Genap sehari semalam Hanum tidak makan karena dikurung. Ini bukan pertama kalinya. Saat dia masih remaja, dia pernah sampai 2 hari tidak makan apapun dan hanya minum dari air keran kamar mandi. Sungguh di keluarga ini, kucing peliharaan Husna saja lebih berharga daripada dirinya. Jadi, sebutannya saja keluarga, tetapi kehidupan Hanum tidak ada bedanya dengan neraka. Bahkan, dia merasa panti asuhan pasti masih lebih baik daripada perlakuan orang yang dia sebut ayah dan kakak.
Air mata Hanum meleleh. Lapar masih bisa dia tahan, tapi rasa haus … haruskah dia mengulang masa lalunya yang minum air mentah? Hanum benar-benar tidak berdaya.Di saat-saat seperti ini, dia rindu sekali dengan orang tuanya, tetapi wajah mereka saja mulai memudar dari ingatan Hanum. Dia juga tidak memiliki foto untuk disimpan karena Thana menyingkirkan semua barang milik orang tuanya dari rumah lamanya.Ketika Hanum masih sangat bersedih, sebuah pesan dari Husna masuk ke ponselnya.Husna Thana:Heh, haus? Laper?Makanya, sadar diri!Kalau kamu mau tidursama si bos, aku bakalminta kunci dari Ayahbuat bebasin kamu.Cepet bales!Atau kamu gak bakal bisake kantor hari ini dankelaparan lagi.Hanum membaca pesan itu dengan perasaan mendidih. Bisa-bisanya, Husna sama sekali tidak merasa bersalah padanya, padahal mereka sama-sama perempuan.Husna Thana:Huh, masih keras kepala?Heh, aku kasih tau ya.Zaman sekarang, banyakcewek yang tidur sama pacarnyadan itu oke-oke aja asal kamudiem, gak ada yang bakal tahujuga kamu udah gak perawan.Emang masih zaman, cowokjadiin keperawanan sebagaistandar?Cepet deh, bales!Dengan kesal, akhirnya Hanum mengetik jawaban.Kalau emang kesucian bagikamu gak penting, kenapagak kamu aja yang tidursama Pak Hajin?Itu kesalahanmu!Bukan kesalahanku!Pesan dari Hanum tersebut langsung dibaca oleh Husna, tetapi tidak dibalas."Heh, Dasar bitch!"Makian itu disertai dobrakan pintu di kamar Hanum. Terlihat Husna sudah rapi dengan pakaian kantornya dan melangkah masuk. Hanum yang sejak tadi duduk lesehan di bawah ranjang refleks mundur."Kamu bilang, aku aja yang tidur sama si bos? Hei, aku ini perempuan berharga! Anak sulung dari keluarga Thana yang lulus di univ ternama dan punya karir bagus! Supaya dari menantu idaman, aku harus dong, jaga keprawanan! Memangnya, kamu? Anak pembawa sial yang bikin orang tuanya meninggal! Udah bagus keluargaku mau menampungmu dan ngasih makan! Disuruh balas budi dikit aja ngeluh! Kamu pikir kamu siapa?"Husna mengatakan kalimat terakhirnya dengan menonyor kepala Hanum. Mata Hanum berkilat amarah sekaligus menggenangkan air."Omong kosong! Menantu idaman?"Hanum berusaha berdiri meskipun tubuhnya takut dan gemetar."Kamu itu sudah gak perawan, Kak! Kakak sering tidur dengan pacar Kakak di sini kalau Ayah lagi pergi dinas, kan?"Plak! Plak!Husna menggamparnya dua kali dengan kemarahan. Dadanya menggebu karena dia merasa ketahuan."Jangan fitnah, Hanum! Memangnya kamu melihat sendiri? Memangnya kamu lihat aku dan pacarku melakukan hal kotor? Aku memang mengajaknya ke kamar, tapi kami tidak melakukannya!"Husna berbohong. Dan dengan menahan rasa sakit di pipinya, Hanum benar-benar menertawakan pembelaan Husna."Tali hitam yang melilit tubuh Kakak, bercak wine di mana-mana, di atas nakas, Kakak memecahkan lampu tidur karena terlalu semangat. Mau aku jabarin lebih detail lagi gimana ekspresi Kakak yang menjijikan?"Plak!Husna menampar pipi Hanum lagi. Kali ini wajah Husna sudah sangat merah karena malu. Sebenarnya bagaimana bisa Hanum melihatnya? Padahal, dia yakin tidak ada orang di rumah saat tahun baru malam itu."Awas aja kalau kamu mengatakan hal yang enggak-enggak di depan Ayah! Aku benar-benar akan membuat hidupmu menderita!"Husna menjambak rambut Hanum dan menghembaskannya dengan keras ke tembok. Pelipisnya membentur ujung hiasan dinding dan terasa sakit sekali.Hanum yang pusing dan merasa sakit pun terduduk di lantai sementara Husna pergi.Saat Hanum meraba pelipis sebelah kirinya, dia berdarah. Perlahan air mata yang Hanum tahan kini tumpah. Dia sudah tidak kuat. Dia benar-benar ingin keluar dari rumah ini.Hanum pun segera bangkit dan membersihkan dirinya kemudian memakai pakaian kantor. Dia cepat-cepat keluar dari kamarnya sebelum Husna sadar bahwa dia belum mengunci kamarnya tadi. Hanum kemudian berangkat ke kantornya dengan menaiki bus. Luka di pelipisnya untung saja tidak parah sehingga hanya dia plester.Hanum sudah memutuskan, dia akan menyerahkan diri pada Hajin daripada hidup tersiksa di keluarganya. Meski itu artinya, Hanum harus merelakan nilai-nilai dirinya. Air mata Hanum meleleh tanpa bisa dia cegah, tetapi dia segera menghapusnya. Untuk berhadapan dengan Hajin dan bernegosiasi, dia tidak boleh lemah. Di saat bersamaan perut kosongnya terus berbunyi dengan berisik."Aku harus makan dulu nanti," gumam Hanum sembari bersandar pada jendela.Dia turun di halte yang tak jauh dari kantornya. Setelah membeli roti dan air dari supermarket yang dia lewati, Hanum baru masuk ke kantor. Dia naik ke lantai 3, tempat di mana Divisi Marketing ada di sana. Dia bertatapan mata dengan Husna, tetapi perempuan itu mengabaikannya. Hanum malah bersyukur dengan sikap Husna daripada wanita itu mengganggunya. Namun, tak lama karena belum sampai rotinya habis, Husna sudah ke mejanya membawa satu file."Fotokopi ini jadi 5 buat rapat jam 9. Taruh di ruang rapat sekalian siapin buat keperluan lain kayak biasanya. Jangan sampai ada kesalahan!"Husna mengatakan itu dengan tatapan tajam. Hanum hanya mengangguk. Dibacanya tulisan di kertas kosong paling atas yang berisi ancaman untuknya.[Awas aja kalau kamu macam-macam! Aku akan sebar rumor kalau kamu merayu dan tidur sama atasan buat bayar uang 100 juta itu! Kehidupan kantormu pasti bakal jadi neraka!]Hanum hanya menarik kertas itu dan meremasnya kemudian membuang kertas tidak berguna itu ke tong sampah. Sedangkan, Husna merasa jengkel karena Hanum tidak ada takut-takutnya. Husna pun merencanakan strategi untuk menjebak Hanum lagi. Kali ini, dia ingin mempermalukan Hanum sampai dia merasa lebih baik mati daripada hidup.Awas saja kamu, Hanum! Aku pasti menghancurkan hidupmu! Pasti, ujar Husna dalam hati dengan berapi-api.Sementara itu Hanum berada di ruang fotokopi yang dekat pantri. Tidak ada orang menyapanya karena mereka mengira Hanum adalah biang masalah di Divisi Marketing."Masih berani juga tuh anak masuk kantor.""Ck! Bener. Anak magang aja bikin masalah. Divisi kita jadi kecoreng kan karena dia.""Betul tuh. Pakaiannya aja alim. Ternyata mau juga nilep uang panas. Jangan-jangan cuma klamufase lagi.""Aku denger-denger dia juga belum lulus, padahal udah mau DO. Huh, jangan-jangan sebelumnya sibuk jadi ayam kampus lagi.""Hih ..."Hanum mendengar semuanya, dia pun melihat bagaimana tatapan orang-orang yang menatapnya jijik. Tapi, dia harus tahan. Membuat keributan lain hanya akan menjebaknya pada masalah baru.Dia harus fokus untuk tujuannya sekarang, menemui Hajin.Hajin Pranadipa ... wajahnya memang tidak terlihat di publik, tapi siapa yang tidak tahu dengan keluarga Pranadipa? Mereka adalah salah satu keluarga konglomerat di Indonesia. Pranadipa Group mendirikan perusahaan kertas yang menguasai produksi dalam negeri dan telah meluas ke pasar Asia. Mereka kemudian memiliki cabang-cabang usaha lain yang bergerak di bidang yang saling terkait. Prana packaging adalah anak perusahaan paling besar di bidang kemasan yang berhasil masuk pasar luar negeri dengan keunggulan produknya yang memiliki klaim ramah lingkungan dan food grade. Omset perusahaan telah mencapai ratusan miliar per buulan. Bisa dilihat dari gedung kantor dan pabrik di belakangnya, seberapa besar aset perusahaan ini. Tentu saja pemilik dan pimpinannya pun kaya. Namun, Hanum justru menemui Hajin Pranadipa sekarang untuk meminta dinikahi 'siri'. Ini semua karena Hanum dijebak atas hilangnya uang perusaahaan dan Hajin meminta untuk tidur dengannya sebagai ganti rugi. Hanum yang seoran
Hanum tidak pernah pacaran dengan hubungan yang sangat intim. Selama ini dia hanya sibuk bertahan hidup. Orang tua kandungnya mengalami kecelakaan mobil saat dia berusia 9 tahun. Dia harus ikut dengan Thana, pamannya. Di rumah sang paman dia diperlakukan semena-mena oleh Husna selama bertahun-tahun. Jadi, tidak ada waktu untuknya berpacaran. Pengalaman Hanum hanya dengan seniornya di kampus yang sama. Namun, daripada pacar, mereka lebih bisa disebut sebagai hubungan tanpa status. Mereka tahu bahwa mereka menyukai satu sama lain, tapi hanya sebatas itu. Mereka juga berjalan ke arah tujuan masing-masing tanpa melibatkan satu sama lain. Karena itu sekarang mereka sudah tidak berhubungan. Pria itu sibuk mengejar karirnya sendiri, sedang Hanum terus terpesorok sejak penelitian skripsinya tidak berjalan lancar. Hanum menjadi mudah melupakan seniornya itu. Setelahnya, Hanum tidak pernah menjalin hubungan dengan orang lain lagi. Sekarang, saat tiba-tiba Hanum harus menikah dan melakukan mal
Hanum yakin sekali, Hajin menikahinya dengan akad agama Islam. Hanum juga mendengar Hajin mengucapkan basmalah dan semua rentetannya mengikuti Pak Kyai saat ijab kabul dengan baik. Dia bukan seperti amatir yang agama hanya untuk pelengkap KTP. Namun, kenapa? Malam tadi saat Hajin menolak salat pengantin dengannya, Hanum bisa mengerti. Mungkin Hajin ingin melakukan itu dengan wanita yang dia cintai suatu hari nanti. Akan tetapi, Subuh ini ... saat Hajin membangunkan Hanum untuk salat sesuai janjinya, pria itu justru bermain ponsel saja di ranjang.Dia tak bergeming bahkan ketika Hanum sengaja menggelar sajadah di tepi ranjang yang dekat dengan Hajin. Selesai salat, Hanum ingin sekali bertanya, tetapi dia merasa takut pada Hajin. Masih segar di ingatannya, bagaimana semalam Hajin marah dan menyiksa dirinya, meski bukan siksaan dalam arti sebenarnya. Namun, jika tetap diam, Hanum merasa tidak nyaman. Mereka suami-istri sekarang. Ah, tidak! Tidak! Jika Hanum mengatas namakan hubungan yang
Hanum menjadi pusat perhatian saat tiba di kantor. Dia mengentri presensi pukul 10. Sudah terlambat masuk, eh ... pakaiannya juga ikut mencolok. Bukan sebab lusuh atau aneh justru dia mengenakan pakaian baru yang bermerk. Tapi, karena itulah dia jadi sangat berbeda. Bisa-bisanya anak magang yang baru saja menghilangkan uang perusahaan malah datang dengan baju mahal? Apalagi Hanum biasanya hanya mengenakan kemeja murah yang dijual obralan saja. Jadi, bagaimana bisa orang-orang tidak berisik membicarakannya lagi? Tentu saja, dia menjadi sasaran empuk sebagai kopi panas hari ini.Semuanya gara-gara Hajin.Pagi tadi ... saat mengajak keluar dari hotel, Hanum berpikir Hajin akan mengantarkannya ke rumah. Akan tetapi, yang dimaksud rumah oleh pria itu adalah rumahnya sendiri bukan rumah Hanum.Hanum baru tersadar ketika mereka sampai di depan sebuah rumah megah milik Hajin. Saat akan turun, Hanum menghentikan Hajin. "Tunggu sebentar, Pak. Saya gak punya baju ganti buat ngantor. Saya lupa,
Hanum tidak tahu mengapa Husna sangat membencinya. Saat mereka masih kecil, Hanum berpikir … Husna hanya belum dewasa. Kehadirannya yang tiba-tiba dalam hidup Husna pasti mengganggu. Namun, seiring berjalannya waktu dan mereka telah dewasa sekarang. Hanum mulai menyadari bahwa Kakaknya ini hanya tidak suka padanya. Dia hanya tidak suka Hanum hidup dan bernapas seperti perkataannya. Karena itu, rasanya jika Hanum balik membenci Husna pun tidak salah. Husna benar-benar sudah keterlaluan padanya. Plak!"Jaga ucapan kamu, Husna Thana! Kamu pikir, karena siapa aku jadi kayak gini?" Hanum membentak Husna setelah dia melayangkan tamparan. Dia cepat-cepat memperbaiki blazer dan kerudungnya. "Siapa yang ngilangin uang, siapa juga yang tanggung jawab? Kalau kamu emang masih punya nurani, lebih baik kamu diem! Kecuali kamu bisa ngembaliin kehormatanku lagi."Detik itu juga Husna yang tadi akan meledak setelah ditampar kini tercengang. Akan tetapi, tak lama dia malah mendengus tawa. "Ha, jad
"Masuk!"Hajin menyahuti ucapan Hanum dengan cepat. Saat dia sampai di ruangannya, Hajin tidak membalikkan kursinya seperti biasa. Dia sudah menghadap kedepan lengkap dengan beberapa lembar kertas di meja. Itu adalah kertas-kertas yang muncul dari fax mail."Kenapa lama sekali? Aku sudah nyuruh Wina untuk memanggilmu sejak tadi. Kamu ke mana? Jangan-jangan kamu keluyuran lagi pas jam kerja?!" Hajin menatapnya curiga. Hanum sedikit tercengang atas tuduhan Hajin. Jika soal pekerjaan, pria itu jadi sangat menyebalkan. "Tidak, Pak. Mana berani saya begitu. Saya cuma ke toilet tadi. Bukan salah saya juga kan saya jadi lama?" Mendengar jawaban Hanum, Hajin menyentuh pangkal hidungnya seakan sedang pusing."Baiklah. Kemari ..."Hajin memundurkan tempat duduknya sedikit dan mengambil salah satu lembar kertas di mejanya dengan tangan kiri. Hanum mendekat ke depan meja sesuai perintah. Namun, Hajin menyuruhnya untuk lebih dekat. "Mendekatlah ..."Hanum bergerak dari depan meja ke samping.
Pukul 12.30, jam istirahat sudah berlalu 30 menit, tapi tak ada tanda-tanda Hajin akan beranjak dari kursinya untuk keluar. Hanum jadi heran, apa setiap hari Haji seperti itu? Hanya kerja? Kerja? Dan kerja? Hanum sungguh tidak paham dengan pikiran orang-orang kaya yang gila kerja. Mereka sudah kaya, tapi karena sifat gila kerjanya itu mereka terus bertambah kaya, sedang orang-orang yang seperti dirinya justru inginnya cepat-cepat rebahan saja. Huh, yang salah memang hanya kebiasaannya. Meski begitu, mana bisa terus bekerja tanpa makan?"Pak ..." Hanum pun memanggil Hajin. Pria itu berdehem karena sedang mengetik di komputernya. "Bapak gak istirahat? Setidaknya, makan?" "Bilang aja kamu yang lapar dan pengen istirahat Hanum," balas Hajin tanpa menatapnya. Dia lantas menghidupkan ponsel pribadinya untuk menelfon seseorang."Na? Udah dapat makanannya belum?"Suara berisik udara luar langsung terdengar. Hajin me-loud speaker panggilan itu hingga Hanum ikut mendengarkan. Hanum memainka
Hanum merutuki kebodohannya sembari menatap ponsel di tangan. Dia baru sadar bahwa dia tidak memiliki nomor pribadi Hajin. Padahal, hari ini dia akan mengambil barangnya dari rumah. Sementara Hajin tidak kembali ke ruangannya bahkan setelah jam pulang kantor. Helaan napas berat terus menemani Hanum sepanjang perjalanannya menaiki bus. Sekarang, dia hanya bisa berdoa semoga Husna tidak langsung pulang ke rumah. Semoga Husna nongkrong sampai malam sehingga mereka tidak perlu bertemu. Jadi, Hanum bisa keluar dari rumah dengan tenang. Sayangnya, harapan dan keinginan selalu saja tak sama dengan kenyataan. Ketika baru saja melangkah dari pintu, suara Husna sudah langsung terdengar. "Nah, datang juga anaknya, Yah! Cepat hukum dia! Dia tidur sama atasan dan mau jadi simpanannya. Malu-maluin keluarga aja."Husna mengadu pada Thana. Pria paruh baya itu masih mengenakan jas formalnya, terlihat dia juga baru saja datang. Husna pun masih memakai rok mini meskipun blazernya telah dia lepas.