Jagat memaksa untuk pulang padahal kondisinya belum pulih benar. “Aku harus memeriksa sesuatu di kamar kak Arsen.” “Memeriksa apa? memangnya tak bisa menunggu barang satu dua hari?” tanya Seruni kesal. Luka bekas operasinya saja masih basah tapi Jagat malah ngeyel dan ingin segera pulang dan memeriksa kamar kakaknya itu. Sebenarnya bisa saja Seruni menawarkan diri untuk memeriksa kamar itu, tapi dia tidak yakin Jagat akan menyetujuinya apalagi dia juga tidak tahu apa yang dicari laki-laki itu setelah hampir setahun kematian sang kakak. Kamar Arsen memang masih dibiarkan seperti saat laki-laki itu masih hidup, hanya beberapa hari seali para pelayan masuk untuk membersihkannya itu juga dengan pengawasan ketat sang nyonya rumah. entah apa yang disembunyikan Arsen di kamarnya. “Tidak bisa, aku harus segera memastikan sesuatu. Mumpung mama masih ada di rumah sakit juga jadi aku tidak harus berdebat dengannya.”Seruni akhirnya menyerah dan mengurus kepulangan suaminya. Sang dokter ten
“Run sebenarnya apa yang terjadi dengan mama?” tanya Jagat lemah. Laki-laki itu baru saja beberapa jam yang lalu dari pengaruh obat bius dan mendapat kabar kalau mamanya dirawat di rumah sakit ini juga. Bukan dari Seruni atau Bayu tentu saja tapi dari salah satu staff kantor yang baru saja menjenguk keduanya. Seruni tak bisa menyalahkan orang itu tentu saja, dia pasti tidak tahu kalau Jagat tidak mengetahui kondisi sang mama. “Runi kenapa diam saja?” tanya laki-laki itu, dia bahkan berusaha untuk berdiri tapi tubuhnya yang lemas membuatnya limbung, untung saja Seruni cepat menangkapnya. Ironi sekali. Cinta Jagat pada mamanya hanya bertepuk sebelah tangan, Jangankan mengkhawatirkan keadaan Jagat, bertanya tentang kondisinya saja tidak. Seruni paham mungkin mama mertuanya sakit hati karena kelakuan suaminya tapi bukan berarti dia bisa melampiaskan semuanya pada Jagat. “Apa kamu mengkhawatirkan kondisinya?” tanya wanita itu lirih. Jagat menghela napas dalam lalu menatap wanita di
“Anda yakin akan baik-baik saja?” tanya Bayu sekali lagi. Perlahan Seruni berdiri, tentu saja dia tidak baik-baik saja tapi bukan karena kedatangan mertuanya yang pastinya untuk mencari masalah dengannya, tapi karena mengkhawatirkan sang suami di dalam sana. “Kalau maksudmu soal mereka, mungkin ini waktu yang tepat bukankah kamu memang telah menunggu,” gumam Seruni sambil berusaha tersenyum dengan pandangan tajam tepat di bola mata laki-laki di depannya ini. “Maksud anda?” Seruni hanya tersenyum, dia lalu menggeleng pelan, memang tidak seharusnya dia tergantung pada orang lain, dari semua bukti yang ditunjukkan Bayu padanya entah kenapa laki-laki itu belum punya keinginan untuk memberitahu Jagat dan kedua orang tuanya. Apa Bayu merasa bukti itu belum cukup kuat? “Baiklah kalau anda ingin begitu,” jawab laki-laki itu tenang. “Apa kamu tidak ingin begitu? sampai kapan kamu akan menyeretku pada kubangan ini,” jawab Seruni sinis. Bayu hanya menunduk tak ingin menjawab ucapan wani
Seruni tak menyangka akan jadi seperti ini. Wanita itu berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi, dia merasa dejavu dengan keadaan ini. Kemarin ayahnya dan sekarang suaminya, pelakunya pun orang yang sama. Rira.Setahu Seruni Rira memang manja, licik dan menjengkelkan tapi dia tak tahu kalau Rira juga bodoh. Menyerang seseorang di depan banyak saksi saja akan mendapat hukuman berat apalagi menyerang di depan persidangannya sendiri yang di sana banyak praktisi hukum yang menyaksikan. Dan Jagat... Astaga kenapa suaminya mengumpankan diri untuk menolongnya, bukankah Jagat selama ini sama sekali tidak peduli padanya, untuk apa laki-laki itu repot-repot menyelamatkannya. Atau Jagat berpikir kalau Rira menyerangnya hukuman wanita itu tidak akan ditambah, karena tidak akan ada yang menuntut, kalau Jagat berpikir begitu, dia juga bodoh karena sasaran utama wanita itu adalah Seruni dan dia tak sebaik hati itu untuk membebaskan orang berusaha membunuhnya. "Nyonya sebaiknya pulang saja
Beberapa kali hakim harus mengetuk palu untuk menenangkan suasana. "Itu fitnah, saya tidak pernah melakukannya, saya tidak kenal dengan mereka!" Teriakan itu membahana memenuhi ruangan itu, beberapa petugas yang ada di dekat Rira langsung menenangkan wanita itu memintanya kembali duduk dan bersikap koorperatif. Bukti yang diajukan jaksa lagi-lagi memberatkan wanita itu. "JIka anda tidak bisa tenang, akan menyulitkan anda sendiri," kata sang hakim tenang. Pengacara Rira membisikkan sesuatu pada kliennya, meski terlihat tak rela wanita itu akhirnya duduk kembali ditempatnya sehingga sidang bisa dilanjutkan. Akan tetapi keadaan itu tak bertahan lama, karena begitu jaksa mengeluarkan bukti yang memberatkan wanita itu, Rira langsung histeris dan menyumpahi dirinya. Di tempat duduknya Seruni hanya bisa terpaku. Dia sama sekali tak menyangka Rira yang kesehariannya selalu berkata lembut dan sangat manis bisa berubah menjadi sekasar itu. Beberapa petugas langsung membawa Rira pergi
Seruni hanya menoleh sekilas pada sang suami yang sudah berdiri di depan pintu ruang sidang. Tak ada keinginannya untuk menyapa sang suami. Posisi mereka bersebrangan tentu saja, karena Jagat bagaimanapun salahnya Rira akan selallu berada digarda depan untuk membela perempuan itu. Dia tidak tahu sebenarnya rumah tangga macam apa yang dia jalani. “Bisa kita bicara sebentar.” Tiba-tiba Jagat menarik lengannya saat melewati laki-laki itu.“Maaf, Tuan. Bagaimanapun di sini status nyonya Seruni sebagai pelapor dan anda adalah suami terlapor,” kata sang pengacara, mungkin dia lupa kalau Seruni juga istri Jagat saking jarangnya kedua orang itu sepaham. “Apa maksudmu, Seruni juga istriku dan tak ada hukum yang melarang seorang suami bicara pada istrinya.” Benarkan, mereka lupa. Seruni geli melihat para pengacara yang lupa kalau dia juga istri Jagat tapi dia lebih geli lagi pada Jagat yang sok-sokan menggunakan hak prerogatifnya sebagai seorang suami, karenanya nyatanya laki-laki itu ta