"Sudah aku duga kamu yang akan melanjutkan panti ini." Senyum itu masih semanis dulu. Jas dokter yang dia gunakan makin menambah karismanya, secara keseluruhan meski Rama bukan tergolong laki-laki sangat tampan seperti Jagat maupun Arsen, tapi daya tarik laki-laki itu sulit untuk dia tolak. Seruni menggeleng lalu memgang jantungnya yang berdetak biasa saja, tak sekencang saat ada di dekat suaminya. Apa itu artinya rasa sukanya pada Rama sudah berkurang dan dia sekarang telah menyukai suaminya. Gawat ini tidak boleh terjadi! Mungkin hanya Seruni wanita di dunia ini yang takut mencintai suaminya sendiri. Bukan karena Jagat laki-laki yang tak baik, tapi ini soal rasa. Dia takut akan sakit dan kecewa jika rasa ini terlanjur tumbuh dalam hatinya. "Kenapa kak Rama seyakin itu?" Rama tersenyum dan mengangkat bahunya. "Hanya feeling saja, dari semua keluarganya hanya kamu yang sepertinya tulus pada anak-anak." "Kak Rama pernah bertemu dengan semua anggota keluarga mas Arsen?" "Pap
Wanita itu benar-benar menyukai tempat ini. "Mas Jagat silahkan duduk." Jagat menoleh pada wanita paruh baya salah satu pengelola panti yang dia kenal sejak panti ini dibangun. Jagat menyukai anak-anak tentu saja mereka lucu dan menggemaskan, bahkan dia sering menyisihkan gajinya untuk disumbangkan kemari. Meski dia belum bisa memberi sebanyak yang sang kakak beri, tapi baginya tidak masalah. Dia yakin kebaikan sekecil apapun akan berarti untuk anak-anak kurang beruntung ini. Akan tetapi satu masalah besar yang sampai sekarang tak dapat dia pecahkan. Ini bukan soal uang, tapi soal rasa... Dia sayang pada anak-anak itu tapi entah bagaimana jika dia mendekati anak-anak itu mereka langsung menangis, padahal dia tidak memakai topeng monster atau apa. Kakaknya bilang wajahnya terlalu kaku dan tanpa senyum, hal yang membuat anak-anak takut padanya. Tentu saja itu tidak benar, Jagat selalu berusaha tersenyum pada mereka, tapi mereka malah lari karena takut, jadi dia tidak akan mem
"Jadi kamu ingain wasiat Arsen tidak dilaksanakan. Apa karena anakku sudah meninggal kamu melupakan apa yang dilakukan dulu untuk keluarga ini, untuk Jagat." Seruni menelan ludahnya gugup, ibu mertuanya sama sekali tidak berusaha untuk mengecilkan suaranya, bahkan para pelayan yang biasanya mengelilingi mereka memilih pergi menghindar. "Apa maksudmu bukankah kamu sudah janji-" Pandangan sang ayah mertua tiba-tiba jatuh padanya, membuat laki-laki itu terdiam. "Apa kamu yakin kandunganmu akan baik-baik saja?" tanya laki-laki itu. Seruni buru-buru mengangguk, tapi dia langsung kecewa saat sang mertua malah memilih diam dan meneruskan makannya. "Di sana Seruni hanya melihat-lihat saja, pekerjaannya tidak berat, beda jika dia bekerja pada orang lain." Suara sang ibu mertuanya kembali terdengar, datar dan tanpa emosi seperti bisa tidak meninggi seperti tadi. Setelah itu keduanya terdiam dan sibuk dengan makanan masing-masing. Diam-diam Seruni melirik keduanya, ada apa sebenarnya.
“Kamu sudah melewati batas.” Seruni menatap wajah marah Jagat dengan tak gentar. Jika Jagat menolak menceraikannya laki-laki itu harus tahu konsekuensi apa yang akan dia terima. Hubungan mereka adalah suami istri bukan budak dan majikannya. Bagi Seruni pernikahan adalah jika hak dan kewajiban kedua belah pihak sama-sama dipenuhi. “Bukankah itu yang harusnya aku katakan. Aku hanya kebetulan bertemu teman yang kasihan padaku, hamil besar tanpa suami yang mendampingi padahal aku masih memiliki suami.” “Apa ini karena saham itu?” Seruni memejamkan matanya, apa dimana suaminya dia mahluk yang gila uang dan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Rasa sedih dan marah langsung menyergapnya, dia seharusnya tidak boleh begini terus tapi laki-laki yang seharusnya menjadi tempatnya berlindung malah tega menyeretnya dalam jurang seperti ini. “Apa jika Rira yang mendapatkannya mas tidak akan bersikap seperti ini padaku?” Pertanyaan itu diucapkan Seruni dengan mata menerawang pen
Seruni menghela napas lega saat bubur di dalam mangkuk itu habis. Jagat memang menyuapinya dan tidak membiarkan dia makan sendiri. Ditengah amarah dan ketakutannya yang masih pekat, Seruni berusaha keras menerima ‘kebaikan kecil’ sang suami. Jika dilihat Jagat memang seperti seorang suami yang sangat perhatian pada istrinya tapi Seruni benar-benar tidak suka dengan makanan itu, beberapa kali bahkan dia hampir memuntahkannya tapi tatapan dingin Jagat membuat wanita itu menahan semuanya. “Bagus sekali.” Seruni tak tahu apa arti senyuman yang ditunjukkan Jagat saat ini, di saat sang istri berusaha keras menyeka air matanya. “Dia baik-baik saja.” Seruni yang tanpa sadar mengelus perutnya pelan, menatap Jagat dengan pandangan menuntut. “Dokter kemarin malam langsung aku panggil untuk memeriksamu dan kamu hanya butuh istirahat.” “Terima kasih atas perhatiannya,” kata Seruni datar, dia sama sekali tidak tersentuh dengan kebaikan hati suaminya itu.Dia masih ingat semalam bagaimana la
Seruni tak menyangka dia masih bisa tertidur setelah apa yang terjadi. Tubuhnya terasa sangat lemah, meski dia yakin sudah tertidur sangat lama, bahkan jendela kamar sudah dibuka dan matahari menyala dengan terang. Ranjang yang dia tempati sudah lebih rapi dari sebelumnya dan dia juga sudah memakai baju, meski dia tidak bisa mengingat kapan memakainya. Semuanya seperti film rusak dalam kepalanya, lagi dan lagi dia menerima paksaan dari suaminya, apa memang hanya itu yang bisa dilakukan suaminya. Kamar mewah ini terasa sangat lengang, meski Seruni juga tak berharap akan bertemu sang suami di sini. Dia marah pada suaminya. Laki-laki itu begitu egois. Dia yang tidak mau mengantarnya periksa kandungan tapi kenapa dia juga yang marah saat Seruni bertemu orang lain. Laki-laki yang mengantarnya periksa kandungan? Bahkan karena Tita tidak bisa mengantarnya sampai selesai periksa, Seruni terpaksa sendiri dan sayukurlah dia bertemu... astaga apa maksudnya Rama, laki-laki itu memang meneman