulut untuk melahap kembang gula miliknya, tiba-tiba satu wajah pria yang tidak asing itu membuat semuanya terhenti. Kembang gula yang Meliana pilih dengan wajah sumringah tadi jatuh bercampur dengan tanah, bibirnya kembali rapat dan matanya berubah menjadi tajam, Meliana putuskan untuk pergi dan menjauh dari tempat itu. “Kalian?” Rika kerutkan keningnya, ia jelas tidak lupa dengan wajah Arga dan Juna, mereka dulu sering menghabiskan waktu bersama. Juna lambaikan satu tangannya, “Ha-hai, Rik.” “Ini petaka, aku harus pergi,” putus Rika, ia bayar kembang gula itu lalu memutar langkah, mengejar Meliana saat ini adalah hal yang paling utama. “Rik!" Seru Juna, dia ingin mengejar, tapi terhalang oleh Arga. “Biarkan saja,” ucap Arga. Meliana lebarkan langkahnya, dia tidak mau dan harus segera pergi dari taman ini, dia tidak menyangka kalau akan bertemu Arga, hatinya bukan semakin sembuh, tapi semakin sakit bila bertemu dengan pria itu. Hari yang tidak pernah Meliana harapkan, susah payah dia menjauh dari Arga dulu, ia patahkan sendiri harapan juga perasaannya yang belum tersampaikan, memilih untuk sama-sama sakit demi sebuah kebahagiaan yang tidak akan pernah ia sentuh. “Aku tidak mau bertemu dengannya, aku mau pulang!” Meliana minta kunci mobil itu. “Tolong, Mel ....” “Apa, mau apa?” Meliana terus memaksa Rika untuk memberikan kunci mobil itu, Rika tetap tidak mau. “Kau harus menjelaskan pada Arga apa yang terjadi dulu, kalian itu teman baik dan kesalah pahaman itu harus kalian perjelas,” cetus Rika sembari menekan kedua bahu Meliana. Wajah Meliana berubah pias, “Itu tidak penting, aku dan dia sudah tidak ada hubungan apapun, termasuk teman. Kita orang asing yang tidak akan pernah saling mengenal-“ “Kenapa?” Arga mendadak muncul di dekat Meliana dan Rika. Meliana balikkan tubuhnya, suara itu masih bisa ia kenal dengan jelas, tanpa melihat saja dia tahu kalau itu Arga, bahkan derap langkahnya bisa Meliana tebak. Kisah itu sudah lama dan sudah mereka kubur, tapi pertemuan ini entah kenapa membuat hati mereka semakin keras dan lemah sekaligus. Kalau Meliana bisa menutup buku dan membuka lembaran baru dengan sangat mudah, tapi tidak untuk kisahnya bersama Arga. Bahkan, hal serupa juga Arga rasakan meskipun bibirnya berucap tidak mau bertemu Meliana. “Apa yang terjadi?” tambah Arga. “Kasih ke aku kuncinya, Rik!” Meliana paksa Rika sekali lagi. *** Rika duduk pada akhirnya, ia paksa Meliana untuk tidak pergi karena Juna juga berusaha membuat Arga menurut dan mengesampingkan masalah pribadinya bersama Meliana. Baik Arga maupun Meliana tidak ada yang saling menyapa, bahkan melihat wajah masing-masing saja tidak, mereka mengubah fokus ke arah lain meskipun telinga lebar itu mendengarkan setiap jawaban dan ucapan yang terlontar. “Kalian sudah lama tidak bertemu, bukankah lebih baik untuk menjalin hubungan baik lagi?” Juna sepakat untuk menjadi penengah bersama Rika. “Benar, lupakan semua yang terjadi di masa lalu dan-“ “Kau tidak tahu apa yang terjadi!” potong Meliana, ia menunjuk kesal pada Rika. “Kalau begitu perjelas semuanya, Arga juga harus tahu apa yang terjadi,” balas Rika, ia tekankan sekali lagi pada Meliana untuk mengakhiri kesalah pahaman ini. Setelah semuanya jelas, Rika berjanji tidak akan memaksa Meliana untuk melakukan apapun, entah Meliana pada akhirnya tidak akan menjalin hubungan baik kembali bersama Arga atau sebaliknya, Rika berjanji tidak akan ikut campur. Rika hanya berharap semua ini selesai, ia rasa Arga juga harus tahu, pria itu memang terlihat acuh karena dia bukanlah Arga yang dulu, Rika dengar Arga sudah menikah, tapi sampai detik ini tidak ada yang mengaku kalau istri Arga telah tiada. “Aku tidak mau menjelaskan apapun,” putus Meliana, ia ambil ponselnya dan bersiap untuk kembali ke mobil. “Aku juga tidak butuh penjelasan apapun, aku sudah menikah dan tidak baik berbicara dengan dia,” ucap Arga dengan wajah mengeras. Meliana sunggingkan senyum mirisnya, ia menoleh pada Arga dan mengunci tatapannya, ia pun menunjuk benci Arga. “Benar, kau tidak baik berbicara dengan orang seperti aku, apalagi kau sudah menikah, itu pasti akan sangat menyakiti hati istrimu ... Walaupun aku bukan janda yang selalu dipandang sebelah mata, aku juga tidak akan berbicara denganmu!” ucap Meliana tegas. Untuk pertama kalinya Rika melihat air mata ke luar dari mata Meliana, bukan soal perpisahannya dengan Natan ataupun niatan Natan untuk menikah lagi, tapi karena ucapan dan pertemuannya dengan Arga. Meliana tinggalkan tempat itu, ia rebut kunci mobil di tangan Rika dan berjalan lebih dulu. “Kata-katamu menyakitinya, Ga, sialan!” Rika kejar temannya itu, meninggalkan Arga dan Juna tanpa penjelasan tambahan. Meliana hapus air matanya yang terus saja menganak sungai, dia tidak akan sakit hati bila orang lain yang mengatakannya, tapi bila itu Arga, hatinya tidak bisa menerima. Apa dia masih mencintai Arga sampai detik ini? Apa dia belum move on? Meliana tutup wajah basahnya, ia menangis seorang diri, bukan karena perasaan sukanya dulu pada Arga, tapi ada hal lain yang tidak semua orang tahu akan rasa sakitnya dulu, termasuk Arga sendiri. “Mel-“ “Aku mau pulang,” potong Meliana, ia pejamkan matanya."Mel, tolong dengarkan aku!"Sia-sia, Meliana tutup pintu kamarnya rapat, ia tidak ingin satu orang pun masuk ke sana, termasuk Rika.Air matanya kembali jatuh, lenyap sudah bayang santai yang Meliana tampilkan akhir-akhir ini, semua seolah kembali pada masa lalu di mana ia tertawa sembari bersandar pada bahu Arga.Dia, pria terbaik waktu itu, sebelum semuanya berakhir dan mereka terpisah karena satu hal yang tidak bisa Meliana jelaskan.Perasaan yang ada di hati dan tertanam subur di sana tidak pernah tersampaikan, terpaksa Meliana kubur dalam-dalam dan tidak berminat untuk menggalihnya kembali.Arga dan semua kenangan itu pun telah pergi seiring dengan keputusan Arga dan keluarganya meninggalkan kota ini.Tidak pernah Meliana bayangkan hari ini, pertemuan ini terjadi kembali. Ada duka yang mereka simpan,
"Amel?" gumam Arga.Ia tidak menyangka kalau akan bertemu dengan Meliana lagi, di tempat ia bekerja dan ternyata satu kantor dengan Meliana.Ada hati yang berkhianat saat ini, wajah dan mulutnya keras menyatakan tidak mau bertemu lagi, tapi dalam hati tidak ada yang tahu.Arga berlari menghampiri Meliana, tidak ia hiraukan Juna yang tertinggal di belakang dengan wajah bingung."Mel," sapanya gugup.Meliana menoleh, ia bawa kerutan kening yang sedari tadi terpajang di wajahnya, Meliana sudah sah ke luar dari kantor ini, hanya saja dia tidak mendapat izin untuk pulang lebih awal."Kau," ucap Meliana lirih, ia berbalik lagi dan berjalan acuh.Arga tarik tangan yang mengayun itu."Lepaskan!" pinta Meliana, ia tepis tangan Arga yang menggenggam tangannya
Tidak ada yang tahu apa yang Arga lakukan sepulang kerja, dia berdiri di dekat rumah kontrakan Meliana. Informasi yang mudah sekali ia dapatkan dari bagian personalia di kantor barunya, kebetulan Arga pernah satu kampus dulu.Entah apa yang Arga fikirkan dan harapkan hingga semua ini bertolak belakang dengan ucapannya, dia datang menemui Meliana, tapi bukan karena ingin wanita itu menjadi pendamping dan pemilik hatinya seperti dulu lagi, Arga hanya ingin rasa penasaran di dalam hatinya terjawab saat ini."Arga," sapa Rika yang baru saja berbelanja di mini market tidak jauh dari rumah itu.Arga menoleh kaget, "Kau ada di sini?" tanya Arga."Apa kau lupa kalau rumahku tidak jauh dari sini? Aku sedang menemani Meliana sekaligus mau belajar berjualan online, kau sendiri?"Tenggorokan Arga terasa tercekat, dia tertangkap basah, tapi ini Rika, ada ha
"Jaga bicaramu, Ga!" Neni tunjuk Arga tegas, ia menolak keras pembelaan anaknya pada gadis bernama Meliana yang kini telah berubah menjadi seorang janda.Setelah mengantar Meliana kembali ke rumah kontrakan itu, Arga putar kemudinya ke rumah sang ibu yang cukup jauh, rumah baru di mana dulu Arga memutuskan untuk pindah bersama keluarganya setelah Meliana menikah.Juna sudah berusaha menghentikan, bahkan ia sampai rela meminjam mobil kantor untuk menyusul Arga, tapi sampai tengah jalan mobil itu mogok, mau tidak mau Juna harus menunggu jemputan dari bengkel langganan kantornya."Apa yang Ibu katakan ke Amel itu kasar, kejam ... Amel tidak seburuk itu, Bu!" batinnya tersayat mendengar kenyataan bahwa ibunya lah yang menjadi penyebab Meliana pergi waktu itu."Ibu seperti itu untuk kebaikanmu, kau bisa menikah dengan wanita lain yang jauh lebih-""Lebih apa? Lebih apa, Bu? Lihat aku sekarang, aku menjadi duda setelah
"Ada apa?" tanya Meliana setengah berteriak, ia rebut ponsel itu karena panik.Rika masih tertegun dan tifak bisa menjawab apa-apa, baru saja tadi dia membuat status di status instagramnya, dalam sekejap banjir dukungan juga ada yang sudah tidak sabar untuk membeli, mereka percaya dengan pilihan Rika."Ini gila dan luar biasa, kita harus menemukan suplier yang tepat, Mel!" Rika genggam tangan Meliana yang bebas."Bener, kita harus temukan paling lambat besok pagi, ikan yang sudah mendekat tidak boleh kita sia-sia kan, mulai hubungi saja," putus Meliana, ia rela tidak tidur semalaman untuk menemukan suplier daster jawa tengah yang hits saat ini.Satu per satu kontak mereka hubungi, menunggu jawaban yang beruntung sekali tengah malam masih dilayani, bahkan mereka dipersilahkan untuk masuk ke grup reseller daster itu."Bagus, beneran!" seru Meliana, ia tidak menyangka akan menemukan suplier
"Bagaimana respon mereka?" Meliana tidak sabar dengan hasil posting pertama yang Rika lakukan.Jujur saja, dalam hal media sosial dan segalanya yang berhubungan dengan jaringan luas itu, Rika lah penguasanya.Meliana kalah jauh, disamping itu dia juga sudah lama tidak aktif di media sosial, otomatis banyak teman yang sudah lupa dan hilang."Sold out," ucap Rika sembari membusungkan dadanya."Benarkah?" Meliana pastikan ulang, dan memang benar adanya, dasyer satu seri itu hampir menjadi rebutan teman-teman Rika dulu di kantor.Meliana juga kenal, tapi tidak terlalu akrab.Semua ingin mencobanya hari ini, mau tidak mau Meliana dan Rika harus mengantar ke kantor, tempat di mana mereka dulu mencari rezeki.Meliana siapkan semuanya, termasuk nota, semua harus tercatat rapi hingga mereka bisa membuat kesimpulan selama bulan pertama percobaan usaha ini.
Arga sugar rambutnya ke belakang berulang kali, ia mengesah tanpa henti karena keberaniannya menahan langkah Meliana tadi."Kau yakin hanya membayangkan saja tadi?" Juna lebih panik dari Arga."Hem, aku hanya membayangkan saja saat aku melihat wajanya.""Sungguh, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau sampai kau benar-benar mengatakan hal itu pada Meliana, dia bisa saja pergi dari kota ini," jelas Juna, menguap sudah kepanikannya."Aku juga berfikir seperti itu." Arga menunduk, ia hela nafas berulang kali sampai dirasa ia benar-benar tenang.Tadi, dia memang menahan Meliana dan memojokkan gadis itu, tapi belum sempat ia berkata apa-apa, bayangan buruk dari ucapan yang jujur dari hatinya itu sudah membuatnya ketakutan.Meliana pasti tidak akan pernah mau menemuinya lagi meskipun itu tidak sengaja, Arga mau tidak mau harus menahan diri yang mulai sadar kalau sampai detik ini dia masih sangat mencintai Me
Tidak ada satu panggilan pun yang Meliana jawab, ia yakin sedari tadi Rika menunggunya di rumah dengan banyak barang yang siap untuk mereka ambil gambar dan posting.Tapi, di sinilah Meliana berhenti, di tempat yang dia benci untuk pertama kali datang sekaligus, tempat di mana ia bertemu dengan Arga setelah sekian lama terpisah.Meliana menunduk dan tenggelam dalam siksaan batinnya, lagi-lagi nasib tidak berpihak kepadanya."Kenapa aku harus bertemu dengan wanita kejam itu lagi?" tangisnya terdengar memiluhkan.Mata bengkak dengan air mata yang tidak mau berhenti itu seolah menjadi tanda seberapa parah dan pedihnya hal yang menimpa Meliana hari ini.Dia bertemu lagi dengan ibu Arga,Wanita itu berdiri menghalangi motor Meliana yang hendak masuk ke area dekat rumah kontrakan, entah dari mana wanita itu tahu tempat tinggal baru Meliana, yang jelas pertemuan itu terjadi hari ini.Neni berga