“Aku akan mengantar jemputmu mulai sekarang.” Seruni menipiskan bibirnya dia merasa bingung dengan semua sikap sang suami. Laki-laki itu sangat labil, membuatnya kesal saja.“Kalau maksud mas supaya aku tidak selingkuh, mas nggak perlu repot-repot aku tidak ada niat selingkuh.” “Karena laki-laki itu tidak menyukaimu memang.” Apa dosa menampar mulut suami yang berbisa seperti ini?“Terima kasih penjelasannya.” Seruni mengambil tasnya dan dengan perlahan dia menuruni tangga rumah ini, kamar Jagat terletak di lantai dua dan tidak ada lift yang memudahkanya naik turun tangga, untuk bicara pada sang suami dan pindah kamar Seruni enggan. Di sini dia hanya menumpang, tak ada orang yang benar-benar peduli padanya. Seruni mencengkeram erat pegangan tangga, semakin tua usia kanduangannya semakin kesusahan dia naik turun tangga. Lihatlah padahal masih setengah perjalanan lagi tapi napasnya hampir habis. Harusnya dia mengesampingkan rasa tidak enak hatinya demi keselematan diri dan bayin
Pembicaraan terakhirnya dengan sang istri sangat membebani Jagat. Karena itu siang ini dia keluar kantor lebih cepat dan mengarahkan mobilnya ke rumah sakit tempat Rama bertugas. Dia memutuskan menemui laki-laki itu secara langsung serta mencari tahu kenapa dia membenci laki-laki itu hanya karena dia dekat dengan sang istri dan kemungkinan masih memiliki hati istrinya. Seharusnya Jagat tidak perlu peduli bukan, dengan begitu dia akan bebas dari rasa bersalah karena sudah mengabaikan istrinya dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan Rira. Bukan maksud Jagat untuk mengabaikan Seruni sebenarnya dia hanya merasa sang istri lebih bisa menghadapi semuanya sendiri dari pada Rira. Bayangkan saja harus kehilangan laki-laki yang dia cintai tepat saat akan mereka melangkah ke jenjang yang lebih serius. Rira dan kakaknya pasti sudah menyusun rencana indah untuk masa depan mereka, rencana yang tak akan mungkin terlaksana karena maut telah lebih
Seruni menyisir rambutnya dengan tangan dan merapikan bajunya sebaik mungkin. Seharusnya dia memang kemana-mana membawa peralatan make up seperti para perempuan kebanyakan. Lihatlah wajahnya terlihat berminyak, satu-satunya hal yang menjadikan penampilannya sedikit lebih baik adalah senyum yang masih betah bertengger di wajahnya, meski dia sendiri tak tahu sampai kapan senyum itu akan tetap bertahan. Seruni pernah mendengar kalau laki-laki itu mahluk visual yang pasti akan menyukai penampilan wanita yang selalu cantik dan rapi juga wangi... seperti Rira. Nama itu tercetus begitu saja dalam pikirannya. Dia memang tak secantik Rira pantas saja sang suami bahkan enggan untuk menatapnya, tapi kali ini dia akan berusaha bersikap baik dan manis seperti Rira supaya suaminya tidak marah. Kemarahan Jagat adalah hal terakhir yang dia inginkan. Seruni pernah merasakannya, dan itu membuatnya sedapat mungkin menghindari kemarahan sang suami. “Sejak kapan kamu mencintai laki-laki itu?” Jagat
"Sudah aku duga kamu yang akan melanjutkan panti ini." Senyum itu masih semanis dulu. Jas dokter yang dia gunakan makin menambah karismanya, secara keseluruhan meski Rama bukan tergolong laki-laki sangat tampan seperti Jagat maupun Arsen, tapi daya tarik laki-laki itu sulit untuk dia tolak. Seruni menggeleng lalu memgang jantungnya yang berdetak biasa saja, tak sekencang saat ada di dekat suaminya. Apa itu artinya rasa sukanya pada Rama sudah berkurang dan dia sekarang telah menyukai suaminya. Gawat ini tidak boleh terjadi! Mungkin hanya Seruni wanita di dunia ini yang takut mencintai suaminya sendiri. Bukan karena Jagat laki-laki yang tak baik, tapi ini soal rasa. Dia takut akan sakit dan kecewa jika rasa ini terlanjur tumbuh dalam hatinya. "Kenapa kak Rama seyakin itu?" Rama tersenyum dan mengangkat bahunya. "Hanya feeling saja, dari semua keluarganya hanya kamu yang sepertinya tulus pada anak-anak." "Kak Rama pernah bertemu dengan semua anggota keluarga mas Arsen?" "Pap
Wanita itu benar-benar menyukai tempat ini. "Mas Jagat silahkan duduk." Jagat menoleh pada wanita paruh baya salah satu pengelola panti yang dia kenal sejak panti ini dibangun. Jagat menyukai anak-anak tentu saja mereka lucu dan menggemaskan, bahkan dia sering menyisihkan gajinya untuk disumbangkan kemari. Meski dia belum bisa memberi sebanyak yang sang kakak beri, tapi baginya tidak masalah. Dia yakin kebaikan sekecil apapun akan berarti untuk anak-anak kurang beruntung ini. Akan tetapi satu masalah besar yang sampai sekarang tak dapat dia pecahkan. Ini bukan soal uang, tapi soal rasa... Dia sayang pada anak-anak itu tapi entah bagaimana jika dia mendekati anak-anak itu mereka langsung menangis, padahal dia tidak memakai topeng monster atau apa. Kakaknya bilang wajahnya terlalu kaku dan tanpa senyum, hal yang membuat anak-anak takut padanya. Tentu saja itu tidak benar, Jagat selalu berusaha tersenyum pada mereka, tapi mereka malah lari karena takut, jadi dia tidak akan mem
"Jadi kamu ingain wasiat Arsen tidak dilaksanakan. Apa karena anakku sudah meninggal kamu melupakan apa yang dilakukan dulu untuk keluarga ini, untuk Jagat." Seruni menelan ludahnya gugup, ibu mertuanya sama sekali tidak berusaha untuk mengecilkan suaranya, bahkan para pelayan yang biasanya mengelilingi mereka memilih pergi menghindar. "Apa maksudmu bukankah kamu sudah janji-" Pandangan sang ayah mertua tiba-tiba jatuh padanya, membuat laki-laki itu terdiam. "Apa kamu yakin kandunganmu akan baik-baik saja?" tanya laki-laki itu. Seruni buru-buru mengangguk, tapi dia langsung kecewa saat sang mertua malah memilih diam dan meneruskan makannya. "Di sana Seruni hanya melihat-lihat saja, pekerjaannya tidak berat, beda jika dia bekerja pada orang lain." Suara sang ibu mertuanya kembali terdengar, datar dan tanpa emosi seperti bisa tidak meninggi seperti tadi. Setelah itu keduanya terdiam dan sibuk dengan makanan masing-masing. Diam-diam Seruni melirik keduanya, ada apa sebenarnya.