ホーム / Rumah Tangga / Nikahi Aku atau Aku Mati / Ada Apa Dengan Sahabatku?

共有

Ada Apa Dengan Sahabatku?

作者: Gra_Violla
last update 最終更新日: 2024-05-07 18:53:01

Ketika sampai di rumah, Fitonia mendapati Nirmala sudah tertidur pulas di lantai bawah jendela, tanpa alas. Di sekeliling wanita yang tampak kelelahan itu begitu berantakan. Beberapa throw pillows yang awalnya tertata rapi di sofa bed, kini berserakan di lantai. Pun dengan throw blanket sudah berada di salah satu stool dengan kondisi sangat kusut.

Fitonia hafal betul tabiat sahabatnya itu. Jika sedang marah atau depresi, tidak hanya gampang menangis, tangisannya pun bisa berjam-berjam. Ia juga termasuk orang yang baperan dan sangat menghayati hidup, baik bahagia atau pun sedih. Yang paling membuatnya sering jantungan adalah tindakan sang sahabat yang ekstrem.

Nirmala tidak segan untuk melompat setinggi mungkin untuk mengekspresikan kesedihan, membenturkan benda ke lantai atau tembok, bahkan melukai anggota tubuh. Dirinya ingat betul bahwa terhitung sudah dua kali pergelangan tangan sahabatnya itu tergores karena drama keluarga.

Sebenarnya, Fitonia ingin langsung beranjak istirahat ke kamar, tapi ada sesuatu yang menariknya untuk duduk tak jauh dari tempat sang sahabat tertidur. Ia pandangi sahabatnya itu dengan kepala penuh kata-kata. Tak terasa, air mata menetes perlahan di pipi.

“Apa aku ini sahabat yang buruk, Mala? Egois dan tak tau diri?” Fitonia berusaha menahan isakan, karena takut sang sahabat terbangun.

Wanita penyuka warna monochrome itu begitu prihatin melihat kondisi teman terdekatnya yang semakin lama semakin terlihat menderita. Dulu, saat masih di bangku SMA, penderitaannya sebatas hubungan toxic keluarga. Namun, semakin ke sini, masalah hidupnya bertambah dengan asmara dan masa depan.

“Pantaskah kita masih bersahabat, Mala?” Fitonia bertanya sembari mengalihkan pandangan. Karena tidak kuasa lebih lama melihat sahabatnya, ia pun bangkit.

Sebelum benar-benar pergi, Fitonia mengambil selimut dan digunakannya untuk menutupi badan mungil wanita yang sudah terlelap dalam dengkuran. Ini bukan kali pertama, bahkan terlewat sering, teman yang dikenal sejak di bangku SMA itu berada di rumah ini hingga menginap berhari-hari. Apalagi, jika Nirmala sedang ada masalah dengan keluarga atau Anggara, rumah peninggalan buyutnya ini menjadi semacam tempat pelarian untuk mencari ketenangan dan solusi.

Tidak masalah bagi dirinya, karena ia tinggal seorang diri. Sementara orang tua dan saudara berada di Metropolitan. Mungkin itu salah satu alasan mengapa wanita unik itu betah sekali di sini, karena bebas dan sepi.

Malam telah begitu larut. Jam di dinding kamar menunjukkan pukul dua lebih tujuh belas menit. Namun, sekuat bagaimana pun Fitonia berusaha menutup mata, ia tidak bisa benar-benar tidur. Bayangan demi bayangan seperti terpampang nyata di hadapan.

Wanita berpiyama motif houndstooth itu masih ingat dengan jelas bagaimana roman malu-malu Nirmala saat curhat bahwa cowok yang ia taksir adalah sahabatnya sendiri, yaitu Anggara. Bahkan, saking hebat rasa persahabatan yang dimiliki, dirinya sampai tergugah untuk menjadi perantara bagi keduanya. Namun sayang, setelah mereka bersatu, tak pernah terbayang jika itu adalah awal dari bencana yang sampai detik ini masih menghantui.

Perih di hati tiba-tiba terasa menjalar hingga lambung, tepatnya perut bagian atas atau ulu hati. Rasa nyeri, panas dan perih itu semakin lama semakin menyiksa. Bahkan, untuk bangkit dari ranjang pun hampir kesulitan. Sekuat tenaga, akhirnya wanita itu bisa meraih kotak obat yang letaknya tidak jauh dari ranjang. Sebelum memasukkan salah satu obat ke saluran pencernaan, ia masih kuat untuk menahan sakit demi meratapi nasibnya.

“Kamu tidak tahu ‘kan, kalau sejak keputusan konyolku itu, aku jadi pesakitan? Parahnya lagi, aku tidak bisa jauh dari obat!”

Tiba-tiba Fitonia menertawakan diri.

"Banyak hal yang tidak bisa aku lakukan, hanya demi ingin terlihat baik-baik saja. Kamu tidak tau dan tidak perlu tau. Atau pura-pura tidak mau tau? Ya. Hidupmu, hidup kalian harus selalu bahagia. Impian sampai di pelamina harus terlaksana.”

Beberapa butir obat pereda rasa nyeri lambung, antibiotik dan antasida langsung ditelannya dalam satu waktu. Saking seringnya harus mengkonsumsi obat-obatan itu, air putih ataupun makanan pelarut lain tak diperlukan lagi.

Fitonia berdiam sejenak, menatap ke arah kaca penutup wall-mounted medicine cabinet. Wanita berwajah lonjong dengan hidung bangir dan alis hitam asli itu menatap bayangan diri sendiri. Ia sadar bahwa dirinya cantik dan menarik. Soal prestasi juga tidak bisa diragukan lagi. Karena keenceran otaknya pula, setamat SMA, langsung diterima di salah satu universitas terbaik di negeri ini.

Demi mengingat sesuatu, perlahan Fitonia menuju ke gudang di ruang belakang. Tempat itu lebih mirip kandang, sebenarnya. Lebih tepatnya, kandang yang dikelilingi anyaman bambu yang warna labur putihnya telah memudar dan gentengnya sudah rapuh. Pernah ia protes pada kakeknya--sewaktu masih hidup dulu--untuk merobohkannya saja, tapi ditolak.

Gudang itu dulunya adalah ruang kerja sang kakek sewaktu menjadi seorang mantri, sehingga penuh dengan kenangan. Di ruangan yang luasnya tidak lebih dari dua meter itu dulunya penuh dengan buku. Setelah sang empu wafat, Fitonia memasukkan buku dan barang-barang koleksi sang kakek ke kardus hingga menumpuk.

Tidak ada yang pernah datang ke ruangan itu kecuali dirinya. Hal itu beralasan, karena meskipun nenek dan kakeknya memiliki cukup banyak anak dan cucu, hanya dia seorang yang menemani dari sekolah dasar hingga lulus SMA.

Ini adalah kali pertama ia memasuki ruangan tersebut setelah balik kampung beberapa tahun yang lalu. Sudah pasti tempatnya terlihat tak terawat, berdebu dan sawang ada di mana-mana.

Di sana, Fitonia mulai mencari-cari sesuatu di tumpukan kardus. Setelah gagal beberapa kali, akhirnya setengah jam kemudian ia menemukan benda yang dicari. Dengan penuh dramatis, wanita berkaca mata itu membuka binder bersampul karakter ‘Tersayang’, lalu menarik sebuah potret segerombolan anak sekolah berseragam putih biru yang tersimpan di dalam.

Sepasang matanya yang dinaungi bulu mata hitam lentik itu sangat antusias menatap salah satu potret siswa yang tengah tersenyum begitu manis—senyum yang memaksanya untuk jatuh hati di kemudian hari.

“Kamu sangat cantik. Hati kamu juga baik. Pintar sudah pasti, karena kamu selalu juara kompetensi. Tapi, apa patut kamu aku sukai?”

Fitonia senyam-senyum membaca surat cinta dari salah satu siswa di potret yang ia dekap. Bagi dirinya yang pada waktu itu adalah sang primadona, mendapat surat cinta bukanlah hal yang luar biasa. Saking kelewat sering, ia sampai lupa siapa saja yang pernah mengutarakan rasa kagum dan mengajaknya pacaran.

Entah karena takdir atau apa, surat yang ada di tangan sekarang adalah surat satu-satunya yang masih dipunya dalam kondisi yang bagus, sementara lainnya sudah lama menjadi abu atau berakhir di tong sampah.

Rasanya ia ingin terus di tempat itu sembari bernostalgia. Tak henti-henti wanita ber-IQ 120 itu mengucapkan kata “andai saja” sambil hanyut dalam lamunan. Namun, tak lama kemudian, ia segera menutup buku tersebut, mengembalikan ke tumpukan buku paling bawah, lalu beranjak ke luar.

Suara gaduh di kamar tempat Nirmala tidur memaksa untuk segera berlari. Betapa terkejutnya wanita lemah lembut itu melihat keadaaan sang sahabat yang tadi ia tinggalkan sedang tertidur pulas, kini telah bangun dalam keadaan di luar nalar.

“Astaghfirullah, Mala!!!” Fitonia menjerit sekeras-kerasnya melihat apa yang terjadi dengan Nirmala di depan mata.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Nikahi Aku atau Aku Mati   Yang Meninggalkan dan Ditinggalkan

    “Kamu yakin, Sayang?” tanya Bu Vera pada putrinya yang beberapa langkah lagi menuju pintu mobil.Dengan mantap, wanita yang masih terlihat pucat itu mengangguk seraya menjawab, “ya, Ma.”Merasa terharu, dipeluknya sang putri dengan penuh kasih.“Aku selalu mendoakan kebahagiaan kamu. Mama akan usahakan pengobatan dan terapi terbaik nanti di sana,” ucap Bu Vera tidak bisa menyembunyikan rasa haru. Wanita yang belakangan merasa begitu dekat dengan putri yang pernah ditinggalkannya itu berkali-kali mengusap usap pundak penuh kasih.Tidak hanya kedua wanita itu yang merasa berat untuk berpisah dengan kampung halaman, rumah kenangan, tapi juga Mbak Duwik. Wanita yang selama Bu Vera di sini selalu siap sedia diperintah itu ikut menangis penuh haru.Seperti mengerti perasaan wanita cekatan itu, Fitonia mendekat, memeluk dan berkata, “ terima kasih ya, Mbak Duwik, selalu ada buat kami.”Wanita yang tadinya mewek dengan suara pelan, kali ini justru sesenggukannya terdengar semakin keras sembari

  • Nikahi Aku atau Aku Mati   Rembuk Tua

    Nirmala, Pak Harsono, istri dan kakak perempuannya serempak saling pandang menatap dua orang lelaki yang berdiri di depan pintu rumah. Satu terlihat begitu bugar, gagah dan percaya diri, sementara satunya memancarkan sorot kesedihan mendalam, lemah dan pesimis. Beberapa kali, pria gagah menepuk-nepuk punggung pria tak berdaya di samping sambil mengangguk, seolah tengah menyalurkan kekuatan.“Assalamu’alaikum, Pak Harsono dan keluarga, bolehkah kami masuk?” Karena saking terpananya dengan apa yang dilihat, sekeluarga hanya bisa melongo dan sampai lupa mempersilakan tamu segera masuk.“Oh, ya, Wa’alaikumsalam. Silahkan masuk,” ujar Bu Harsono seketika sadar.Istri Pak Harsono itulah yang paling awal melihat kedatangan dua pria beda usia tersebut menuju rumah, lalu lari ke kebun samping dan memberi tahukan bahwa ada tamu. Ia sangat penasaran dengan pria yang tengah menuntun calon menantu idamannya, sekaligus kaget dengan keadaan Anggara yang seperti sedang sakit.“Maaf jika kedatangan kam

  • Nikahi Aku atau Aku Mati   Tamu Mengejutkan

    “Benarkah itu Johan?” Bu Diana hampir tidak percaya dengan apa yang dilihat.Sosok yang sebentar lagi pasti mengetuk pintu itu memang bisa dibilang jauh berbeda dengan suaminya dulu, tapi sebagai istri, ia masih tidak lupa dengan cara berjalannya yang gagah dan khas. Terlebih, saat tamu tak diundangnya mengetuk pintu tapi merasa tidak direspon dan wajahnya berusaha mengintai lewat kaca, Bu Diana kini yakin seratus persen bahwa orang tersebut adalah suami yang pernah diusirnya berkali-kali. Hal itu terlihat dari bekas luka sabetan benda tajam di wajah.“Ada apa si Johan kembali lagi ke sini? Bukankah sudah kusuruh tidak lagi menginjakkan kaki di rumah ini lagi? Berani sekali dia!” Bu Diana yang cukup pangling dengan penampilan sang tamu itu berkali-kali mengucek mata untuk memastikan.“Assalamu’alaikum....Assalamu’alaikum,” salam Pak Johan setelah ketukan pintunya yang berkali-kali tidak digubris.Nada suaranya yang kini terdengar adem dan lembut itu mengundang simpati Bu Diana. Wanita

  • Nikahi Aku atau Aku Mati   Peran Pak Johan

    Melihat sosok yang selama ini dirindukannya, Anggara merasa begitu lega. Kali ini, tidak lagi ada kecanggungan. Ia telah menemukan kembali kenyamanan berada di dekat seorang ayah seperti dulu waktu kecil saat bermain dan bercanda.Pak Johan langsung mempersilakan sang putra masuk ke kamar penginapan yang hanya dia sendiri di sana. Entah kebetulan atau memang sudah takdir, biasanya ia akan berada di sebelah tuannya kapan pun. Jika sedang tour kota semacam ini, kalau tidak tidur di pondok pesantren persahabatan, ya menginap di penginapan lengkap dengan tim.Namun, kali ini sungguh berbeda. Gus Hamdan, pendakwah muda yang tengah naik daun itu sedang membersamai istri tercinta pasca melahirkan di klinik dan kini telah dibawa ke rumah sakit khusus ibu dan anak demi mendapatkan fasilitas terdepan.“Bapak istirahatlah. Aku sudah pesankan kamar di penginapan dekat rumah sakit ini. Beristirahatlah setenang mungkin. Jangan pikirkan aku atau Ning. Tenang saja, ada Bik Fatimah dan beberapa santri

  • Nikahi Aku atau Aku Mati   Kembalinya Sang Ayah

    “Kabari Ayah kapan pun kamu mau. 082****.”Anggara memandang secarik kertas yang sepertinya ditulis dengan buru-buru itu penuh haru. Ia memang masih menyimpan kenangan indah bersama sang ayah sewaktu kecil, sebelum pada akhirnya sang kepala rumah tangga itu diusir pemilik sah rumah yang kini ia tempati. Dalam hati, ia memang berniat untuk kembali bertemu, bahkan ada secercah harapan untuk bisa hidup bersama lagi seperti dulu.Malam telah cukup larut. Jalanan sudah mulai sepi. Terlebih, klinik bersalin itu berada di pinggir kota. Di jam segini, mana mungkin ada kendaraan umum, kecuali ojek. Setelah berjalan dan bertanya beberapa orang, akhirnya ia menemukan tukang ojek yang langsung dimintanya untuk membawa pulang.Kali ini, ia sebisa mungkin menghentikan sementara pikiran tentang Pak Johan, Nirmala dan Fitonia. Sebagai seorang anak laki-laki satu-satunya yang dimiliki sang ibu, Anggara berpikir keras mencari kata yang hendak diucapkan saat bertemu dengan wanita single parent itu.Ia in

  • Nikahi Aku atau Aku Mati   Sang Ayah dan Buah Hatinya

    “Ma, istirahatlah. Aku baik-baik saja. Hanya, aku butuh obat tidur, terlelap, lalu bangun dalam keadaan siap menghadapi takdir yang ada. Maaf, telah membuat Mama, Papa dan keluarga kecewa, malu dan sedih. Setelah ini, aku berjanji tidak akan mengulanginya,” tulis Fitonia di pesan singkat, lalu mengiriminya pada sang mama, yang langsung lemas setelah membaca.Pak Rudi yang ikut membaca karena penasaran dengan penyebab sang istri langsung menjatuhkan diri ke dadanya itu juga tidak tahan untuk tidak bersedih. Terlebih, lelaki sukses itu merasa menyesal, mengapa baru kali ini datang ke mari, kenapa tidak kemarin-kemarin saat istrinya meminta.Ia sama sekali tidak menyangka jika putri sulungnya itu justru akan bertambah parah ketika berada di sini. Dikiranya, kesehatannya membaik karena waktu hendak pulang ke kampung halaman, dia melihat harapan dari senyum semangat sang putri. Ditepuk-tepuknya pundak sang istri seraya berucap,”dia gadis cerdas, pasti bisa bangkit segera. Papa yakin itu, Ma

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status