Share

Bab 2 Impas

Kepala Sinta benar-benar kosong.

Dia merasakan dada yang panas, menekan di punggungnya, mendengar suara detak jantung yang berdebar keras. Pria yang berada di atasnya itu memeluknya erat sekali. Sinta mencoba mengambil napas yang dalam, tetapi kedua kaki dan tangannya masih terjepit kaku, dia bahkan tidak dapat bergerak sedikit pun.

Tangan pria itu tiba-tiba berhenti.

"Kamu tahu siapa aku, 'kan?"

Sinta terkejut.

Apa yang ingin si pria katakan adalah, sekarang dia sudah menjadi suaminya Sinta. Ini adalah malam pertama mereka, hubungan suami istri seperti ini adalah hal yang wajar-wajar saja.

Namun, Sinta malah benar-benar menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang terasa kaku, "Aku tahu ... kamu adalah Dani Setyawangsa."

Matanya sedikit menyipit dan sudut bibirnya menyungging naik.

Dani Setyawangsa ... ah, sayang sekali wanita ini hanya tahu nama ini.

Sayangnya, dia sama sekali bukan Dani Setyawangsa.

Wanita ini juga bukanlah Santi Wijoyo.

Sebenarnya, saat Sinta masuk, dia sudah tahu kalau wanita ini hanyalah pengantin Pengganti. Meskipun dia tidak tahu alasan di balik semua ini, melihat perangai Nona Besar Keluarga Wijoyo, mustahil bagi wanita itu untuk menikah dengan seorang pria yang berasal dari kampung.

Namun bagaimanapun itu, tidaklah penting. Wanita ini pengantin pengganti yang menikah mengantikan kakaknya, sedangkan dirinya sendiri juga pengantin pengganti pria, mereka berdua impas.

"Dani Setyawangsa ...."

Dia tersadar dari lamunannya dan menundukkan kepalanya menatap sepasang mata yang indah, ekspresi wajah Sinta yang pemalu dan lembut itu bagaikan sebuah tangan tak berbentuk yang menyusup masuk ke lelung hatinya dan menangkap erat bagian yang tidak diketahui orang lain.

"Maaf, aku terlalu gugup." Sinta menggigit bibirnya dan secara tentatif mengangkat tangan kecilnya untuk merangkul lehernya dan berkata, "Kamu adalah suamiku, apapun yang ingin kamu lakukan memang sudah selayaknya. Jadi ... jadi ayo kita mulai deh."

Sudut hidungnya yang mungil itu mulai berkeringat, Sinta dengan gerakan yang lamban dan tidak trampil mencoba mendekat ke sisinya, tetapi seluruh tubuh Sinta justru bergemetaran hebat.

Dani berubah pikiran, tepat pada saat Sinta yang tampak kewalahan dan mencoba untuk mencium bibir Dani. Tiba-tiba Dani menahan pergelangan tangan Sinta yang kecil dan menjaga jarak darinya.

Sinta cukup terkejut, wajahnya yang memerah itu masih sama, matanya yang besar itu tampak kebingungan.

"Sudahlah." Dia melihat Sinta. "Kamu juga sudah lelah hari ini. Cepatlah istirahat."

"Dani, aku ...."

"Aku pikir kamu butuh waktu untuk beradaptasi. Aku tidak akan memaksamu, sebelum kamu terbiasa dengan kehidupan bersuami."

Setelah berbicara, pria itu pun berbalik badan tidur.

Sinta menatap punggung suaminya yang putih bersih itu dengan mengangga, entah setelah berapa lama, mulai terdengar suara si pria mendengkur.

Sinta baru melihat tampang suaminya dengan lebih jelas.

Pria yang sedang tidur ini terlihat sangat tampan, dengan wajah tirus dan sepasang mata yang terlihat jantan dan penuh berkharisma, lengannya yang kokoh ditaruh di bawah kepalanya, tubuhnya yang berotot itu membuat Sinta melihatnya hingga wajah dan telinga memerah.

Sinta bisa merasa jantungnya berdebar, dia buru-buru berpaling.

Dia sangat mengantuk tetapi pikirannya semberawut memikirkan sindiran ibu tirinya dan Santi Wijoyo sebelum Sinta menikah. Mereka mengatakan pada Sinta kalau awalnya keluarga Setyawangsa memang bersahabat turun temurun dengan keluarga mereka dan kedua keluarga memang memiliki perjanjian pernikahan antar kedua keluarga. Akan tetapi, setelah keluarga Setyawangsa tertimpa musibah, mereka terus menerus bersembunyi di desa terpencil di kaki gunung dan hidup miskin melarat. Putra keluarga Setyawangsa juga tidak karuan, dia dikenal sebagai preman kampung yang sering dijebloskan ke penjara.

"Bagaimana mungkin aku menikah dengan seorang preman?" kata Santi dengan sombong, "Kamu jauh lebih cocok, lagi pula Ibumu yang hina itu entah sudah bersama berapa pria, adikmu juga anak haram!"

"Orang sepertimu hanya cocok disandingkan dengan preman kampung."

"Sinta, kamu pertimbangkan baik-baik," kata Sang Ayah dengan sikap yang sangat dingin. "Asalkan kamu bersedia menikah dengan Dani Setyawangsa menggantikan Santi, aku akan memberimu segepok uang. Kamu bisa menggunakan uang itu untuk mengobati ibumu."

Sang Ibu Tiri menuding kepala Sinta dan mengutuk, "Ini sudah kehormatan bagimu untuk menikah sebagai Nona kedua dari keluarga Wijoyo! Jangan tidak tahu diri!"

Sinta tiba-tiba terbangun dan menemukan kalau fajar sudah menyingsing dan pria yang tidur di sampingnya sudah tidak ada di tempat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status