Share

2 - Keluarga Laknat

Plak!

Pipi Hanum memerah karena ditampar keras oleh Husna-kakak angkatnya.

"Harusnya kamu bersyukur gak dipecat dan Pak Hajin tertarik sama tubuhmu! Memangnya kapan lagi tubuh kamu yang jelek itu bisa berguna? Jangan kayak orang kolot yang mentingin keprawanan deh."

Hanum mengepalkan tangannya kesal. Dia benar-benar benci dengan kakaknya.

"Kalau emang keprawanan gak penting buat kamu, lebih kamu yang tidur dengan Pak Hajin! Ini kan kesalahanmu, bukan salahku. Kenapa harus aku yang mengorbankan diri?"

Husna lalu menarik kerudung Hanum sampai dia mendongak ke belakang.

"Heh, anak gak tahu diri! Di rumah ini. Aku udah banyak berkorban ya buat berbagi sama kamu. Mulai dari makanan, minuman, mainan, semuanya ... Harusnya aku jadi anak tunggal yang diputrikan. Tapi, gara-gara kamu dateng, aku jadi harus ngalah. Harusnya kamu pake kesempatan ini buat balas budi, bodoh! Bukannya sok teraniaya begini!"

Bruk!

Hanum tersungkur karena Husna mendorongnya ke lantai.

"Aku gak mau tahu. Masalah dengan perusahaan sama kamu harus selesai, dan jangan sebut namaku. Gak bakal ada orang yang percaya karena semua bukti pesanan dan penerimaan itu atas nama kamu."

Hanum menatap Husna dengan air mata yang menggenang. Hatinya sakit sekali sekarang. Kenapa bisa dia memiliki saudara yang sifatnya seperti setan?

Jika dia tahu hidupnya akan sesengsara ini, lebih baik dia tidak ikut dengan pamannya dulu. Lebih baik, dia ditaruh saja di panti asuhan daripada diadopsi hanya untuk disia-siakan.

Dengan kemarahan di dadanya, Hanum berdiri. Dia menatap Husna tajam sekali. Dia tidak ingin lemah lagi. Dia tidak mau Husna menindasnya kembali.

"Dari surat order sampai rekaman lainnya, kenapa seolah-olah uang itu hilang bukan karena tidak sengaja? Kamu membuat rencana ini untuk menjebakku, kan? Sebenarnya apa salahku sampai kamu melakukan ini? Aku tidak pernah sok kenal denganmu saat di kantor. Jadi, sebenarnya kenapa, Kak Husna?!"

Hanum membentak Husna di akhir. Husna membalasnya dengan tatapan sinis.

"Aku tidak suka kamu ada di kantorku."

Jawaban Husna membuat hati Hanum berdenyut nyeri. Namun, lanjutan kalimatnya membuat Hanum tidak bisa lagi menahan diri.

"Aku tidak suka melihat kamu hidup dan bernapas. Kenapa kamu tidak mati saja?!"

Plak!

Saat itu dengan perasaan yang hancur, Hanum berganti menampar Husna. Dia lalu berkata.

"Memang, hidup dan matiku milikmu? Kalau benci ya benci saja, kenapa aku harus mati hanya karena kamu tidak suka denganku? Kamu pikir, aku tidak berusaha keras untuk hidup sampai sekarang?"

Seketika Husna membalas tamparan Hanum lebih keras lagi lalu dia menarik kerudung Hanum sampai kerudungnya terlepas dan jarum pentul melukai lehernya.

"Wah, sialan! Sudah berani kamu menamparku? Heh, Hanum Thana ... Kamu ini cuma hidup numpang! Kalau bukan karena aku yang mengizinkan Ayah mungut kamu, emang kamu gak mati kelaparan?" sarkas Husna.

Hanum yang sudah sangat kesal jadi ikut menjambak rambut Husna. Perempuan itu langsung menjerit.

"Kyaaa! Aaargh! Lepaskan, Hanum! Lepaskan! Apa kamu gila?!"

Hanum mengabaikan teriakan Husna dan terus menarik rambut panjang wanita itu.

Tak lama, seorang pria paruh baya turun dari tangga dan menegur.

"Husna, Hanum, kalian berdua berhenti! Kenapa ribut-ribut tengah malam?"

Itu suara Thana Hartala, ayah Husna sekaligus paman dari Hanum yang sekarang juga menjadi ayah angkatnya.

Melihat Thana yang berjalan turun, Hanum refleks melepaskan rambut Husna. Tangannya sekarang penuh dengan rambut Husna yang rontok.

"Ayah … Hanum menamparku dan menjambak rambutku! Lihat, rambutku jadi berantakan, aaargh-rontok banyak juga!" Husna mengadu seperti orang yang paling teraniaya.

"Padahal, jelas-jelas dia yang salah. Dia yang ngilangin uang kantor. Tapi, dia nuduh aku yang jebak dia. Dan dia ... Dia minta aku tidur sama atasan buat ganti rugi uang itu. Huwaaa, Ayah! Hiks, hiks, bisa-bisanya Hanum bilang kayak gitu."

Husna berakting dengan air mata palsu. Hanum sampai terkejut karena kemampuan Husna saat pura-pura bisa saja membuatnya mendapat piala Oscar karena terlalu ahlinya.

Saat itu Hanum berusaha membela diri.

"Ayah bukan begitu. Kak Husna yang justru-"

Namun, belum selesai Hanum berbicara, Thana sudah menatapnya dingin.

"Hanum, ikut dengan Ayah."

Thana tidak mau dibantah. Hanum hanya bisa mengikutinya. Thana membawanya sampai di depan kamar.

"Masuk ke kamarmu sekarang dan intropeksi diri. Kamu dilarang keluar sebelum kamu sadar diri dan mau minta maaf sama Husna. Apa yang kamu katakan sama Husna sangat gak bermoral," ujar Thana.

"Ayah tahu kamu frustrasi karena gagal skripsi. Tapi, bukan berarti kamu harus ikut menghancurkan saudara kamu sendiri. Itu sangat gak pantas, Hanum. Ayah kecewa."

Di titik itu, perasaan Hanum menjadi mendidih. Tak cukup difitnah saat di kantor, di rumah pun dia selalu dituduh melukai dan iri pada Husna? Padahal, dialah yang sebenarnya ditindas dan dianiaya. 

"Itu tidak benar. Semua yang dikatakan Kak Husna bohong. Aku lah yang dijebak Kak Husna, Ayah. Bukan aku yang menjebaknya. Ayah selama ini dibohongi sama sikap lembut Kak Husna. Dia-"

Belum selesai Hanum berbicara, Thana sudah menghela napas kasar.

"Hanum, sudah Ayah bilang, kan. Kalau salah itu kamu harus mengaku, bukan menyalahkan dan menjelek-jelekkan orang lain. Sekarang masuk kamar. Kalau kamu gak nurut, jangan harap ada makanan sampai weekend berakhir."

Hanum langsung menggertakkan giginya. Selalu saja, Thana menyebut dirinya 'ayah' dan seolah menganggapnya sebagai 'seorang putri'. Namun, kelakukan Thana berbeda sekali.

"Paman ..." ucap Hanum sembari menyepalkan tangan. Matanya berlinang dengan air sekarang.

"Hanum! Panggil aku, Ayah."

Hanum menggeleng. Dia masih berusaha sekuat tenaga agar air matanya tidak tumpah meski pandangannya sudah buram.

"Paman terus saja mengharuskan aku memanggil Paman dengan Ayah dan Husna sebagai Kakakku. Tapi, apa pernah Ayah sungguhan menganggap aku sebagai anak? Aku juga anak perempuan. Gimana bisa Ayah sepercaya itu dengan Kak Husna, tapi tidak denganku?"

Hanum menjeda ucapannya karena Thana menyahuti ucapannya.

"Ayah tidak membedakan kamu dengan Husna."

"Ayah bilang, tidak? Kalau begitu, dengarkan aku. Aku sungguhan dijebak oleh Kak Husna yang menghilangkan uang 100 juta! Dan atasan di perusahaan memintaku tidur dengannya untuk membayar ganti rugi. Jika benar, Ayah tidak membedakanku dengan Kak Husna, apa Ayah mau mengeluarkan uang sebesar itu untuk menyelamatkanku? Buktikan kalau Ayah pantas disebut dengan Ayah."

Plak!

Hanum ditampar lagi. Kali ini Hanum tidak bisa menahan air matanya. Dia benar-benar merasa tidak tahan dengan perlakuan keluarganya sendiri.

"Masuk ke kamar sekarang. Tidak ada makanan untukmu kalau kamu tetap kurang ajar."

Tangan Thana mendorong Hanum masuk ke dalam kamarnya sampai dia terjatuh. Thana segera mengunci pintu kamar itu dan pergi.

Sementara Hanum menangis sesenggukan sendirian di kamarnya yang luas, sepi dan dingin. Rasanya sakit sekali. Jika orang tua kandungnya masih ada, apa dia tidak akan mengalami semua ini? Dia sedang gagal sekarang, tetapi orang-orang yang dia sebut keluarga malah kian menghancurkannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status