Seorang pria berusia lima puluh tahun, ada bekas luka di alisnya. Dia duduk dibalik meja hitam, sembari menatap keluar jendela dari lantai paling atas kantornya. Ia sudah tidak bisa merokok, harus menahan diri karena peringatan keras dari dokternya.
“Permisi pak?” seorang pria jangkung, dengan stelan serba hitam masuk ke dalam ruangan itu.
“Bagaimana?”
“Sudah dipastikan pak!”
Beberapa uban sudah terselip di balik rambut hitamnya. Uang memberikan segala baginya, dia pun mendapatkan perawatan yang sangat baik dari dokter pilihan. Dialah tuan Varo, Direktur rumah sakit. Kegigihannya diakui oleh pesaingnya, hingga ia bisa mendirikan rumah sakit terbaik di kota.
“Hah! Sepertinya aku kurang tegas mendidik putraku! Dia mungkin mengira aku tidak bisa melakukan apapun di usiaku ini ya, ha ha ha” Varo tertawa dengan berwibawa
Matanya kembali terangkat “Dimana gadis itu sekarang?”
“Dia masih bekerja di bagian dapur! Ada hal penting pak yang harus anda tau!” ucap Galang, pria yang sudah bekerja sebagai tangan kanan kepercayaan tuan Varo. Entah seberapa kotor tangannya untuk menyelesaikan semua permasalahan itu
“Apa?”
“Mereka sudah bermalam pak!”
“Hah! Lebih buruk ternyata!” Varo menopang keningnya dengan jemarinya. Gerutan cemas bercampur dengan ketenangan
“Apa aku singkirkan saja?”
“Tidak! Tidak perlu, biar aku yang mengurus ini! Wanita itu harus bisa menyadari, bagaimana dia menjadi debu ditengah-tengah berlian”
Varo menggantung jas putihnya, dia menyingkir dari kursi singgasanannya. Melangkah ke tempat itu.
Di tempat yang berbeda, Richella merasa bergairah untuk apa yang dia rasakan. Mendengar Azam yang memanggilnya sayang, dia sangat yakin kalau Azam tidak mempermasalahkan tentang kehamilannya. Jauh di belakang rumah sakit, di tempat yang jarang dikunjungi orang-orang.
“Richi?” suara Azam menggelora hatinya Richi, ia tersenyum penuh haru.
“Azam? Lihat ini!” Richella langsung menunjukkan hasil tes kehamilannya.
Richellea tidak mendapatkan kasih sayang di rumahnya, belum lagi dia bingung bertindak untuk masa lalu yang kelam. Kematian orang tuanya janggal, tapi dia tidak punya tenaga untuk mencari kebenaran. Ia hanya pasrah dengan cinta yang begitu besar ia taruh kepad Azam.
“Richi, ini?”
“Iya, ini anak kita! Dia ada disini!” Richella mengelus perutnya
Awalnya, dia tidak percaya diri untuk menjadi seorang ibu. Ia berjanji pada dirinya, menjaga benih dari pria yang sangat ia cintai.
“Kamu bahagia kan sayang?” Richella bertanya penuh harap
Azam menatap wanitnya, ia menyatukan alisnya sebagai bentuk kebingungan untuk sikapnya “K-kamu nggak minum obat yang aku kasih ya?”
“Hah?”
“Obat itu, sebelum kita ngelakuin sex! Kamu nggak minum kan?”
Iris mata Richella bergetar, sejalan dengnan hatinya yang bertanya akan kegelisahan. Apakah pria di depannya meragukannya? Setelag dia memberanikan diri memberikan keperawanannya. Ia bahkan merasa tubuhnya berubah semenjak terakhir kali mereka melakukan sex.
Richella merasa ukuran dada dan bokong nya jauh lebih besar. Dada yang kenyal sampai bra nya terasa agak sempit, dan bokong yang terasa lebih padat.
“Sayang! Maaf, aku tidak minum obat itu karena aku lupa! Kau sering memancing segalanya dengan vodka, sampanye dan lainnya. Itu membuat aku gerah, sampai lupa meminum obat itu”
Azam terperangah, ia memijit keningnya. Ekspresinya berganti cemas dengan cepat. Lintas cahaya yang mengalahkan petir, sungguh Azam tidak ingin menjadi lebih rumit.
“Richella aku akan…”
“Kalian berdua!” ucap sura berwibawa, yang membuat mereka tersentak. Ketika Varo, ayahnya Azam berjalan dengan santai mendekati mereka.
***
Pandangan yang terasa hangat, garis bibir dengan senyuman teduh. Richelle berfikir, inikah wajah asli dari sang Direktur? Apa mungkin ada keramahan hingga mereka menerima kedatangannya di tempat ini?
“Tidak nyaman kalau membicarakan masalah ini diluar! Itulah mengapa aku membawa kalian ke dalam ruanganku” Varo memulai obrolan
Azam menggerakkan jemarinya, sesekali ia mengutil ujung kukunya pertanda ia cemas. Ia sudah bermain dengan banyak wanita, dan sungguh dia tidak menduga ayahnya akan menangkap basah dirinya ketika hubungannya bersama karyawan rendahan di rumah sakit ini.
“Dad? Sejak kapan kau tau?” Azam bersuara, tidak sejalan dengan kecemasan hatinya. Dia bersikap begitu tenang dari luar, tapi hatinya menjerit dari dalam. Ayahnya terbiasa mendidiknya keras, namun ada sesuatu di dalam diri Azam yang memaksanya untuk membuktikan tentang keberadaanya itu kepada ayahnya, meskipun pada akhirnya semua masalahnya diselesaikan oleh ayahnya.
“Kau Richella, dari bagian dapur dan sudah bekerja di rumah sakit ini selama setahun lebih kan?”
Richelle terhentak ketika sang Direktur menyebut namanya, padahal sebelum ini dia bahkan tidak pernah berpapasan langsung dengan Direktur rumah sakit.
“I-iya Pak!” jawabnya bersusah payah
“Jadi kau kekasih putraku?”
“Dad?” Azam bersuara, dia tidak nyaman ketika ayahnya bertanya seperti itu
“A-aku!”
“Tidak perlu dijawab Richi! Dad? Tolong bahas ini denganku saja!” Azam memotong kalimatnya. Richella tertunduk bingung, harapannya begitu besar kepada Azam.
“Aku sudah tau semuanya Azam! Aku ayahmu, tentu aku mengenal dengan baik putraku! Sekarang, Richella, untuk menerima mu di dalam keluarga kami, tentu aku ingin mengenalmu lebih jauh bukan?” Varo menunjukkan sisi tegasnya
Richelle langsung terbuai, dia merasa sangat bangga karena ternyata Direktur di rumah sakit ini mau menerima perempuan biasa sepertinya.
“Iya Pak!” jawabnya dengan senyuman sumringah
“Oke! Aku mendengar semua yang kalian bahas tadi, hanya untuk memastikan. Apa benar kau hamil anaknya Azam?”
Dengan rona wajah merah, dan rasa malu yang masih tersisa. Richella terpaksa menjawab pertanyaan itu “Iya pak! Hanya pak Azam kekasih saya, hanya dia yang saya cintai seutuh ini, hanya dengannya saya berjalan sejauh ini”
Varo langsung menatap Azam, dan tentu Azam bisa mengerti maksud dari tatapan mata ayahnya. Menjadi putra satu-satunya, ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayahnya dibandingkan ibunya.
“Baiklah! Hmm, aku senang karena sebentar lagi akan memiliki cucu! Masalahnya, kau tau situasi rumah sakit sedang genting dari isu tentang dokter yang melanggar aturan bulan lalu kan? Aku tentu tidak ingin ada berita lain yang menggemparkan! Bisakah kau menerima saran dariku?” ucapnya dengan kalimat penuh paksaan.
“Apa itu pak?” Richella yang merasa diterima, tidak menaruh curiga sama sekali
“Pergilah ke villa kami di California, lahirkan anakmu disana, dan Azam akan menyusul untuk menikahi kamu! Aku akan memberitahu keluargamu, dan setelah itu aku yang mengurus sisanya!”
Itu adalah keputusan mutlak yang tidak bisa Richella bantah. Dia pulang ke rumahnya, dengan wajah ceria karena Azam akan bertanggung jawab, dan keluara Azam menerima dirinya. Meskipun ketika sampai di rumah, rambutnya ditarik paksa oleh pamannya.
“Sakit paman! Sungguh, sakit sekali” dia merengek dengan air mata yang begitu mudah untuk jatuh
“Jalang sialan! Bagaimana bisa kau menjual dirimu kepada putra dari tuan Varo? Sejak kapan kau menjadi pelacur yang terlatih hah?”
“Paman? Apa tuan Varo sudah mengatakan padamu? Aku akan keluar dari rumah yang pengap ini” Richella mendorong tangan pamannya, dia merasa sudah memiliki kekuatan karena Azam bersamanya sekarang.
Tantenya datang, melemparkan tas jinjing dan satu koper kecil ke arah Richella “Mulai sekarang, keluar kau dari rumah ini. Aku tidak sudi ada pelacur di rumah ini. Coba saja hidupmu diluar sana! kami tidak mengakui dirimu sebagai keluarga”
Kening Richelle mengkerut, kenapa dia di usir dari rumahnya sendiri? Rumah yang sudah dengan susah payah dibangun orang tuanya.
“Kalian kejam, ini rumah orang tuaku yang kalian rebut paksa dari gadis tiga belas tahun yang tidak tau tentang apapun di masa lalu” ucapnya merintih pilu
“Keluar kau jalang!” tantenya menghantam kopernya, membuat Richella semakin jauh terdorong ke belakang. Satu-satunya harapannya hanyalah Azam. Dia merogoh ponselnya, kembali mengadu kepada pria yang sangat dia cintai
“Hallo? Azam? A-aku di usir! Tolong jemput aku sayang….” ucapnya manja
“Baiklah! Kalau begitu kau pergi sore ini ke California!” balas Azam.
Rose sedang memulihkan diri di rumah karena patah tulang ringan. Itu hanya seminggu setelah masa-masa indah, karena Sean terstimulasi oleh hasil akhir ujian tengah semesternya dan mengantarnya ke sekolah. Satu-satunya keuntungan adalah dia memiliki sopir untuk menjemput dan mengantarnya selama cedera. Rose belum beradaptasi dengan kehidupan awal. Dia tidur grogi untuk dua kelas. Dalam keadaan linglung, dia samar-samar merasakan seseorang di depan matanya. Ketika dia membuka matanya, ruang kelas kosong. Hanya Matthew dari Kelas 5 yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan cemberut. Rose ingat bahwa Matthew dan Andrew menekannya seperti bukit hari itu, hampir sekarat, dan merasakan lengannya sakit lagi. Dia mendongak dan saling menatap miring. "Mengapa kamu di sini?" Matthew memandang rendah Rose, yang cuek dan frustrasi. Senang melihatnya tanpa jalan memutar, tetapi tidak mungkin. Siapa yang membiarkan dirinya memuk
Richelle berusaha untuk menutupi rasa gemetar di tubuhnya. Dia tidak ingin wartawan menilai keterpaksaan dirinya untuk berdiri disamping Daimiro. Tidak, ini bukan karena dia ketakutan. Dia hanya bingung, mengapa Daimiro bertindak sejauh ini? Waktu berlalu, mereka kembali ke rumah ketika sore. Richella langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Matanya melirik pemandangan langit-langit kamarnya yang terasa sendu. Apa yang salah? Dia gelisah dengan tidak menentu “Kenapa tidak mandi?” Daimiro masuk ke dalam kamar. Ia melepaskan dasinya, dan membuat Richelle tersentak karenanya. Ia mengganti posisinya duduk, menekuk lututnya menyatu dengan dadanya dan menatap Daimiro dengan sayu. Fikirannya hanya dipenuhi dengan pertanyaan yang tidak menentu. Meskipun begitu, mulutnya tidak bisa mengatakan apapun. “Kenapa?” Daimiro menyingsing lengan kemejanya hingga siku. Sorot matanya nampu melelehkan hati Richella. Di depan mereka, kalangan pembisnis, rekan kerja, dan media. Daimiro seperti dew
Tubuh Richella masih merasakan getaran hebat sisa semalam. Selama ini, untuk mendapatkan sentuhan seperti itu dari Daimiro, ia membutuhkan dorongan alkohol. Pria itu melakukan hubungan itu dengan kesadarannya.“Apa dia benar-benar cemburu?” Richella bergumam, dan fikirannya membayangkan raut wajah Daimiro. Dia begitu seksi ketika bercinta, tubuh gagah nya, dan keringat yang mengalir di tubuh Daimiro. Itu mengkilap seperti tidak akan pernah usai.“Apa yang kau fikirkan Richi?” Mona menghampiri gadis di depannya, ia meletakkan segelas coklat hangat di depan Richella. Tiba-tiba saja Richella ingin meminum minuman manis itu“Hah? Tidak ada!” Richella tersenyum tipisMona merasa sangat puas, melihat Richella mampu mengendalikan diri di lokasi pesta. Meskipun begitu, Daimiro sudah memikirkan banyak hal yang mungkin saja terjadi ke depannya. Sejak awal, Daimiro lebih dulu mengambil resiko untuk Richella, tanpa gadis itu sadari.“Apa kau merasa terbebani dengan situasi ini?” Mona bertanya, se
“Apa kau tidak menyadari, kalau istrimu ini pembohong tuan Dai?” ucapan terakhir dari Naomi masih tersisa di fikiran Richella. Apa benar dia yang bersalah dalam situasi ini?Kalau saja dia berbohong, maka pernikahan ini juga sebuah kebohongan. Richella merasa gelisah, fikirannya di hantui oleh beberapa hal yang rasanya tidak layak. Apakah jalannya benar? Apa dia harus bertahan? Dia merasa Daimiro tidak akan pernah menjadi suaminya.Ketika segalanya bercampur aduk, dia justru diserang oleh ciuman tiba-tiba dari Daimiro. Suaminya itu bahkan mendorong tubuhnya kasar hingga ia telentang di atas ranjang nya. Matanya membundar begitu melirik Daimiro melepaskan ikat pinggang nya.“Dai? A-ada apa? Kenapa kau marah padaku?”Daimiro mempersempit jarak diantara mereka, hanya 5 cm dalam situasi mereka saling bertatapan.“Apa aku terkesan tidak berguna bagimu?” nada bicara Daimiro lirih, namun matanya menatap dengan putus asa.“Dai? Kau marah kan? Apa kesalahanku? Aku sudah berusaha untuk…”“Kau b
Menyadari sesuatu yang janggal untuk istrinya, Azam pun mendekat. Awalnya dia berfikir kalau isrtinya hanya sekedar bertegur sapa dengan Daimiro. Wajahnya agak menegang begitu melihat ekspresi Daimiro yang terkesan tidak bersahabat.Dia masih tidak yakin kalau Rihcella sudah kembali, sepengatahuannya Richella sudah di urus oleh ayahnya untuk tidak mengusik dirinya. Dia mencoba membangun benteng dirinya, dan meyakini wanita yang berada di samping Daimiro itu hanya sekedar mirip dengan Richella.“Sayang? Kamu ngobrol banyak ya?” Azam menghampiri istrinya dengan nada bicara yang rendah, ia langsung menyentuh pundak istrinya.Richella merasa getir, dia merasa tidak adil. Di masa lalu, Azam begitu mencintainya, terlihat seperti itu. Lalu sekarang apa?Azam, mengangkat kepalanya. Dia memberanikan diri menatap Daimiro “Senang kau kembali Dai!” lalu dia beralih melihat wanita di samping Daimiro “Dan untukmu istrinya…” Azam terdiamTidak ada yang lebih tau dibandingkan dirinya, bagaimana cara
Richella takut, jika saja dia kembali bertemu dengan masa lalu. Apa mungkin dia sudah mengikis habis orang itu dari memorinya?Azam adalha pria yang pertama kali dia cintai. Pria yang membuat luluh dirinya, bahkan sampai di titik dia memberikan segalanya. Richella berfikir, kelak dia harus bertemu dengan pria yang bisa membuatnya aman, maka dirinya akan terlepas dari genggaman keluarga pamannya.“Kau tunggu disini! Aku akan menemui orang tuaku!”Richella menganggukkan kepalanya, semuanya terjadi begitu cepat. Apalagi pernikahan antara dirinya dan Daimiro. Sesuatu yang terkesan tidak nyata. Dia tidak memiliki keluarga, tapi bagaimana dengan Daimiro?Richella hanya melirik foto keluarga Daimiro, mendengar suara ayah mertuanya dari jauh. Meskipun begitu, dia tidak berniat untuk bertanya sebelum Daimiro mengatakan lebih.“Jangan gemetar! Tuan Daimiro akan menjagamu!” Mona mengelus pundak Richella.Richella menundukkan kepalanya, entah seperti apa nasibnya setelah ini. Katakan saja dia sud