Verrel mendapatkan kiriman foto dari orang suruhannya yang menguntit Angela bersama dengan seorang laki-laki tampan seumuran dengannya.
"Sial dia enak-enakan bersama dengan pria lain sementara aku di rumah," gerutu Verrel.
Ting
Pesan kedua ia terima. Alangkah terkejutnya Verrel melihat foto pria itu memakaikan cincin berlian di jari manis Angela. Mereka sedang berada di toko perhiasan.
"Dia mau saja memakai perhiasan murah pemberian pria itu. Sementara cincin pernikahan kami saja tidak pernah ia pakai. Apa maunya wanita itu," batin Verrel.
Di toko perhiasan Angela membantu Adam untuk memilih cincin.
"Hemm, mana menurutmu yang bagus?" tanya Adam.
"Yang ini sih menurutku, bentuknya simpel sederhana tapi elegan," kata Angela.
"Hah, memang kau jago memilih dalam hal beginian. Sayang kau sudah menikah Angela, kalau tidak mungkin aku akan meminangmu sekarang," ucap Adam.
"Ah, jangan bilang seperti itu. Aku sudah menganggapmu sebagai kakakku. Selain itu juga sebentar lagi kalian akan bertunangan," terang Angela.
"Iya, tapi dari dulu yang ku inginkan adalah kamu. Pertunangan ini berlangsung atas keinginan kedua orang tuaku. Mereka sudah tidak sabar ingin menimang cucu. Ya, karena calonku sudah di ambil orang, mau tidak mau aku menerima perjodohan ini," kelakar Adam.
"Calon yang mana di ambil orang?" tanya Angela.
"Tuh, wanita cantik yang sedang berada di sebelahku sekarang," kata Adam.
"Kakak ini suka bercanda saja," kata Angela tersipu malu.
"Pesan ini saja, kalau begitu," kata Adam pada pelayannya.
"Baik, Tuan. Besok akan selesai seperti yang Anda inginkan," kata pelayan toko itu.
Adam menyerahkan kartu kreditnya untuk membayar tagihan perhiasan. Setelah dari toko perhiasan Adam mengajak Angela makan malam.
"Aku tidak enak seharian membawa pergi istri orang. Apa tadi kau sudah ijin dengan suamimu?" tanya Adam setibanya di sebuah restoran.
"Sudah, tadi aku sudah ijin," jawab Angela.
"Syukurlah, jadi aku tidak seperti membawa kabur istri orang," kata Adam tertawa.
"Lagi pula di rumah terus aku juga bosan," kata Angela sembari duduk di kursi yang telah di pesan Adam.
"Kenapa bosan? Verrel tidak mengajakmu jalan-jalan?" tanya Adam.
"Bukan begitu, dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya akhir-akhir ini," kata Angela berbohong.
Padahal sebenarnya ia terpaksa menerima ajakan Adam karena ia ingin terbebas dari cengkeraman singa. Seharian bersama Verrel membuatnya ketakutan setengah mati. Lelaki itu menuntut hubungan suami istri, sementara Angela belum siap melakukannya. Ia takut jika buah dari hubungannya itu menghasilkan anak.
Melihat Verrel yang tidak bertanggung jawab pada pacar sebelumnya yang ia hamili, membuat Angela berpikir ulang untuk melakukannya bersama Verrel.
Ia juga sangsi apakah laki-laki itu benar-benar mencintainya atau tidak.
"Hei, kok melamun? Kamu mau pesan apa?" tanya Adam.
"Terserah saja, asal bisa di makan," jawab Angela.
"Tidak, pesanlah menu kesukaanmu. Jangan sampai kau menyesal jika rasanya tidak cocok dengan seleramu," lanjut Adam.
"Baiklah, aku pesan ini saja. “Angela menunjuk pada sebuah gambar di daftar menu. Adam memanggil pramusajinya agar mencatat pesanan mereka.
"Sebentar lagi kami akan kembali membawa pesanan Anda," ucap pramusajinya.
Angela melihat-lihat desain interior restorannya. Ia sedikit kagum dengan desain yang unik, dimana di dindingnya di pajang lukisan-lukisan yang menggambarkan tema masa lalu perkembangan restoran itu.
Tatapannya tiba-tiba berhenti pada Adam yang tengah menatapnya.
"Eh, kenapa melihatku seperti itu?" tanya Angela.
"Kau sibuk mengagumi lukisan yang berada di dinding, sementara aku sibuk mengagumi ciptaan Tuhan yang tengah duduk di depanku," seloroh Adam.
Angela menjadi tersipu malu. "Jangan berkata seperti itu, bagaimana jika calon tunanganmu mendengarnya. Ia pasti sangat cemburu."
"Dia tidak akan cemburu, karena di hati kami tidak ada cinta," kata Adam.
Tak berapa lama dua orang pramusaji datang menyajikan pesanan di atas meja.
"Heem, sepertinya semuanya enak," ucap Angela.
"Makanlah, seharian aku sudah mengajakmu berkeliling. Kau pasti sangat lapar," kata Adam.
"Piring aja mau ku makan saking laparnya," kelakar Angela.
Mereka berdua menyantap makanan yang di pesannya. Dengan lahap Angela menikmati makanannya. Adam senang melihat Angela tidak sungkan-sungkan.
Dulu ketika mereka masih kuliah, ia tidak memiliki keberanian untuk menyatakan cinta pada Angela. Karena pada saat itu Adam juga tidak sendiri. Statusnya sebagai kakak kelas yang di gemari banyak wanita membuatnya tidak bisa mendekati Angela dengan mudah. Selalu saja ada wanita yang menghalangi langkahnya. Sekarang semua hanya tinggal masa lalu, Angela sudah menjadi istri seorang CEO ternama. Harapan untuk merebut hati Angela semakin jauh.
"Aku sudah selesai makan, kuta pulang yuk," kata Angela.
"Kenapa? Kau takut suamimu marah?" tanya Adam.
"Ya, perasaanku tidak enak saja. Jadi sebaiknya antar aku pulang," pinta Angela.
"Baiklah, aku bayar tagihannya dulu." Adam memanggil pramusajinya untuk membayar billnya.
Setelah menyelesaikan pembayarannya Adam dan Angela keluar dari restoran. Mereka menuju ke parkiran mobil. Adam membukakan pintu untuk Angela, lalu ia memutar ke arah pintu satunya.
"Tenanglah, akan ku jelaskan pada suamimu jika aku mengajakmu membeli cincin pertunanganku," kata Adam.
"Tidak usah, dia tidak apa-apa kok," kata Angela.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, di iringi musik romantis yang di perdengarkan oleh Adam.
Entah kenapa hati Angela tidak tenang, pasalnya ia belum pernah pergi selama ini bersama pria lain. Bagaimanapun ia adalah seorang wanita yang bersuami. Di hatinya merasa ia seperti tengah berselingkuh saja. Meskipun sebenarnya tidak benar.
Sesampainya di depan rumah mewah kediaman Verrel Burhan Prayoga, mobilnya Adam berhenti tepat di depan gerbang. Secara otomatis gerbang megah itu terbuka setelah mengetahui yang di dalam mobil itu Angela, istri tuan rumahnya.
Mobil Adam berhenti di depan halaman rumah Verrel, saat itu Verrel sudah berdiri di tengah pintu utama menyambut kedatangan mereka.
Angela kaget melihat Verrel sudah ada di sana. Ia lalu berpamitan pada Adam, sebelumnya Adam berpamitan pada Verrel.
"Maaf kalau kami sedikit terlambat, alu mengajaknya makan malam karena telah menemaniku membeli cincin," ucap Adam. Verrel hanya terdiam. Melihat sikap Verrel yang tidak ramah membuat Adam terdiam dan berpamitan pada Angela.
"Angela, ku harap ini bukan pertemuan terakhir kita. Aku senang sekali hari ini kita bisa jalan-jalan bersama," ungkap Adam.
Angela tersenyum mendengar ungkapan Adam, tak lupa ia menerima beberapa paperbag yang di keluarkan dari bagasi mobil Adam.
"Ini barang belanjaanmu, jangan lupa aku tadi juga membelikan novel kesukaanmu. Aku sudah memasukkannya di dalam," kata Adam.
Verrel rasanya bertambah gerah melihat adegan ramah tamah itu. Apalagi Angela tidak sungkan-sungkan mengumbar senyumnya di depan lelaki itu.
"Ya, sudah jaga dirimu baik-baik," kata Adam.
Pria itu masuk ke dalam mobilnya. Setelah mobil itu keluar dari halaman dan lolos dari pintu gerbang besar Angela membalikkan tubuhnya berniat masuk ke dalam rumah.
Namun langkah Angela di hadang oleh Verrel.
"Kamu tahu jam berapa ini!" sentak Verrel.
"Maaf, aku lelah. Aku mau istirahat," kata Angela lemah. Ia melewati Verrel. Kaki jenjangnya melangkah cepat menaiki anak tangga yang mengarah ke kamarnya.
"Angela!" seru Verrel
----Bersambung---Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem
Sepulang dari rumah orang tuanya Saga berpikir tentang apa yang di katakan Angela. Ia merenungi kehidupan rumah tangganya. Memang benar jika rumah tangganya seperti tidak ada tujuan. Ia membiarkan Luna bersikap seenaknya.Ia tahu jika di luar Luna memiliki hubungan gelap dengan beberapa pria. Saga hanya tinggal menunggu waktu menceraikannya. Ia baru mengumpulkan bukti-bukti kuat agar pengadilan menyetujui gugatannya.Terlebih lagi, kerjasama yang di jalin selama bertahun-tahun dengan papanya Luna pasti akan mengalami kerugian besar jika ia bercerai. Bagi diri Saga ia tidaklah gila harta. Hanya saja jika ia merugi maka yang kena imbasnya adalah karyawannya.Di rumah Saga merasa kesepian, memang benar kata mamanya jika dalam pernikahan di butuhkan seorang penerus. Tapi, bagaimana Luna bisa hamil sementara Saga juga sudah enggan menyentuhnya. Ia tidak bisa membayangkan menyentuh tubuh seorang wanita yang sudah di sentuh berganti-ganti pria.Saga menjad
Angela merasa kasihan mendengar cerita Chika. Ia bisa menyimpulkan jika Chika belum menikah dengan Saga. Terlebih Verrel ia justru merasa terpukul karena wanita yang di telantarkan Saga adalah putri sahabatnya sendiri.Melihat wajah polos Frans kecil mengingatkan Verrel pada Saga di waktu kecil. Anak itu tidak bersalah, seharusnya dulu ia mendengarkan permintaan Saga untuk tidak menikahi Luna. Ia yakin putranya itu tidak pernah mencintai istrinya."Kemarilah, Nak. Ini juga kakekmu. Peluk kakek," kata Verrel. Tak terasa air matanya meleleh.Frans sedikit ragu ia melihat sebentar ke arah mamanya seperti meminta persetujuan. Chika menganggukkan kepalanya."Pergilah, mereka juga kakekmu," kata Chika.Verrel memeluk erat Frans kecil. Ia mengecup pipi chubby bocah itu. Seluruh rasa bersalahnya seakan membebani pundaknya. Verrel bahagia, tapi ia juga merasa kasihan dengan Frans.Angela mengusap air matanya, ia memeluk Frans penuh
Sayang, mama berencana mengajakmu ke rumah teman mama," kata Clara."Mereka sudah mama anggap seperti saudara. Kamu mau kan?" tanya Clara."Iya, Ma.""Kapan kita akan kesana?" tanya Chika."Sekarang, bersiap-siaplah. Mumpung hari ini kita weekend," kata Clara."Baik, Ma. Chika juga akan menyiapkan Frans."Tidak memakan waktu lama Chika dan Frans sudah siap. Mereka masuk ke dalam mobil bersama Mark juga. Frans melihat orang di mobil satu persatu. Lalu ia tiba-tiba tertawa."Hei, kenapa kamu tertawa, sayang?" tanya Clara."Bukan begitu, Nek. Hanya saja kalian terlihat lucu," jawab Frans."Lucu? Apa kami seperti badut kesukaanmu itu?" tanya Mark."Hahaha, kakek bisa saja. Frans lihat kalian kalau diam saja berwajah tegang terlihat lucu," terang Frans."Kamu ini." Clara memencet hidung mancung Frans dengan gemas.Sesampainya di kediaman Verrel, mereka di sambut hangat oleh mereka. Frans dengan malu