Share

Nikahnya Kontrak, Cintanya Beneran
Nikahnya Kontrak, Cintanya Beneran
Penulis: Aishwara_Ruby

1 - Kambing Hitam

Pas gagal ujian skripsi, pas juga Hanum memutuskan untuk magang lagi sebagai pelarian kegagalannya. Siapa sangka, baru sebulan magang, dia sudah membuat sebuah kesalahan? Tidak, bukan dirinya sebenarnya. Ini semua karena Hana-kakak angkatnya yang sudah menjadi pegawai tetap di sana mengkambinghitamkan dirinya. Alhasil, seluruh perusahaan menyudutkan dia yang telah dikira menilap uang klien sebesar 100 juta.

Dia pun dipanggil ke ruang pimpinannya.

"Aku tidak peduli!"

Suara itu tegas dan dingin.

Hati Hanum sudah berdegup kencang, padahal bos-nya masih duduk membelakanginya di balik kursi kerja. Namun, dia sudah takut saja.

Hajin Pradanipa ... CEO perusahaan yang baru menjabat selama 2 tahun, tapi mampu membawa perusahaan mendapatkan keuntungan 2 kali lipat dan meluaskan volume produksi. Itu karena dia yang berdarah dingin dan tidak punya ampun. Ada prinsip tak tertulis sejak dia ada di sini.

Asalkan kamu bisa menghasilkan uang, kamu selamat. Jika tidak, akan langsung di pecat.

Jadi, semua karyawan yang pernah menghadapnya, baik untuk melapor atau hal lain pasti kena mental. Padahal, belum pernah ada yang benar-benar melihat wajahnya selama ini. Dia hanya berbicara di balik kursi kerjanya, tetapi tekanan yang dia buat sudah bisa membuat para karyawan kena mental.

Apalagi jika karyawan yang dipanggil adalah mereka yang bermasalah, mereka pasti sudah menderita trauma berat setelah keluar dari ruangannya. Tidak peduli bahwa sebelumnya orang itu sudah loyal dan punya prestasi di perusahaan. Karena kinerja seorang karyawan adalah sekarang dan untuk masa depan, bukan kejayaan di masa lalu.

Saat ini Hanum harus berhadapan dengan CEO kejam itu untuk meluruskan tentang hilangnya uang perusahaan. Akan tetapi, bagaimana dia bisa bicara dengan benar, jika belum-belum dia sudah gemetaran? Dengan sisa keberaniannya, Hanum pun berbicara. Dia tidak mau menanggung kesalahan yang tidak dia perbuat.

"Mohon maaf, Pak. Tapi, sungguh bukan saya yang menangani klien dari Salatiga itu. Yang berkonsultasi dan memproses pesanannya adalah Kak Husna, marketing dari divisi pertama. Jadi, saya tidak tahu juga bagaimana pelunasan untuk uang 100 juta itu bisa hilang. Saya-"

Belum sempat Hanum menyelesaikan bicaranya, Hajin sudah menyahut lagi.

"Saya bilang, saya tidak peduli bagaimana ceritanya. Seseorang harus bertanggung jawab dalam masalah ini dan orang itu adalah kamu, Hanum. Namamu yang ada di surat order klien."

Seketika Hanum kian bertambah gemetar dan deg-degan dengan fakta itu. Sungguh, begitukah kakaknya-Husna, menjebak dirinya?

Dasar, sialan! maki Hanum dalam hati.

"Pak, bukan saya. Saya bersumpah. Saya juga tidak tahu bagaimana nama dan tanda tangan saya ada di surat order. Lihat penampakan surat order 100 juta saja saya tidak pernah."

Hanum berusaha mengelak. Tangan Hajin kemudian melempar surat order ke mejanya tanpa membalikkan kursi. Dia lantas berkata,

"Lihat sendiri!"

Hanum hanya bisa terdiam dan mengeratkan giginya sembari melihat surat order yang ada stempel perusahaannya itu. Ini benar sungguh nama dan tanda tangannya. Tapi, bagaimana bisa?

"Kalau kamu tidak buta, kamu pasti bisa melihat. Sebuatkan nama siapa yang ada di sana."

Hajin berbicara dengan dingin sekaligus geram. Hanum menelan ludahnya dan dengan polos, nyaris pasrah juga.

"Itu nama saya, Pak ..."

Seketika terdengar helaan napas yang keras dari Hajin.

"Jadi, kamu sudah mengakui kalau kamu yang bertanggung jawab dengan masalah ini, kan? Hanum Thana?"

Deg! Deg! Deg!

Jantung Hanum berdebar dengan tidak karuan karena takut. Apalagi setelahnya Hajin membalikkan diri dan menatapnya penuh intimidasi. Ternyata tidak sesuai bayangannya tentang CEO yang tua dengan perut buncit, Hajin justru menawan dengan tubuh yang sangat bidang. Namun, karena itulah Hanum jadi kian gemetar. Sebab tatapan tajam dari pria tampan dan mapan sungguh mengerikan.

"Apa Bapak akan memecat saya?" Hanum bercicit.

Dia takut sekali dengan tatapan Hajin saat ini. Namun, di luar perkiraannya, Hajin justru memakinya.

"Kamu gila? Kamu menghilangkan uang perusahaan dan kamu berharap lepas begitu saja? Jangan mimpi! Di dunia ini tidak ada yang gratis, Nona!"

Hajin mengetukkan tangannya di meja. Kaca yang menjadi pelapis atas meja membuat ketukan itu terasa seperti genderang di telinga Hanum. Dia kaget. Namun, dia lebih terkejut lagi saat Hajin bangkit dari kursi kerjanya lalu duduk di depan meja, tepat di sebelahnya. Tubuh Hanum langsung menegang, atmosfir di sekitarnya pun berubah panas. Tatapan Hajin sekarang seperti api yang siap menggoreng dan menghanguskan nyali Hanum.

Kini, Hanum sudah tidak berani menatap bosnya.

"Lalu, apa saya akan dipenjara? Saya tidak punya uang sebanyak itu, Pak."

Hanum berbicara dengan matanya yang mulai berkaca.

"Apa kamu takut dipenjara?" tanya Hajin.

"Memang ada orang suka dipenjara, Pak?"

Hanum masih menjawab meski takut-takut. Dia bahkan menggeser tubuhnya lebih ke samping. Aura Hajin sungguh membuatnya seperti tertimpa beton, sangat tertekan.

"Jika ada pilihan lain, semua orang pasti lebih memilih untuk tidak tinggal dilapas," lanjut Hanum pelan.

Di titik itu entah kenapa Hajin jadi tersenyum saat melihat Hanum. Dia menelusuri penampilan Hanum dari atas sampai bawah baru berbicara lagi.

"Kalau kamu tidak punya uang dan takut dipenjara, tapi tetap harus ganti rugi ..."

Hajin menjeda ucapan pelan dan menyedekapkan kedua tangannya.

"Baiklah. Aku mau tubuhmu sebagai ganti uang itu."

Deg!

Seketika Hanum merasa jantungnya lepas dari tubuh dan dia kehilangan kemampuannya untuk bernapas sejenak.

"A ... Apa maksud, Bapak?"

Suara Hanum bergetar dan gugup. Dia menutup tubuhnya sendiri dengan tangan dan dengan gerakan peralahan dia bangkit dari kursi lalu menjauh dari Hajin.

Pria itu mendengus senyum dan menatap Hanum dengan remeh.

"Apa kamu sedang jual mahal? Padahal, kamu tidak punya apapun untuk ganti rugi selain tubuhmu. Ha, wanita zaman sekarang apa memang begitu?"

Hajin menyibak rambutnya ke atas dengan wajah kesal.

Hanum tidak tahan, tetapi dia juga takut.

"Saya ... perempuan berhijab, Pak. Gimana Bapak bisa mengatakan hal seperti itu?"

"Jadi, karena berhijab ... hutang tidak penting?" sarkas Hajin.

"Hanum, kamu harus realistis. Hidup terlalu lurus juga gak membawamu kemana-mana malah bisa hancur."

Hajin lalu menegakkan diri.

"Hah, sudahlah. 10 juta untuk setiap pertemuan, setelah 10 kali bertemu, hutang itu lunas. Ini penawaran terakhirku. Kamu tahu, aku biasanya tidak sebaik itu sampai mau bernegosiasi, bukan? Jadi, pikirkan baik-baik. Mau hancur di tanganku atau hancurkan sendiri egomu."

Hanum menatap Hajin kesal sekali. Mentang-mentang orang berkuasa, apa boleh dia merendahkan perempuan seperti bukan apa-apa?

Hanum lantas keluar dari ruangan Hajin dengan cepat lalu menangis di toilet. Dia menangisi takdirnya yang sangat tidak beruntung. Namun, sepatah apapun dirinya sekarang, dia berjanji tidak akan menggadaikan dirinya dan keyakinannya pada Hajin.

Itulah yang Hanum pikirkan sebelumnya.

Siapa sangka karena suatu hal, Hanum akhirnya menghampiri Hajin lagi dengan kakinya sendiri?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status