Pagi itu, embun yang turun terasa dingin menusuk kulit. Giselle meninggalkan rumah sakit di pukul setengah enam. Semalam suntuk Giselle tidak tidur, dia berperang dengan pikiran dan batinnya yang menangis hebat karena nyawa buah hatinya yang berada di ambang kematian. Giselle berada ke kediaman Gerald saat ini. Ia berharap orang-orang kepercayaannya Gerald yang berada di rumah bisa menghubungi Gerald di Palonia. Kedatangannya pun disambut oleh kepala pelayan di rumah Gerald yang kaget mendapati Giselle pagi-pagi buta datang ke sana. "Nyonya Giselle, kenapa pagi-pagi sekali datang ke sini? Tuan sedang di luar kota sekarang," ujar Chatrine menatapnya cemas. Kepala pelayan itu menatap Giselle dengan prihatin. Di sampingnya berdiri laki-laki berpakaian serba hitam bertubuh tinggi besar, dia adalah Kailus—seorang ajudan Gerald yang menjaga rumah megah itu saat ditinggalkan. Giselle yang berdiri di teras, ia tertunduk dengan tubuh menggigil. "Aku tahu dia berada di luar kota, Cha
Beberapa menit lamanya Giselle menunggu Dokter Benny keluar dari dalam ruangan di mana Elodie berada. Giselle tampak kalut dan sudah berulang kali menghubungi Gerald, namun panggilannya tidak terhubung. Giselle kini duduk di bangku tunggu rumah sakit dan berusaha menahan air matanya. Di tengah malam ini, hatinya benar-benar tidak lagi bisa tenang. "Kenapa lama sekali? Bagaimana anakku di dalam, Ya Tuhan..." Giselle beranjak dari duduknya dan mengusap wajahnya yang begitu sedih. Tak berselang lama, pintu ruangan di depannya itu pun terbuka. Dokter Benny keluar dengan dua perawat dari dalam sana. Laki-laki berbalut jas putih itu menatapnya dengan ekspresi wajah yang juga terlihat sedih. "Dokter, bagaimana dengan anak saya?" tanya Giselle mendekatinya cepat. "Kita bahas di ruangan saya, Nyonya. Karena ada hal serius yang ingin saja katakan terkait Elodie," balasnya. "Baik, dok." Giselle mengangguk cepat. Giselle masuk ke dalam ruangan Dokter Benny. Ia duduk berhadapan deng
Hari telah berganti. Pagi ini Gerald bersiap pergi ke luar kota untuk pertemuan mengenai pekerjaannya. Sebelum pergi, Gerald berpamitan pada Giselle dan juga Elodie. Ia datang pagi-pagi sekali karena Elodie pasti masih bermanja-manja padanya sebelum Gerald berangkat. "Papa mau ke mana? Elodie mau ikut." Anak kecil perempuan itu memeluk erat leher Gerald yang membungkuk di hadapannya. Gerald tersenyum dengan tingkah anaknya. "Papa pergi bekerja dulu, Sayang. Kalau Papa sudah pulang, Papa akan ke sini lagi," ujar Gerald membujuk dengan sangat sabar. "Tidak boleh. Papa tidak boleh ke mana-mana..." Elodie menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebenarnya, Gerald sangat berat meninggalkan putri kecilnya. Laki-laki itu menatap mata Elodie yang kini menguning, bahkan perut kecilnya tampak sedikit membuncit. Tetapi hebatnya anak ini sangat kuat menahan rasa sakitnya. "Mama..." Elodie menoleh pada Giselle. "Papa jangan boleh pergi, Ma," pintanya. Giselle mendekati anaknya dan mengelus
Gerald tidak main-main dengan ucapannya. Ia mencari Laura ke rumahnya saat ini, Gerald marah karena Laura telah membuat Elodie menangis dan berkata yang tidak-tidak pada Elodie yang sedang sakit. Kedatangan Gerald bersamaan dengan Laura yang baru saja sampai di rumahnya. Wanita itu berdiri di teras rumahnya melihat Gerald turun dari dalam mobil. Laura tersenyum. "Sayang, kenapa datang ke sini tidak mengabariku lebih dulu?" tanyanya dengan begitu manis. Gerald berdiri menatapnya dengan sorot mata dinginnya yang tak teralihkan. "Apa maksud atas ucapanmu pada Elodie?!" desis Gerald maju satu langkah mendekati Laura. Wajah Laura tampak syok mendengarnya. Ia tidak menyangka kalau anak sekecil Elodie mengungkap semua itu pada Mama dan Papanya. "Gerald, a-aku ... aku tadi memang menemui Elodie, tapi aku hanya—" "Hanya apa?!" sentak Gerald. "Anakku sedang sakit, Laura. Kondisi Elodie sedang drop, dengan kau mengatakan kalau kau adalah calon Mama barunya, kau mengatakan kalau Elo
Pagi ini ajudan Gerald tidak lagi menjaga Elodie dan Giselle di rumah sakit karena Sergio membantu Gerald mempersiapkan berkas-berkas yang akan dibawa ke luar kota. Giselle pun tidak mempermasalahkan hal itu karena ia bisa menjaga Elodie sendiri hari ini. Tetapi, Giselle merasa ragu saat dokter memintanya menemui dokter untuk membahas tentang seputar kondisi Elodie. Giselle terlihat begitu gelisah, ia memandangi wajah anaknya yang sedang tertidur. "Bagaimana ini? Apakah tidak apa-apa kalau aku meninggalkan Elodie sebentar?" gumam Giselle lirih. Giselle mengulurkan tangannya mengusap kening Elodie, putrinya benar-benar masih tertidur pulas. Ekor mata Giselle melirik ke arah jarum jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Ia pun beranjak perlahan-lahan dari duduknya. "Baiklah, mungkin tidak apa-apa," lirih Giselle. Giselle segera keluar dari dalam kamar rawat inap Elodie dan bergegas menuju ruangan dokter yang berada tak jauh dari kamar perawatan Elodie. Sepeninggal
Charles mengikuti mobil Gerald yang kini menuju ke rumah sakit ibu kota. Ternyata dugaannya benar, kalau Gerald lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit beberapa hari ini. Dengan langkah lebarnya, Charles masih diam-diam mengikuti Gerald hingga ia kini berada di depan kamar rawat inap di mana Gerald baru saja masuk ke dalam sana. "Papa ... Papanya Elodie datang!" Suara anak kecil menyambut kedatangan Gerald. "Papa, Elodie kangen. Elodie tadi disuntik sama Bu dokter, Pa ... Elodie marah-marah." "Uhh, Sayang ... Anak Papa dibuat menangis. Biar nanti Papa marahi Bu dokternya!" seru Gerald memeluk Elodie yang masih terbaring di atas ranjang rumah sakit. Elodie merengkuh leher Gerald dan menghujani pipi Gerald dengan kecupan. Di samping mereka ada Giselle yang kini tersenyum manis melihat Elodie begitu senang dengan kedatangan Gerald. "Sudah senang, Papa sudah sudah datang?" tanya Giselle mengecup kening si kecil. "Senang, Mama. Ini Papanya Elodie, tahu!" seru anak it