แชร์

6. Rahasia yang Mulai Terbuka

ผู้เขียน: red sugar
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-05-22 21:14:53

Suasana di dalam mobil terasa mencekam sepanjang perjalan pulang. Saira masih memikirkan pertemuannya dengan Larissa, sementara Dava tetap fokus menyetir, ekspresinya sulit ditebak.

Saira menggigit bibirnya. Ia ingin bertanya lebih jauh tentang cincin yang disebutkan Larissa, tetapi ia tahu Dava bukan tipe pria yang akan menjawab pertanyaan dengan mudah. Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, ia akhirnya tidak bisa menahan diri.

“Dava,” panggilnya pelan.

“Hm?”

“Cincin yang Larissa bicarakan... itu cincin apa?”

Dava tidak langung menjawab. Tangannya tetap erat menggenggam setir, seolah sedang menimbang-nimbang apakah ia akan menjawab atau. Setelah beberapa detik, ia akhirnya membuka mulut.

“Itu bukan urusanmu.”

Saira menghela napas, menahan rasa frustrasi. “Aku istrimu. Setidaknya selama setahun ini. Jika sesuatu dari masa lalumu bisa memengaruhi kehidupan kita sekarang, aku berhak tahu.”

Dava meliriknya sekilas sebelum kembali menatap jalan. “Cincin itu... sesuatu yang aku simpan sejak lama. Itu tidak ada hubungannya denganmu.”

Saira mencibir. “Kalau tidak ada hubungannya denganku, kenapa Larissa membicarakannya di hadapanku?”

Dava mendesah. “Karena dia suka bermain drama, Dan kamu terlalu mudah terpancing.”

“Aku tidak terpancing,” Saira membantah cepat. “Aku hanya ingin tahu kenapa dia bersikeras kalau kamu masih peduli padanya.”

Dava tidak menjawab. Keheningan kembali menyelimuti mereka sampai mobil berhenti di depan rumah.

Begitu masuk ke dalam rumah, Dava langsung melepas jasnya dan melemparkannya ke sofa. Saira masih berdiri di dekat pintu, menatapnya dengan ekspresi penuh pertanyaan.

“Apa kamu benar-benar tidak akan memberitahuku?” tanya Saira, tangannya terlipat di depan dada.

Dava mengusap wajahnya, tampak lelah. “Aku tidak suka membahas masa lalu.”

“Tapi aku ingin tahu. Bukankah kita pasangan suami istri, setidaknya dalam kontrak?”

Dava menatapnya tajam. “Kamu benar-benar ingin tahu?”

Saira mengangguk mantap.

Dava menghela napas panjang sebelum berkata, “Aku dulu bertunangan dengan Larissa. Cincin itu miliknya.”

Saira membeku. Ia sudah menduga ada sesuatu antara mereka, tetapi tetap saja mendengarnya langsung membuat dadanya sedikit sesak.

“Lalu... kenapa kamu masih menyimpannya?” tanyanya pelan.

Dava meneguk airnya sebelum menjawab, “Karena aku tidak sempat mengembalikannya. Dan setelah semuanya berakhir, aku tidak peduli lagi.”

Saira terdiam. Ia ingin percaya pada kata-kata Dava, tapi perasaan tidak enak itu tetap ada.

***

Malam itu, Saira gelisah. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang belum terjawab. Kenapa Dava masih menyimpan cincin itu? Jika Larissa memang meninggalkannya, kenapa sekarang dia kembali?

Penasaran, Saira keluar dari kamar dan berjalan ke ruang kerja Dava. Ia ragu sejenak sebelum mendorong pintu yang ternyata tidak dikunci. Matanya langsung tertuju pada sebuah kotak kecil berwarna hitam di atas meja. Dengan tangan gemetar, ia membuka kotak itu dan melihat cincin berlian yang sangat indah. Tapi yang membuatnya terkejut bukan hanya itu. Di dalam kotak itu, ada secarik kertas kecil bertuliskan: “Maafkan aku.”

Saira menahan napas. Apa ini dari Larissa? Jika benar, kenapa Dava masih menyimpannya?

“Apa yang kamu lakukan di sini?”

Suara dingin Dava membuatnya tersentak. Ia menoleh dan melihat pria itu berdiri di ambang pintu dengan ekspresi tajam.

Ketahuan.

Dava melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Suasananya begitu sunyi hingga Saira bisa mendengar detak jantungnya sendiri.

“Aku tanya sekali lagi,” ucapnya dengan suara rendah. “ Apa yang kamu lakukan di sini?”

Saira menggenggam ujuang bajunya, mencoba menenangkan diri. “Aku hanya ingin tahu. Aku tidak bisa tidur dan... aku penasaran.”

Dava menatapnya dalam, lalu melirik kotak cincin di tangannya. “Penasaran?” Ia tertawa kecil, tapi tanpa humor. “Atau kamu tidak percaya padaku?”

Saira mendongak. “Kamu sendiri yang tidak pernah menjelaskan apa pun padaku! Bagaimana aku bisa percaya kalau kamu selalu menutup diri?”

Dava berjalan mendekat, membuat Saira mundur hingga punggungnya menyentuh meja.

“Jadi, kamu pikir aku masih peduli pada Larissa?” tanyanya, suaranya semakin dalam.

Saira menggigit bibir. “Aku tidka tahu, Dava. Tapi aku ingin tahu yang sebenarnya.”

Dava menatapnya lama sebelum akhirnya mengulurkan tangan dan mengambil kotak itu dari tangannya.

“Cincin ini bukan hanya milik Larissa,” katanya pelan. “Ini cincin yang seharusnya kupakai saat menikah dengannya. Tapi pernikahan itu tak pernah terjadi.”

“Kenapa?” pbisik Saira.

Dava tersenyum miring. “Karena dia meninggalkanku.”

Jantung Saira seolah berhenti berdetak. “Larissa... meninggalkanmu?”

Dava mengangguk. “Di hari pernikahan kami, dia menghilang. Tidak ada kabar, tidak ada penjelasan. Semua orang menunggu, termasuk aku, tetapi dia tidak pernah datang.”

Saira terpaku. Ia tidak menyangka di balik dikap dinginnya, Dava menyimpan luka sedalam ini.

“Dan sekarang dia kembali?” tanya Saira, suaranya nyaris bergetar. “Untuk apa?”

Dava menatap cincin itu lama sebelum akhirnya berkata, “Untuk mengambil sesuatu yang bukan miliknya lagi.”

Saira menelan ludah. Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan, tapi sebelum ia sempat berbicara, Dava menyimpan kembali cincin itu ke dalam laci dan menatapnya dengan serius.

“Aku tidak ingin membicarakan ini lagi,” katanya tegas. “Dan aku tidak ingin kamu menyentuh barang-barangku tanpa izinku.”

Saira menggigit bibirnya, tetapi ia mengangguk. Ia tahu Dava sedang berada di ambang batas kesabarannya.

Saat ia berbalik untuk pergi, Dava tiba-tiba berkata, “Saira.”

Saira berhenti, lalu menoleh.

Dava menatapnya dalam. “Kalau aku memberitahumu segalanya... apa kamu akan tetap tinggal?”

Saira tidak tahu harus menjawab apa.

Dan sebelum ia bisa berkata apa-apa, layar ponsel Dava yang tergeletak di meja menyala. Sebuah pesan baru muncul.

“Kau bisa mencoba menjauh, tapi aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja, Dava.”

Larissa.

Saira menahan napas.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Nikah Kontrak sama Bos Dingin   7. Menantu Favorit Mama

    Saira tidak bisa tidur setelah membaca pesan Larissa di ponsel Dava. Perempuan itu jelas masih ingin mengusik kehidupan mereka. Tapi yang lebih menganggunya adalah reaksi Dava—begitu dingin, seolah ancaman itu tidak berarti apa-apa. Keesokan paginya, Saira bangun lebih awal dari biasanya. Saat ia keluar kamar, aroma kopi sudah memenuhi rumah. Dava duduk di meja makan, membaca sesuatu di laptopnya sambil menyeruput kopi hitamnya. Saira menarik napas dalam dan berjalan mendekat. “Pagi.” Dava hanya melirik sekilas. “Pagi.” Saira duduk di seberangnya. Ia menatap pria itu sebelum akhirnya bertanya, “Kamu tidak akan melakukan apa pun tentang Larissa?” Dava tidak segera menjawab. Ia menutup laptopnya dan menatap Saira dalam-dalam. “Aku sudah terbiasa dengan cara Larissa. Jika aku merespon, itu hanya akan membuatnya semakin bersemangat.” “Jadi kamu akan membiarkannya terus menganggu kita?” Dava menyesap kopinya

  • Nikah Kontrak sama Bos Dingin   6. Rahasia yang Mulai Terbuka

    Suasana di dalam mobil terasa mencekam sepanjang perjalan pulang. Saira masih memikirkan pertemuannya dengan Larissa, sementara Dava tetap fokus menyetir, ekspresinya sulit ditebak. Saira menggigit bibirnya. Ia ingin bertanya lebih jauh tentang cincin yang disebutkan Larissa, tetapi ia tahu Dava bukan tipe pria yang akan menjawab pertanyaan dengan mudah. Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, ia akhirnya tidak bisa menahan diri. “Dava,” panggilnya pelan. “Hm?” “Cincin yang Larissa bicarakan... itu cincin apa?” Dava tidak langung menjawab. Tangannya tetap erat menggenggam setir, seolah sedang menimbang-nimbang apakah ia akan menjawab atau. Setelah beberapa detik, ia akhirnya membuka mulut. “Itu bukan urusanmu.” Saira menghela napas, menahan rasa frustrasi. “Aku istrimu. Setidaknya selama setahun ini. Jika sesuatu dari masa lalumu bisa memengaruhi kehidupan kita sekarang, aku be

  • Nikah Kontrak sama Bos Dingin   5. Batasan yang Semakin Kabur

    Setelah pertemuan dengan Larissa, suasana rumah menjadi lebih tegang. Saira tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata wanita itu. Apakah benar Dava masih terikat dengan masa lalunya? Jika ya, kenapa dia memilih pernikahan kontrak ini? Pagi itu, Dava berangkat lebih awal dari biasanya. Saira hanya melihatnya sekilas sebelum pria itu menghilang ke balik pintu dengan ekspresi datar. Tak ada percakapan, tak ada peringatan seperti kemarin. Saira mencoba mengisi waktunya dengan melakukan sesuatu yang produktif. Ia mulai membereskan rumah, memasak makanan yang bisa bertahan lama di kulkas, dan bahkan mulai membaca buku yang ada di rak Dava. Namun, pikirannya tetap tidak bisa tenang. Setelah siang, ia akhirnya memutuskan untuk keluar sebentar. Ia tahu Dava melarangnya pergi sendirian, tetapi ia tidak bisa terus-terusan merasa terkurung di dalam rumah ini. Saat ia berjalan di trotoar dekat kompleks rumah mereka, ia merasakan sesuatu yang aneh. Seo

  • Nikah Kontrak sama Bos Dingin   4. Rahasia Di Balik Nama

    Malam itu, Saira tidak bisa tidur nyenyak. Pikirannya terus dipenuhi pertanyaan tentang pesan misterius yang ia terima. Ia mencoba mencari tahu siapa pengirimnya, tetapi nomor tersebut tidak terdaftar di kontak mana pun. Saat akhirnya ia terlelap, suara dering ponsel membangunkannya. Saira meraba ponselnya di meja samping tempat tidur dan melihat layar. Panggilan dari nomor tidak dikenal lagi. Jantungnya berdegup kencang. Tangannya ragu untuk menjawab, tapi rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. “Hallo?” suaranya terdengar serak. Hening. Tidak ada suara di seberang sana. Saira mengernyit. “Siapa ini?” Masih tidak ada jawaban. Tetapi sebelum menutup panggilan, suara napas seseorang terdengar pelan. “Saira...” Suara itu hampir berbisik. Dingin, dan membuat bulu kuduknya berdiri. Saira langsung menutup telepon dan meletakkan ponselnya jauh dari tempat tidur. Ia menarik selimut hingga menutupi seluruh tu

  • Nikah Kontrak sama Bos Dingin   3. Rumah Baru, Suami Dingin

    Setelah pernikahan yang terasa seperti mimpi buruk, Saira pikir dia akan tetap tinggal di kediaman keluarga Pratama. Namun, dugaan itu salah. “Kalian akan tinggal di rumah ini, kan?” Tanya Tante Rina dengan wajah penuh kebahagiaan. “Enggak, Ma. Aku udah siapin rumah buat Saira. Jadi kami akan tinggal di rumah kami sendiri.” Ujar Dava tegas. Saira yang tadinya senang dengan pertanyaan Tante Rina mendadak terkejut, tapi ia menahan ekspresinya. Dia melirik Dava, yang seperti biasa, tidak menunjukkan emosi apa pun. Pria itu hanya diam membatu setelah mengucapkan keputusan tersebut seolah memang sudah ia rencanakan sejak awal. Saira menelan ludah. Tinggal berdua dengan pria asing di rumah yang bukan rumahnya? Rasanya aneh, menakutkan bahkan. Tapi dia tidak punya hak untuk protes. Malam itu juga mereka pindah. *** Perjalanan menuju rumah baru mereka terasa sunyi. Saira duduk diam di dalam mobil, menatap jalanan kota yang mulai sepi. Dava ada di sampingnya, tetapi pria itu sibuk dengan

  • Nikah Kontrak sama Bos Dingin   2. Antara Takdir dan Paksaan

    Saira terbangun dengan kepala berat. Matahari belum sepenuhnya naik, tapi pikirannya sudah dipenuhi kecemasan. Hari ini dia harus bersiap untuk pernikahan yang bahkan tak pernah dia inginkan. Saat dia keluar dari kamar, suara ibunya terdengar dari dapur. "Saira, ayo sarapan." Langkahnya terasa berat. Setiap detik mendekatkannya pada pernikahan dengan pria asing itu. Ketika dia duduk di meja makan, Naira sedang sibuk dengan ponselnya, tak menunjukkan tanda-tanda peduli. Saira menggigit bibirnya. Hubungan mereka memang tidak akur, tapi setidaknya sedikit perhatian dari adiknya akan membuatnya merasa lebih baik. "Sudah siap jadi pengantin pura-pura?" tanya Naira tanpa menoleh. Saira menatapnya t

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status