Share

Hari Baru

 Meliana kosongkan waktunya, hari ini dia harus menata semua barang-barang di rumah yang baru ia sewa beberapa minggu lalu.

 Di rumah petak ini Meliana bersembunyi dari banyak kecaman keluarga suaminya, dia menenangkan diri sembari terus mengikuti peraturan yang ada.

 Masih teringat jelas di benak Meliana akan nasib malang dan ucapan kasar yang ia terima dari sang ibu mertua, tapi dari kejadian ini Meliana tersadar bahwa tidak akan pernah enak hidup di bawah kaki dan tangan orang lain. 

 Ini hidupnya dan siapapun tidak berhak untuk ikut campur lagi, Meliana tutup buku diary lamanya, ia buka lembaran baru dengan status baru.

 Menjadi janda bukanlah hal yang mudah, Meliana harus tampil biasa di tengah mentalnya yang melemah, banyak anggapan miring di luar sana tentang seorang janda.

 “Kau tidak mau jalan-jalan sore ini?” tawar Rika, kakinya sudah gatal dan ingin menikmati matahari tenggelam.

 “Pergilah sendiri, aku tidak mau bertemu siapapun.”

 “Kenapa? Kita hanya pergi ke taman dan di sana tidak ada yang mengenalmu, Mel. Kita hanya akan menikmati senja sampai matahari itu tenggelam sempurna, kalau ada hal lain itu hanya kesibukan mulut kita mengunyah makanan, kau tahu itu,” oceh Rika, bayangan jalan-jalan sorenya sontak lenyap.

 Rika mencoba memeriksa ponselnya, tidak ada notif dari satu pria pun di sana, padahal sudah lebih dari tiga story yang ia bagikan, nasib jomblo memang tidak jauh beda dengan janda, itu kesimpulannya saat ini.

 Jomblo dan janda seolah menjadi aib tersendiri bagi beberapa lapisan masyarakat, perlu diingat kalau itu masuk pada hitungan terbanyak.

 “Ayolah,” merengek sembari menggoyangkan bahu Meliana.

 “Apasih?”

 “Jalan-jalan, Mel!”

 “Iya, oke. Tapi, jangan sampai mengajakku untuk berkenalan!” ucap Meliana tegas, dia ingin hidup damai seorang diri untuk sementara ini.

 Rika bersorak riang, dia berikan hormat layaknya peserta upacara bendera pada Meliana, “Kalau ada pemuda tampan, tentu aku akan berkenalan sendiri. Dan kalau mereka menanyakan tentang dirimu, akan aku jawab kalau kau sudah menikah,” ujarnya sumringah.

 Terserah!

 Meliana kembali fokus pada barang-barangnya, ia tata satu per satu sembari mengingat kenangan yang tersimpan di sana.

 Ia buang beberapa barang yang mengingatkannya pada Natan, itu sudah tidak berarti lagi, Meliana tidak mau disebut sebagai orang yang gagal move on dan membayangkan pria yang sudah ia tinggalkan sebagai bentuk penyesalan.

 Tidak, hal bodoh itu tidak akan terjadi.

***

 “Jun, bawa saja kuncinya, aku takut lupa.” Arga lempar kunci mobil yang baru saja ia cabut itu.

 Sejak Nia meninggal dunia, ada yang hilang dalam hidup Arga, dia menjadi sering tidak fokus dan mudah lupa, bahkan kinerjanya menurun sampai berulang kali mendapat teguran dari atasannya.

 “Baiklah,” sahut Juna, ia simpan kunci mobil itu ke saku belakang celananya.

 Sore ini, mau tidak mau Arga putuskan untuk ikut bersama Juna, berjalan-jalan di sebuah taman yang konon katanya bisa melihat matahari tenggelam, di sana juga perut akan terasa dimanjakan.

 Arga rentangkan kedua tangannya, banyak hal yang membuat ingatannya tertarik pada sang mantan istri, berulang kali juga Arga pandangi hamparan langit luas itu, ia tersenyum seolah-olah tengah menatap wajah lembut mantan istrinya itu.

 “Nia sudah tenang di sana dan dia pasti tidak akan suka melihatmu rapuh seperti ini, kau harus bertahan dan berjuang, kau bisa kehilangan pekerjaanmu kalau terus terpuruk seperti ini,” tutur Juna, sulit sekali menembus pertahanan diri Arga dalam hal ini.

 Nia adalah gadis yang pada akhirnya Arga cintai sebelum mereka menikah, mereka dijodohkan dan sebelum itu hati Arga terus terpaut dan susah terlepas dari sosok riang bernama Meliana.

 Kabar perpisahan Meliana dan Natan sempat membuat Arga terkejut, tapi hatinya tidak berdenyit sama sekali, mungkin nama Meliana sudah tidak ada di hatinya lagi.

 Walau Arga akui, hatinya hancur ketika mendengar Meliana akan menikah dan dia menyesal karena selama ini tidak pernah saling mengungkapkan rasa di hati, baik dirinya ataupun Meliana terlalu menikmati ruang pertemanan itu hingga tanpa disadari cinta tumbuh dan terenggut begitu saja.

 “Apa kau tidak mau menikah lagi, membuka hati untuk orang lain mungkin?” tanya Juna, matanya mulai memindai wajah-wajah para gadis yang kebetulan ada di taman luas itu.

 Arga gelengkan kepalanya, “Dua kali aku kehilangan, aku tidak mau merasakan sakit yang sama lagi seperti ini. Aku juga masih sangat mencintai Nia, Jun.”

 “Huuh, padahal mereka yang ada di sini cantik-cantik ... Atau kau mau bertemu dengan Meliana lagi? Dia sudah sendiri sekarang.”

 “Tidak, dia meninggalkan aku dulu, kita beda pandangan,” jawab Arga.

 Meliana adalah sosok yang tangguh, memang asik berada di dekat Meliana dengan semua perhatiannya, tapi tidak untuk saat ini dan Arga tidak mau masa lalu itu terulang lagi.

 “Bukan salah Meliana meninggalkanmu, kau saja yang tidak mengatakan perasaanmu yang sebenarnya pada gadis itu dulu. Aku yakin dia juga menyukaimu waktu itu,” simpul Juna.

 “Sudah jangan dibahas lagi, intinya aku tidak mau menikah meskipun itu Meliana yang datang!”

 Juna terkekeh mendengarnya, dia yakin tidak salah melihat bahwa di ujung taman itu ada seorang gadis berparas mirip dengan Meliana, bahkan Juna juga tidak lupa dengan wajah Rika, teman sejati Meliana yang kerap ikut berfoto dan Meliana bagikan di akun media sosialnya.

 Bila takdir berkata lain, entahlah ....

***

“Aku mendapatkan lima nomor ponsel pemuda sekaligus, keren kan!”

 Rika dengan bangganya menunjukkan itu pada Meliana yang jelas-jelas jengah, dia jauhkan ponsel itu dari depan matanya dan meminta Rika untuk segera membeli apa yang ia inginkan, lalu pulang.

 Udara di taman ini sangat dingin dan anginnya cukup kencang, Meliana hanya memakai baju lengan pendek tanpa jaket, sedari tadi Meliana rapatkan kaki juga tangannya untuk menghalau rasa dingin yang menyerang.

 “Kau tidak mau berkenalan dengan mereka?”

 Meliana lempar lirikan tajamnya, “Bukankah sudah aku katakan tadi, aku tidak mau berkenalan atau menemui siapapun!”

 “Oke, baiklah. Aku lupa karena mereka terlalu menggoda dan entah sampai kapan aku harus menemani patung acuh satu ini.”

 “Siapa patung acuh?”

 “Kau!”

 Rika berlari menghindari lemparan batu kecil yang Meliana lancarkan, dia sedang tidak ingin berhubungan dengan siapapun, bahkan Meliana sudah memutuskan untuk berhenti bekerja akhir bulan ini.

 Dia ingin menenangkan dan membahagiakan dirinya dengan sisa uang tabungan yang ada, kalau bisa Meliana akan menjadi pengusaha saja, entah usaha apa, yang jelas Meliana ingin melakukan semuanya sendiri.

 “Dia Arga kan?” Rika tajamkan matanya, memastikan ulang, pria yang tengah duduk di dekat pedagang kembang gula itu sangat mirip dengan Arga, cinta monyet Meliana. “Apa aku hampiri saja,” imbuhnya bimbang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
IkHe nda Mazaynrys
baru baca 2 part dan aq suka. mo lnjt baca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status