Dihantam oleh kepahitan bertubi-tubi, membuat Richella hendak mengakhiri hidupnya. Dia yang menyaksikkan kematian janggal orang tuanya, dia yang dibesarkan oleh paman yang sudah berkhianat kepada ayahnya, lalu dia yang dipaksa pergi ke luar negri untuk melahirkan anak dari kekasihnya , justru ia mendapatkan pengkhianatan tanpa ia tau alasannya. Ketika jiwanya hampir berada di ujung tenggorokkanya, dan hidupnya yang seperti plastik kotor di unggukkan sampah, seorang pria yang tidak ia kenal, memaksanya bangkit kembali, sebagai balas budi darinya untuk Richella di masa lalu. Siapakah pria itu baginya di masa lalu? Akankah Richella mengungkap kebenaran kematian orang tuanya? Sanggupkah ia berubah menjadi wanita tangguh di depan kekasihnya yang sudah berkeluarga? Ataukah dia tetap ingin mengakhiri hidupnya?
View MoreJerman,Hamburg
Kabut menutupi daun pepohonan yang menelan malam gelap.
“Arghh! Sakit! Jangan dipaksa!” suara serak Richella, menelan gerangan lebih dalam dari pria dengan tubuh mengkilap dibalut keringat. Ia menyisir kasar leher angsa putih milik Richelle, nafas berat yang menggebu.
“Berikan hanya untukku!” baritone yang berbisik melewati daun telinganya. Mata Richelle terpejam menanggung perih daripada rasa nikmat yang entah seperti apa rupanya.
Gairah malam yang mendayu dengan sakit yang menjalar di tulang belakangnya. Lantas, dimana rasa nikmat bercinta?
***
Pupilnya terbuka perlahan, menyusul dengan bulu mata yang naik dan turun mengikuti irama kedipan. Urat wajahnya meringis, dan aroma keringat sisa semalam masih terasa. Richella menyapu ruangan kamar dengan netranya.
“Azam?” bibir madunya menyebut nama pria yang menggelora tadi malam. Sedemikian kuatnya efek minuman tequila yang terpaksa ia minum, sebagai bukti cintanya untuk pria itu. Padahal, selama satu tahun hubungan mereka, Richelle menahan diri.
“Argh! Ngilu!” Richella bergumam. Pupil mata dengan tinta almond itu, tercengang melirik noda merah merekah di sprei kasurnya. Giginya menggigit lembut bibir bawahnya, sudah terlambat untuk menyesal.
“Kau sudah bangun? Aku pergi sekarang!” dada bidang pria itu kembali tertutup kemeja polos navy, dan ia sudah rapi dengan rambut klimis seperti biasanya.
“Kenapa buru-buru?”
“Kau tau bagaimana ayahku kan? Dia tidak akan suka, kalau aku terlambat!”
“Azam! Ini masih terasa ngilu!”
“Rici, kau sudah dewasa! kau bisa mengurus dirimu kan? Aku tidak punya waktu untuk mengantarmu pulang! pakai ini untuk naik taksi!”
Pria itu mengeluarkan uang beberapa lembar dolar, meletakkan diatas laci meja disamping tas Richella. Ia yang gagah, memiliki kulit putih yang terawat, dan dia memang terkenal dengan sikap perfectionisnya. Bahkan hingga detik ulu nafasnya, Richella masih tidak menyangka ia akan menjadi kekasih dari Azam Delvaro, putra dari tuan Varo yang merupakan Direktur rumah sakit Varo Healt, Jerman.
“A-azam? Tunggu…” Richella memaksa berdiri, dengan kaki tungkainya, membenamkan tubuhnya di dalam balutan selimut cream.
“Apalagi?”
“T-tadi malam? Kau keluarkan dimana?”
“Di dalam!”
“T-tapi kau tidak pakai pengaman kan?”
Azam mendesah berat, jemari kekarnya terangkat ke udara. Berhenti meremas lembut lengan atas milik wanita yang bercinta dengannya tadi malam. Iris mata yang menggelora saling beradu, entah dia mencintai wanita itu, atau hanya sekedar penasaran karena ia sudah mewarnai wanitanya.
“Sayang! Aku memintamu untuk minum obat tadi malam kan? Jangan khawatir! Aku dokter dan cukup tau tentang itu! Aku pergi ya, bye” Dia mengecup lembut bibir madu milik Richella, masih terasa manis tapi tidak ada waktu untuk melepaskan hasrat.
Mata sayu Richella mengemis penyesalan. Ia merenggut tas nya, membuat bunyi berisik karena ia tengah mencari pil itu dengan tergesa-gesa, dan ketika dia berhasil menemukan itu. Dia tidak beruntung sama sekali.
“Ya ampun, mati aku!” Richella menepuk jidatnya. Terduduk lesu, debaran jantung membunuh kalbu. Nafasnya memburu kemudian menjadi tenang dengan hitungan detik “Tidak apa! Aku lupa minum pil nya! Tapi, aku percaya Azam mencintaiku! Dia bahkan memberikan semua hadiah itu, dan kenikmatan oh, nikmat itu agak?”
Dia tidak melanjutkan ucapannya, karena yang terasa tadi malam hanyalah rasa sakit. Ribuan jarum menusuk liang nya, belum lagi rasa pegal,bahkan juga sulit baginya berjalan karena rasa perih.
“Aku juga harus pulang! Argh, mereka pasti sudah menungguku dengan cambukkan!” kembali ia terbenam dalam deritanya.
***
Richella Anastasya, wanita yang menyaksikan ayahnya tergantung di langit-langit kamar ketika usianya tiga belas tahun. Ia yakin penyebab ayahnya bukanlah bunuh diri, itu karena dia melihat ayahnya lembur setiap malam dan tertekan karena mengetahui rahasia perusahaan.
Tidak ada yang tau siapa tangan sebenarnya yang mencekik nyawa ayahnya, namun dia tau tidak ada yang beres karena setelah itu pamannya langsung menempati posisi ayahnya di perusahaan tuan Varo. Sialnya sekarang, ia tumbuh dengan suapan kebencian dari pamannya.
Richella, tidak memiliki apapun, dan pamannya satu-satunya keluarganya. Untuk gadis berusia 13 tahun, tidak ada pilihan untuk menyambung hidup.
Ibunya yang berusaha mencari kebenaran, ketika hukum menutup mata. Membuat situasi merenggut nyawa ibunya karena sakit yang ia derita. Kehilangan kedua orang tuanya, memaksa Richella tinggal dengan pamannya, Marcel.
Marcel pria ambisius, segala yang dia inginkan harus ia dapatkan. Ia memiliki keluarga yang harmonis, istri yang mendukungnya, dan putri manis yang manja padanya. Maka keberadaan Richella hanyalah racun baginya, dan pembawa sial yang layak dia asingkan.
“A-aku pulang!” Richella melangkah masuk melewati pintu belakang
Satu langkah kakinya masuk, tamparan panas mendera pipi kanan. Memberikan sensasi terbakar, dan air mata yang harus dia tahan di sudut matanya.
“Sayang, keponakan manisku, belajar menjadi jalang yang tidak tau diri ya? Bagus! Dimana kau tidur tadi malam, Rici?” suara keibuan, dengan kalimat yang menyakitkan. Begitu lembut caranya berbicara, namun tantenya ringan tangan untuk menyakitinya.
“A-aku kerja lembur tante!” kebohongan yang terlalu mencolok, tidak menolong Richella sama sekali. Masih terasa sisa darah dari kematian orang tuanya, meskipun usianya sudah menginjak 23 tahun, tapi tidak ada daya untuk itu.
“Lembur? Kau hanya bekerja sebagai tukang masak di rumah sakit, menjadi babu dari koki disana. Alasanmu tidak masuk akal, sayang! Kalau mau jadi pelacur, katakan padaku! dengan senang hati aku menjualmu! Aku tau kau berhubungan dengan seorang pria akhir-akhir ini kan!”
“T-tidak! itu tidak benar” kepala Richella menggeleng sayu
“Jeje? Tolong kesini! Cepat! Bawa semua kotak itu! Jeje?” Mona memangil kepala pembantu di rumahnya. Seorang wanita berusia 40 tahun berlarian dengan nafas terengah, membawa kotak coklat di tangannya “I-ini nonya!”
Richella terkejut melihat semua pemberian Azam ada disana, dia fikir itu sudah tersembunyi dengan baik, nyatanya tidak.
“Gajimu tidak akan pernah cukup membeli semua barang ini, Rici! Kau dapat darimana? Kepada siapa kau menjual diri?” masih dengan suaranya yang keibuan.
“Aku membeli semua itu dengan tabunganku!”
“Jeje? Tolong bakar semua barang itu ya!”
“Tidak!” Richella merenggut paksa, ia menahan perih selangkangannya untuk bersandiwara. Dorongan dari Mona membuat ia terhentak, lepas kendali tanpa tenaga yang tersisa
“Bakar!” perintah Mona sekali lagi,
Richella meringis, dan semua benda sudah masuk ke dalam tungku perapian penghangat rumah. Cermin matanya memperlihatkan segalanya, api yang memakan pemberian dari pria yang begitu dalam ia cintai.
“Sebagai istri dari pamanmu, sudah tugasku untuk mendidik mu menjadi wanita baik-baik, manisku! Jangan mengikuti jejak ibumu yang menjadi wanita murahan, dan mati dengan sia-sia!” Mona berlalu dengan kebencian yang ia tanam.
Richella menangis, air mata mengalir di pipinya. Tidak ada juluran tangan, kecuali suara pria itu. Azam yang akan menenangkan dirinya setiap malam.
Satu bulan berlalu!
Kegelisahan yang sekian waktu Richella coba hindarkan. Dia yakin tidak akan ada pengaruh apapun, karena dia dan Azam bercinta kala itu. Sialnya, jemarinya bergetar memegang tespack. Hasil positif akurat tidak terbantahkan.
Nafasnya menelfon Azam dengan terengah-engah “Azam? Azam, sayang! Dengar! A-Aku hamil!” dia memberitahu dengan hati girangnya, ia percaya Azam akan bertanggung jawab untuk cintanya.
“A-pa? Benarkah? Sayang, kamu dimana sekarang? Aku ingin bicara!” suara berat Azam, adalah perintah yang tidak bisa dia tolak oleh nya dengan nada yang tegas
Rose sedang memulihkan diri di rumah karena patah tulang ringan. Itu hanya seminggu setelah masa-masa indah, karena Sean terstimulasi oleh hasil akhir ujian tengah semesternya dan mengantarnya ke sekolah. Satu-satunya keuntungan adalah dia memiliki sopir untuk menjemput dan mengantarnya selama cedera. Rose belum beradaptasi dengan kehidupan awal. Dia tidur grogi untuk dua kelas. Dalam keadaan linglung, dia samar-samar merasakan seseorang di depan matanya. Ketika dia membuka matanya, ruang kelas kosong. Hanya Matthew dari Kelas 5 yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan cemberut. Rose ingat bahwa Matthew dan Andrew menekannya seperti bukit hari itu, hampir sekarat, dan merasakan lengannya sakit lagi. Dia mendongak dan saling menatap miring. "Mengapa kamu di sini?" Matthew memandang rendah Rose, yang cuek dan frustrasi. Senang melihatnya tanpa jalan memutar, tetapi tidak mungkin. Siapa yang membiarkan dirinya memuk
Richelle berusaha untuk menutupi rasa gemetar di tubuhnya. Dia tidak ingin wartawan menilai keterpaksaan dirinya untuk berdiri disamping Daimiro. Tidak, ini bukan karena dia ketakutan. Dia hanya bingung, mengapa Daimiro bertindak sejauh ini? Waktu berlalu, mereka kembali ke rumah ketika sore. Richella langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Matanya melirik pemandangan langit-langit kamarnya yang terasa sendu. Apa yang salah? Dia gelisah dengan tidak menentu “Kenapa tidak mandi?” Daimiro masuk ke dalam kamar. Ia melepaskan dasinya, dan membuat Richelle tersentak karenanya. Ia mengganti posisinya duduk, menekuk lututnya menyatu dengan dadanya dan menatap Daimiro dengan sayu. Fikirannya hanya dipenuhi dengan pertanyaan yang tidak menentu. Meskipun begitu, mulutnya tidak bisa mengatakan apapun. “Kenapa?” Daimiro menyingsing lengan kemejanya hingga siku. Sorot matanya nampu melelehkan hati Richella. Di depan mereka, kalangan pembisnis, rekan kerja, dan media. Daimiro seperti dew
Tubuh Richella masih merasakan getaran hebat sisa semalam. Selama ini, untuk mendapatkan sentuhan seperti itu dari Daimiro, ia membutuhkan dorongan alkohol. Pria itu melakukan hubungan itu dengan kesadarannya.“Apa dia benar-benar cemburu?” Richella bergumam, dan fikirannya membayangkan raut wajah Daimiro. Dia begitu seksi ketika bercinta, tubuh gagah nya, dan keringat yang mengalir di tubuh Daimiro. Itu mengkilap seperti tidak akan pernah usai.“Apa yang kau fikirkan Richi?” Mona menghampiri gadis di depannya, ia meletakkan segelas coklat hangat di depan Richella. Tiba-tiba saja Richella ingin meminum minuman manis itu“Hah? Tidak ada!” Richella tersenyum tipisMona merasa sangat puas, melihat Richella mampu mengendalikan diri di lokasi pesta. Meskipun begitu, Daimiro sudah memikirkan banyak hal yang mungkin saja terjadi ke depannya. Sejak awal, Daimiro lebih dulu mengambil resiko untuk Richella, tanpa gadis itu sadari.“Apa kau merasa terbebani dengan situasi ini?” Mona bertanya, se
“Apa kau tidak menyadari, kalau istrimu ini pembohong tuan Dai?” ucapan terakhir dari Naomi masih tersisa di fikiran Richella. Apa benar dia yang bersalah dalam situasi ini?Kalau saja dia berbohong, maka pernikahan ini juga sebuah kebohongan. Richella merasa gelisah, fikirannya di hantui oleh beberapa hal yang rasanya tidak layak. Apakah jalannya benar? Apa dia harus bertahan? Dia merasa Daimiro tidak akan pernah menjadi suaminya.Ketika segalanya bercampur aduk, dia justru diserang oleh ciuman tiba-tiba dari Daimiro. Suaminya itu bahkan mendorong tubuhnya kasar hingga ia telentang di atas ranjang nya. Matanya membundar begitu melirik Daimiro melepaskan ikat pinggang nya.“Dai? A-ada apa? Kenapa kau marah padaku?”Daimiro mempersempit jarak diantara mereka, hanya 5 cm dalam situasi mereka saling bertatapan.“Apa aku terkesan tidak berguna bagimu?” nada bicara Daimiro lirih, namun matanya menatap dengan putus asa.“Dai? Kau marah kan? Apa kesalahanku? Aku sudah berusaha untuk…”“Kau b
Menyadari sesuatu yang janggal untuk istrinya, Azam pun mendekat. Awalnya dia berfikir kalau isrtinya hanya sekedar bertegur sapa dengan Daimiro. Wajahnya agak menegang begitu melihat ekspresi Daimiro yang terkesan tidak bersahabat.Dia masih tidak yakin kalau Rihcella sudah kembali, sepengatahuannya Richella sudah di urus oleh ayahnya untuk tidak mengusik dirinya. Dia mencoba membangun benteng dirinya, dan meyakini wanita yang berada di samping Daimiro itu hanya sekedar mirip dengan Richella.“Sayang? Kamu ngobrol banyak ya?” Azam menghampiri istrinya dengan nada bicara yang rendah, ia langsung menyentuh pundak istrinya.Richella merasa getir, dia merasa tidak adil. Di masa lalu, Azam begitu mencintainya, terlihat seperti itu. Lalu sekarang apa?Azam, mengangkat kepalanya. Dia memberanikan diri menatap Daimiro “Senang kau kembali Dai!” lalu dia beralih melihat wanita di samping Daimiro “Dan untukmu istrinya…” Azam terdiamTidak ada yang lebih tau dibandingkan dirinya, bagaimana cara
Richella takut, jika saja dia kembali bertemu dengan masa lalu. Apa mungkin dia sudah mengikis habis orang itu dari memorinya?Azam adalha pria yang pertama kali dia cintai. Pria yang membuat luluh dirinya, bahkan sampai di titik dia memberikan segalanya. Richella berfikir, kelak dia harus bertemu dengan pria yang bisa membuatnya aman, maka dirinya akan terlepas dari genggaman keluarga pamannya.“Kau tunggu disini! Aku akan menemui orang tuaku!”Richella menganggukkan kepalanya, semuanya terjadi begitu cepat. Apalagi pernikahan antara dirinya dan Daimiro. Sesuatu yang terkesan tidak nyata. Dia tidak memiliki keluarga, tapi bagaimana dengan Daimiro?Richella hanya melirik foto keluarga Daimiro, mendengar suara ayah mertuanya dari jauh. Meskipun begitu, dia tidak berniat untuk bertanya sebelum Daimiro mengatakan lebih.“Jangan gemetar! Tuan Daimiro akan menjagamu!” Mona mengelus pundak Richella.Richella menundukkan kepalanya, entah seperti apa nasibnya setelah ini. Katakan saja dia sud
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments