Share

Tekad yang kuat 1

Sesampainya di rumah, hatiku rasanya masih menyisahkan emosi sehabis bertemu perempuan itu, dengan perasaan jengkel aku memasukkan barang-barang yang tadi kubeli ke dalam kulkas. Snack, mie instan dan lainnya, tak lupa aku juga membeli sayur-mayur, daging dan juga ikan segar. 

Sebuah notif masuk pada aplikasi berwarna hijau. Pesan dari Mas Arya. Aku sengaja tidak membukanya, apa lagi untuk membalasnya. Aku melanjutkan memasukkan barang-barang ke dalam kulkas.

Selesai!

Aku mengambil ponsel yang tadi kutaruh di atas kulkas. Lalu, menghubungi Hani sahabatku.

[Han, lagi apa? Kalau gak sibuk pulang kerja mampir ya! Ada sesuatu yang ingin kubicarakan] aku mengirim pesan pada Hani, tak lama kemudian pesanku di balas.

[Oke, Bos] balasnya. Aku terkekeh, dasar si Hani. 

Kemudian pesan kembali masuk.

[Jaga kesehatan ya!] pesan dari Mas Arya yang kesekian kalinya. Membuatku muak, percuma perhatian, tetapi ternyata tukang se*ingkuh.

Aku membanting ponsel ke atas kasur dengan gusar. Lalu, berlalu pergi ke kamar mandi. Merendam diri dalam bathup, dengan aroma bunga mawar agar pikiran dan hatiku lebih fresh.

Aku tidak boleh lemah dan menyiksa diri hanya karena Mas Arya lebih memilih wanita lain, aku harus lebih baik dan baik-baik saja. Akan kubuat ia menyesal. Bukankah membuat seseorang yang telah berkhianat itu menyesal adalah dengan cara kita menjadi lebih baik? Iya aku harus kuat, wanita sepertiku tak pantas disakiti oleh lelaki seperti Arya hanya karena perempuan ja*ang itu, aku pantas bahagia.

Saat aku tengah mengeringkan rambut, ponselku kembali berdering, panggilan masuk dari Hani.

"Cepat keluar, gue udah di depan," ucap Hani dengan suara cemprengnya membuatku sedikit menjauhkan ponsel dari telinga.

"Iya." ceklek aku mematikan ponsel, aku yakin perempuan ceriwis yang melebihi Mbak Elma itu sedang memaki-maki, tetapi hatinya baik kok.

Aku segera turun dan membukakan pintu depan, kulihat ditangannya ada dua paper bag dengan tulisan brownies, membuatku menelan ludah seketika, aku mengajaknya minta bantu diet, tetapi ia malah membawakan pupuk. 

"Lama amat si, Buk," gerutunya,"Nih!" Ia menyodorkan paper bagnya, ragu-ragu aku meraihnya.

"Gak diajak masuk, Nih? Aku pulang!" ucapnya cemberut.

Aku tertawa, lalu menggandeng tangannya menuju lantai atas, tak lama kemudian Bi Jana datang mengantar minuman.

"Taruh saja di situ, Bi!" ucapku seraya menunjuk meja rias, Bi Jana pun mengangguk. Aku mengambil beberapa potong  brownies dan memberikan pada Bi Jana.

"Jadi ada berita penting apa?" tanya Hani serius, sambil duduk di sisi ranjang dengan memegang gelas minuman.

Aku pun mulai bercerita panjang lebar, menjelaskan prihal yang tengah menimpaku, Hani adalah sahabat yang bisa dipercaya kami sering berbagi cerita, meski ia belum menikah, dan ceriwis tetapi kalau sudah diajak serius ia bisa lebih bijak.

"Hah! Serius, Ai?" Mata Hani membulat tak percaya, "Br*gsek si Arya, kurang apa coba dirimu?" Hani jadi emosi.

"Jadi apa rencana lo?" tanyanya lagi.

Aku tertunduk lesu, saat ini aku hanya ingin bisa kurus dan merubah penampilanku. Aku ingin membungkam mulut Mbak Elma, dan orang-orang yang nyinyir itu. Kalau aku bisa kurus.

"Bantu gue diet!" ucapku yakin.

"Hanya itu?" tanya Hani meyakinkan.

Aku mengangguk cepat, untuk saat ini aku harus bisa mengubah penampilanku. Aku tidak akan tinggal diam, dengan membiarkan mereka bersenang-senang di luar sana, lihat saja apa yang akan kulakukan. Kemudian, tanganku terulur ingin mengambil potongan bronis entah yang keberapa, Hani segera menepis tanganku seketika membuatku kaget.

"Katanya mau diet?" Aku nyengir, dan menggaruk-garuk kepala yang tak gatal.

***

Minggu pagi, aku dan Hani sudah siap untuk membuang lemak, membakar kalori dalam tubuh dengan lari pagi. Baru setengah jalan rasanya aku sudah tak ngos-ngosan, tetapi demi kebahagianku sendiri aku harus kuat.

Sepanjang perjalanan aroma makanan yang di jual pinggir jalan mengganggu indra penciumanku, mulai dari aroma lontong sayur, nasi uduk, nasi kuning, nasi goreng merah, nasi goreng udang dan banyak lagi lainnya, aku menggeleng kuat. Aku harus bisa diet. Kenapa juga Hani memilih rute ini, sepertinya dia sengaja menguji keimananku, baiklah aku pasti bisa menghadapi ini.

"Hei, kenapa?" tanya Hani menyadari langkahku tertahan pada sebuah gerobak nasi goreng udang.

"Mampir dulu, Neng!" ajak seorang penjual nasi goreng udang langgananku, aku meneguk saliva dan tersenyum.

"Lain kali aja, Bu," balasku tak enak hati.

Aku berlari kecil mendekati Hani, kami pun beristirahat di bawah pohon pinggir jalan, Hani membeli dua botol air mineral.

Mulai sekarang aku harus banyak makan sayur dan sedikit makan nasi, aku mengambil tumis kangkung yang sudah kurequest ke Bi Jana  dalam wadah keramik, dan sedikit nasi. Biasanya aku makan rendang, dengan porsi nasi dua piring.

"Kamu percaya Ai, kalau dengan makan sayur bisa buat kurus?" tanya Hani dengan wajah serius.

"Iyalah, itu yang sering gue dengar, cara diet sehat!" balasku tersenyum.

"Jangan percaya, Ai!" lanjutnya lagi.

Aku menghentikan aktivitas makanku, lalu menatapnya dengan wajah tak kalah serius. "Ke-kenapa?"

"Coba lihat gajah, makan sayur tapi gak kurus-kurus," ucapnya, akhirnya Hani tergelak.

Ah sial, aku melempar tisu bekas ke wajahnya. Membuatnya seketika protes, kini giliranku yang tergelak.

Lihat saja, ini baru permulaan aku pasti bisa diet dan membuat Mbak Elma menarik kata-katanya!

Bersambung ...

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status